Bisik-bisik Anggota Brimob yang Keheranan Mantan Kapolri Menangis
Senin, 01 Agustus 2022 - 07:05 WIB
JAKARTA - Saat itu, tanggal 8 Maret 1962 bertepatan dengan Hari Raya Idul Fitri, pasukan Resimen Pelopor Brimob diberangkatkan ke Irian Barat dengan tujuan menaklukkan Belanda. Di tengah upacara pelepasan, mantan Kapolri Jenderal Polisi (Purn) Raden Soekarno Djojonegoro menangis.
Namun, tangisan itu malah ditanggapi anggota Brimob yang siap bertempur ke medan perang dengan penuh keheranan. Sebenarnya Pelopor Brimob siap menyerahkan jiwanya kepada bangsa dengan kemungkinan besar tidak akan pulang.
Baca juga: Anggota Brimob Eksekusi Tokoh Pemberontak dengan Pisau Komando karena Kebal Ditembak
Dikutip dari buku Resimen Pelopor (Edisi Revisi), Pasukan Elite Yang Terlupakan, penulis Anton Agus Setyawan dan Andi M Darlis, Januari 2013, sambil tak kuasa menahan tangis, Jenderal Polisi Soekarno meminta maaf kepada prajurit Resimen Tim Pertempuran (RTP) 1 Brimob karena mereka terpaksa meninggalkan anak, istri, dan orang tua.
Suasana penuh emosional dari sambutan Jenderal Polisi Soekarno justru ditanggapi acuh tak acuh oleh Resimen Pelopor. Banyak anggota pasukan khusus keheranan.
“Kok yang menangis malah Jenderal Soekarno, padahal yang akan berangkat menuju kematian adalah mereka para prajurit rendahan, bukan para jenderal,” ujar Ajun Brigadir Polisi Kartimin yang merupakan salah satu prajurit Resimen Pelopor mengenang suasana keberangkatan ke Irian Barat dengan perasaan biasa saja.
Maklum, mereka menganggap biasa saja tugas tersebut karena prajurit Detasemen III Pelopor saat itu kebanyakan masih lajang.
Pada tahun 1962, genap 6 tahun Kartimin tidak bertemu ayah dan kakak-kakaknya. Ibunya sudah meninggal dunia sejak Kartimin berusia 5 tahun.
Saat itu, dia masih lajang dan yang ada di pikirannya hanyalah berangkat ke medan tempur sebagai bagian dari anggota pasukan khusus. Perasaan ini juga dimiliki sebagian besar anggota Pelopor yang tidak terlalu emosional.
Namun, tangisan itu malah ditanggapi anggota Brimob yang siap bertempur ke medan perang dengan penuh keheranan. Sebenarnya Pelopor Brimob siap menyerahkan jiwanya kepada bangsa dengan kemungkinan besar tidak akan pulang.
Baca juga: Anggota Brimob Eksekusi Tokoh Pemberontak dengan Pisau Komando karena Kebal Ditembak
Dikutip dari buku Resimen Pelopor (Edisi Revisi), Pasukan Elite Yang Terlupakan, penulis Anton Agus Setyawan dan Andi M Darlis, Januari 2013, sambil tak kuasa menahan tangis, Jenderal Polisi Soekarno meminta maaf kepada prajurit Resimen Tim Pertempuran (RTP) 1 Brimob karena mereka terpaksa meninggalkan anak, istri, dan orang tua.
Suasana penuh emosional dari sambutan Jenderal Polisi Soekarno justru ditanggapi acuh tak acuh oleh Resimen Pelopor. Banyak anggota pasukan khusus keheranan.
“Kok yang menangis malah Jenderal Soekarno, padahal yang akan berangkat menuju kematian adalah mereka para prajurit rendahan, bukan para jenderal,” ujar Ajun Brigadir Polisi Kartimin yang merupakan salah satu prajurit Resimen Pelopor mengenang suasana keberangkatan ke Irian Barat dengan perasaan biasa saja.
Maklum, mereka menganggap biasa saja tugas tersebut karena prajurit Detasemen III Pelopor saat itu kebanyakan masih lajang.
Pada tahun 1962, genap 6 tahun Kartimin tidak bertemu ayah dan kakak-kakaknya. Ibunya sudah meninggal dunia sejak Kartimin berusia 5 tahun.
Saat itu, dia masih lajang dan yang ada di pikirannya hanyalah berangkat ke medan tempur sebagai bagian dari anggota pasukan khusus. Perasaan ini juga dimiliki sebagian besar anggota Pelopor yang tidak terlalu emosional.
tulis komentar anda