Kualitas Udara Jabodetabek Pagi Hari Ternyata Tidak Baik, Bukan Waktunya Berolahraga
Rabu, 02 Maret 2022 - 17:57 WIB
“Kami sebagai komunitas yang fokus pada edukasi mengenai pentingnya peningkatan kualitas udara sangat senang dengan adanya riset yang dilakukan Nafas. Riset ini sekaligus menjadi indikasi betapa pentingnya meningkatkan pengetahuan masyarakat agar upaya bersama untuk mewujudkan kualitas udara yang lebih baik bisa terwujud,” tandasnya.
Di sisi lain, kualitas udara di area hijau yang banyak tumbuh pepohonan, juga ternyata tidak selalu bersih atau bebas dari polusi udara, khususnya yang disebabkan oleh polutan berukuran sangat kecil (PM2.5). Tiga wilayah yang dinilai kualitas udaranya belum baik yakni Bumi Serpong Damai (BSD), Cibinong, dan Sentul City.
Nafas dalam risetnya sepanjang Januari-Desember 2021 menyimpulkan, indeks kualitas udara (AQI) di tiga wilayah tersebut cukup tinggi di atas 100. Angka AQI di atas 100 menunjukkan kualitas udara relatif tidak sehat bagi kelompok usia tertentu.
Nafas sengaja memasang tiga sensor pengukur kualitas udara di tiga lokasi tersebut. Sebab ketiga daerah di Jakarta, Bogor, Depok, Bekasi dan Tangerang (Jabodetabek) tersebut merupakan area yang dikelilingi oleh daerah hijau. “Itu menunjukkan ketiga daerah tersebut tidak bebas dari polusi,” ujar Piotr.
Piotr mengatakan, banyaknya pepohonan sebenarnya kurang berdampak membuat udara menjadi bersih dan segar. Sebab pada dasarnya daun-daun di pohon tak bisa menyerap debu. Daun hanya mampu menyerap gas, sehingga tak bisa secara signifikan membersihkan debu PM2,5 yang ada di udara. “Jadi, pepohonan tidak bisa memfilter polusi PM 2.5,” kata .
Piotr merujuk studi David J. Nowak et.al (2013). Hasil studi Nowak menunjukkan, penanaman pohon di 10 kota Amerika Serikat dengan tingkat PM 2.5 yang tinggi tidak signifikan mengurangi polusi PM2.5, yakni hanya sebesar 0,05%-0,24% setahun.
Berdasarkan data Nafas tersebut, kata Piotr, keliru apabila kebijakan pemerintah-pemerintah daerah di Indonesia memperbaiki kualitas udara hanya dengan cara menanam banyak pepohonan. “Bisa dibilang penanaman pohon hampir tidak ada dampaknya mengurangi PM 2.5. Dengan kata lain tidak berdampak signifikan untuk menyegarkan kualitas udara,” tandasnya.
Di sisi lain, kualitas udara di area hijau yang banyak tumbuh pepohonan, juga ternyata tidak selalu bersih atau bebas dari polusi udara, khususnya yang disebabkan oleh polutan berukuran sangat kecil (PM2.5). Tiga wilayah yang dinilai kualitas udaranya belum baik yakni Bumi Serpong Damai (BSD), Cibinong, dan Sentul City.
Nafas dalam risetnya sepanjang Januari-Desember 2021 menyimpulkan, indeks kualitas udara (AQI) di tiga wilayah tersebut cukup tinggi di atas 100. Angka AQI di atas 100 menunjukkan kualitas udara relatif tidak sehat bagi kelompok usia tertentu.
Nafas sengaja memasang tiga sensor pengukur kualitas udara di tiga lokasi tersebut. Sebab ketiga daerah di Jakarta, Bogor, Depok, Bekasi dan Tangerang (Jabodetabek) tersebut merupakan area yang dikelilingi oleh daerah hijau. “Itu menunjukkan ketiga daerah tersebut tidak bebas dari polusi,” ujar Piotr.
Piotr mengatakan, banyaknya pepohonan sebenarnya kurang berdampak membuat udara menjadi bersih dan segar. Sebab pada dasarnya daun-daun di pohon tak bisa menyerap debu. Daun hanya mampu menyerap gas, sehingga tak bisa secara signifikan membersihkan debu PM2,5 yang ada di udara. “Jadi, pepohonan tidak bisa memfilter polusi PM 2.5,” kata .
Piotr merujuk studi David J. Nowak et.al (2013). Hasil studi Nowak menunjukkan, penanaman pohon di 10 kota Amerika Serikat dengan tingkat PM 2.5 yang tinggi tidak signifikan mengurangi polusi PM2.5, yakni hanya sebesar 0,05%-0,24% setahun.
Berdasarkan data Nafas tersebut, kata Piotr, keliru apabila kebijakan pemerintah-pemerintah daerah di Indonesia memperbaiki kualitas udara hanya dengan cara menanam banyak pepohonan. “Bisa dibilang penanaman pohon hampir tidak ada dampaknya mengurangi PM 2.5. Dengan kata lain tidak berdampak signifikan untuk menyegarkan kualitas udara,” tandasnya.
(thm)
tulis komentar anda