26 Hari di Batavia, Jejak Terakhir Pangeran Diponegoro di Tanah Jawa

Minggu, 11 April 2021 - 06:15 WIB
Pada masa itu, Stadhuis merupakan pusat pemerintahan kolonial Belanda di Batavia. Berbagai macam tahanan, mulai dari kasus kriminal hingga politik ditempatkan di sana sebelum menerima keputusan akhir Dewan Pengadilan Belanda. (Baca juga; Selidiki Kasus Narkoba di Jakarta, Begini Penampilan Jenderal Hoegeng Menyamar Jadi Hippies )

Pangeran Diponegoro pada 3 April 1830 ketika ditahan di Wisma Residen di Bojong, Semarang, setelah dijebak secara licik di Magelang, diberitahu akan diberangkatkan ke Batavia untuk menerima keputusan pengadilan. Pangeran Diponegoro menyatakan siap sepenuh hati berangkat ke Batavia dengan syarat pengambilan keputusan tidak berlarut-larut.

Kondisi fisik yang terjangkit malaria, membuat Pangeran Diponegoro ingin segera mendapat kepastian hak-hak hukumnya. Pengadilan pada era pemerintahan VOC cukup pajang dan bertele-tele dalam mengambil keputusan. Pada peristiwa Chineesche troebelen 8-10 Oktober 1740, proses pengambilan keputusan hukuman untuk Kapitan Nie Hoe Kong, memakan waktu selama tiga tahun lebih.

Baru pada 22 Mei 1744 Nie Hoe Kong dijatuhi hukuman buang (deportasi) ke Sri Lanka, namun hukuman itu pun dilaksanakan pada 12 Februari 1745 atau molor 9 bulan. Hukuman buang Nie Hoe Kong dan keluarganya pun bukan ke Sri Lanka tapi diubah jadi ke Ambon. (Ni Hoe Kong, Kapiten Tionghoa di Betawie. B Hoetink)

Akhirnya pada Jumat 30 April 1830, Gubernur Jenderal Van den Bosch mengeluarkan keputusan bahwa Pangeran Diponegoro, Raden Ayu Retnaningsih, Tumenggung Dipasana dan istri, serta para pengikut lainnya, seperti Mertaleksana, Banteng Wereng, dan Nyai Sotaruna, akan dibuang ke Manado. (Baca juga; Masjid Tiban Jatimalang: Jejak Perjuangan Pangeran Diponegoro )

Pada Senin 3 Mei 1830, Pangeran Diponegoro dan rombongan naik ke atas kapal fregat Pollux untuk diberangkatkan ke Manado menjalani hukuman buang. Namun, kapal fregat yang memiliki tiga layar utama seperti enggan meninggalkan Batavia dan angin pun seolah membisu. Kendala teknis kapal dan faktor cuaca karena tidak ada angin, rencana keberangkatan hari itu ditunda.



Pangeran Diponegoro beserta 19 pengikutnya, terdiri dari 11 pria dan 8 wanita, pun harus menunggu sehari semalam di atas kapal fregat Pollux yang memiliki 16 meriam. Ketika fajar merekah pada 4 Mei 1830, tepat pukul lima pagi, layar-layar fregat Pollux terkembang dan perlahan meninggalkan teluk Batavia.

Setelah 26 hari di Batavia, Pangeran Diponegoro meninggalkan tanah Jawa menjalani hukuman buang dikawal 50 serdadu pilihan VOC. Setelah perang lima tahun melawan penjajah yang dikobarkan, Pangeran Diponegoro harus meninggalkan semua yang dicintai, harta benda, senjata (kecuali keris pribadi kesayangan, Kiai Bondoyudho), rakyatnya, dan tanah kelahirannya.

“Proses kehidupan adalah hakikat, sementara hasil akhir hanyalah syariat. Gusti Allah akan menilai ketulusan perjuangan manusia, bukan hasil akhirnya.”Pangeran Diponegoro.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More