Jejak Sejarah Mbah Priok hingga Lekat dengan Tanjung Priok
Senin, 05 April 2021 - 06:05 WIB
Baca juga: Selidiki Kasus Narkoba di Jakarta, Begini Penampilan Jenderal Hoegeng Menyamar Jadi Hippies
Di makam Habib Hasan ditancapkan dayung sebagai nisan yang lama kelamaan di sekitarnya tumbuh berkembang pohon Tanjung. Sedangkan, periuk yang tadinya berada di sisi makam terus bergeser ke tengah laut. Konon menurut warga, setiap 3-4 tahun periuk itu muncul di lautan dengan ukuran makin membesar. Dari peristiwa itulah nama Tanjung Priok mulai dilekatkan di kawasan utara Jakarta ini.
Singkat cerita, Belanda ingin membangun pelabuhan peti kemas di Tanjung Priok. Belanda berencana memindahkan makam Mbah Priok yang awalnya berada di Pelabuhan Tanjung Priok ke wilayah pelabuhan peti kemas Koja Utara. Namun, rencana itu gagal lantaran ada makam keramat di sana.
Makam Habib Hasan bin Al Haddad atau Mbah Priok. Foto: jakarta-tourism.go.id
Tanjung Priok Versi Sejarawan
Dalam Buku Saku Kasus Mbah Priok karya Ahmad Sayfi'i Mufid, Robi Nurhadi, dan KH Zulfa Mustofa, sejarawan Ridwan Saidi menuturkan Tanjung Priok tidak bisa dikaitkan dengan Mbah Priok.
Nama Tanjung Priok justru terkait Aki Tirem, penghulu atau pemimpin daerah Warakas yang tersohor sebagai pembuat priok (periuk). Sedangkan, kata Tanjung merujuk pada kontur tanah yang menjorok ke laut atau tanjung.
Buku itu juga mempertanyakan Risalah Manaqib yang dikemukakan ahli waris Mbah Priok. Dalam risalah tersebut, Mbah Priok disebut sebagai penyiar Islam yang lahir pada 1727 di Palembang kemudian pergi ke Batavia setelah dewasa untuk menyebarkan agama Islam.
Dia meninggal pada 1756 dalam usia 29 tahun sebelum sampai ke Batavia. Mbah Priok kemudian dikubur dekat pantai dengan nisan kayu dayung berhias priok nasi di sisi makamnya. Kayu dayung itu cepat tumbuh menjadi pohon tanjung. Dari situlah nama Tanjung Priok muncul.
Di makam Habib Hasan ditancapkan dayung sebagai nisan yang lama kelamaan di sekitarnya tumbuh berkembang pohon Tanjung. Sedangkan, periuk yang tadinya berada di sisi makam terus bergeser ke tengah laut. Konon menurut warga, setiap 3-4 tahun periuk itu muncul di lautan dengan ukuran makin membesar. Dari peristiwa itulah nama Tanjung Priok mulai dilekatkan di kawasan utara Jakarta ini.
Singkat cerita, Belanda ingin membangun pelabuhan peti kemas di Tanjung Priok. Belanda berencana memindahkan makam Mbah Priok yang awalnya berada di Pelabuhan Tanjung Priok ke wilayah pelabuhan peti kemas Koja Utara. Namun, rencana itu gagal lantaran ada makam keramat di sana.
Makam Habib Hasan bin Al Haddad atau Mbah Priok. Foto: jakarta-tourism.go.id
Tanjung Priok Versi Sejarawan
Dalam Buku Saku Kasus Mbah Priok karya Ahmad Sayfi'i Mufid, Robi Nurhadi, dan KH Zulfa Mustofa, sejarawan Ridwan Saidi menuturkan Tanjung Priok tidak bisa dikaitkan dengan Mbah Priok.
Nama Tanjung Priok justru terkait Aki Tirem, penghulu atau pemimpin daerah Warakas yang tersohor sebagai pembuat priok (periuk). Sedangkan, kata Tanjung merujuk pada kontur tanah yang menjorok ke laut atau tanjung.
Buku itu juga mempertanyakan Risalah Manaqib yang dikemukakan ahli waris Mbah Priok. Dalam risalah tersebut, Mbah Priok disebut sebagai penyiar Islam yang lahir pada 1727 di Palembang kemudian pergi ke Batavia setelah dewasa untuk menyebarkan agama Islam.
Dia meninggal pada 1756 dalam usia 29 tahun sebelum sampai ke Batavia. Mbah Priok kemudian dikubur dekat pantai dengan nisan kayu dayung berhias priok nasi di sisi makamnya. Kayu dayung itu cepat tumbuh menjadi pohon tanjung. Dari situlah nama Tanjung Priok muncul.
tulis komentar anda