Asal Usul Nama Pondok Gede yang Diambil dari Rumah Besar Milik Pendeta Belanda

Sabtu, 12 Februari 2022 - 06:02 WIB
Baca juga: Asal Usul Pasar Senen, Dulunya Bernama Vincke Passer dan Buka Hanya Hari Senin

Bentuk gedung tersebut sangat panjang dengan atap besar. Lantai satu dibangun dalam gaya Indonesia terbuka dengan serambi pada ketiga sisinya (joglo). Sementara bagian depan yang bertingkat dua, dibangun gaya tertutup Belanda. Rumah kombinasi dua gaya ini dulu sangat lazim pada rumah-rumah tuan tanah.

Menurut Adolf Heuken dalam bukunya Tempat-tempat Bersejarah di Jakarta, interior rumah ini pernah menunjukkan cita rasa tinggi. Plesteran terdapat pada beberapa ruangan dan serambi, ditambah aneka hiasan pada pintu dan kusen jendela. Karena bangunan ini cukup besar, warga sekitar sering menyebutnya dengan 'Pondok yang Gede' yang lambat laut hanya disebut dengan Pondok Gede.

Pada tahun 1800 bangunan ini dibeli lengkap dengan sebidang tanah luas di sekitarnya oleh Lendreet Miero alias Juda Leo Ezekiel. Ia kemudian merenovasi landhuis yang semula berbahan kayu jati menjadi bangunan beton bergaya Indies.

Miero adalah seorang Yahudi Polandia yang kaya raya. Namun saat datang ke Batavia, keadaan Leendert Miero sebenarnya lontang-lantung. Miero pertama kali datang ke Indonesia tahun 1775 sebagai seorang pria miskin karena hanya menjadi prajurit kecil di kerajaan Hidia Belanda.



Saat itu, Miero menyembunyikan indentitasnya sebagai Yahudi. Pasalnya Belanda yang kala itu dinakhodai oleh dua perusahaan eksploitasi terbesarnya, the Dutch East India Compani (VOC) dan the Dutch West India Company (WIC), melarang adanya bangsa Yahudi untuk bekerja.

Identitasnya tersebut disembunyikan oleh Miero selama puluhan tahun hingga pada akhirnya pada tahun 1728 Miero membongkar indentitasnya tepat setelah Belanda mengizinkan orang Yahudi berkongsi dalam perekonomian dan pemerintahan mereka.

Sejak saat itu, nasib miero mulai berubah drastis. Ia mulai membangun kerajaan bisnisnya dengan menjadi seorang juragan emas sekaligus rentenir di Batavia. Ia memiliki toko di Molenvliet West, sekarang menjadi Jalan Gajah Mada, Jakarta pusat, serta satu rumah mewah yang kini menjadi Gedung Arsip Nasional.

Dari hasil berdagang itulah ia bisa membeli sebidang tanah luas lengkap dengan rumah besar yang dibangun Johannes Hooyman. Survei arkeologi pernah dilakukan pada Januari 1988. Dari survei itu diketahui bahwa luas tanahnya tersebut mencapai 325 hektare, dimana semula merupakan perkebunan sereh.
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More