Sejarah Tambora, Berawal dari Perjuangan KH Moestojib dan Ki Daeng Melawan Belanda di Batavia

Sabtu, 11 Desember 2021 - 05:00 WIB
Salah satu kelurahan di Kecamatan Tambora, Jakarta Barat pada masa Hindia Belanda. Foto: wikiwand.com
JAKARTA - Bercerita tentang Tambora , jadi ingat musibah kebakaran baru-baru ini yang menewaskan 5 orang sekeluarga di Kecamatan Tambora, Jakarta Barat. Tambora memang terkenal dengan kawasan permukiman padat penduduk di Jakarta. Saking padatnya, ketika terjadi kebakaran akses petugas damkar untuk memadamkan api kerap terkendala.

Di luar imej sebagai kawasan padat penduduk, nama Tambora mempunyai sejarah panjang dalam perkembangan peradaban ibu kota Jakarta. Berdasarkan laman senibudayabetawi.com yang dikutip, Sabtu (11/12/2021), sebelum muncul nama Tambora sebuah masjid di wilayah itu lebih dulu ada. Namanya Masjid Jami Tambora. Masjid ini merupakan salah satu masjid tertua di Jakarta yang didirikan sejak 300 tahun lalu.

Baca juga: 6 Fakta Sekeluarga Tewas Kebakaran Tambora, Nomor 3 Sangat Disayangkan Tetangga



Keberadaan Masjid Jami Tambora tak lepas dari perjuangan dua tokoh agama yakni KH Moestojib dan Ki Daeng. Dua tokoh ini berasal dari Ujung Pandang dan lama tinggal di Sumbawa, Nusa Tenggara Timur (NTT) untuk menyebarkan Islam. Nama Tambora juga merujuk pada Gunung Tambora.

Alkisah pada tahun 1176 H (1756 M), KH Moestojib dan Ki Daeng dikirim ke Batavia oleh Belanda karena menentang dan dihukum paksa selama 5 tahun. Usai dihukum, mereka berdua tak bisa kembali ke Sumbawa karena bersamaan dengan meletusnya Gunung Tambora. Dua ulama itu pun membangun masjid bernama Masjid Tambora.

Anggota Seksi Pendidikan Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) Masjid Tambora Muhammad Zubaedi Sumarna menuturkan setelah masjid berdiri, pergerakan KH Moestojib dan Ki Daeng masih juga diawasi tentara NICA. “Dulu mereka (kompeni Belanda) selalu membawa kapal dan mencari-cari KH Moestojib dan Ki Daeng di masjid ini. Tapi, mereka berdua selalu tak ditemukan,” ujar pria yang akrab disapa Bang Didi ini dikutip dari senibudayabetawi.com.

Ternyata keduanya bersembunyi di balik kubah masjid. Mereka kerap mengintai kalau-kalau tentara Belanda datang. Menurut Bang Didi, tempat persembunyian di balik kubah itu memiliki tangga penghubung langsung dari bawah. Namun, pascarenovasi tangga di bawah dihilangkan.

Baca juga: Kesaktian Mbah Priok yang Kapalnya Tidak Kena Bombardir Meriam Belanda

Sebagai bentuk penghormatan, dua makam KH Moestojib dan Ki Daeng diletakkan di depan Masjid Tambora. Dua pendiri masjid ini meninggal sekitar 1836.

Perjuangan KH Moestojib dan Ki Daeng dilanjutkan Imam Saiddin. Setelah itu terjadi beberapa kali pergantian pimpinan terakhir pada 1370 H (1950 M) pimpinan dipegang oleh Madsupi dan kawan-kawan di Gang Tambora. Tahun 1945, masjid sempat dijadikan markas perjuangan hingga pernah diserang tentara NICA. Kemudian, perawatan dan perlindungan masjid diteruskan Yayasan Masjid Jami Tambora yang dipimpin Haji Memed (1959).

Berdasarkan data kependudukan pada 2020, penduduk di Kecamatan Tambora berjumlah 241.889 jiwa dengan kepadatan penduduk 44.794 jiwa/km persegi. Adapun 11 kelurahan di Kecamatan Tambora yakni: Tanah Sareal, Tambora, Roa Malaka, Pekojan, Jembatan Lima, Krendang, Duri Utara, Duri Selatan, Kali Anyar, Jembatan Besi, dan Angke.
(jon)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More