KH Noer Ali Putra Bekasi yang Menjadi Pahlawan Nasional
Kamis, 11 Maret 2021 - 05:30 WIB
Dalam waktu singkat KH Noer Alie menghimpun sekitar 200 orang yang merupakan gabungan santri dan pemuda di sekitar Babelan, Tarumajaya, Cilincing, dan Muara Gembong. Mereka dilatih dasar-dasar kemiliteran oleh Tentara Keamanan Rakyat (TKR) Bekasi dan Jatinegara.
Sedangkan KH Noer Alie melatih mental dan rohani pasukannya dengan cara berpuasa selama tujuh hari di Masjid Ujungmalang. Pada 29 November 1945, terjadilah pertempuran sengit pasukan KH Noer Ali melawan Sekutu-Inggris di kawasan Pondok Ungu. Meski sempat mendesak tentara sekutu, pasukan Laskar Rakyat berbalik terdesak sampai jembatan Sasak Kapuk.
KH Noer Alie pun menginstruksikan seluruh pasukannya untuk mundur. Sebagian besar pasukan mundur, namun puluhan lainnya tetap bertahan. Sekitar 30 orang pasukan Laskar Rakyat gugur dalam pertempuran tersebut. Peristiwa tersebut hingga saat ini dikenang sebagai pertempuran Sasak Kapuk, karena terjadi di sekitar jembatan Sasak Kapuk, Pondok Ungu.
Pada 29 Januari 1992, Bekasi dan Indonesia menangis karena Sang Singa Karawang Bekasi ini meninggal dunia. KH Noer Alie wafat di rumahnya dan di makamkan di Pondok Pesantren Attaqwa Puteri, Ujungharapan Bahagia, Babelan, Kabupaten Bekasi pada usia 78 tahun.
Setelah 14 tahun wafatnya Singa Karawang-Bekasi ini, masyarakat Jawa Barat, Jakarta, dan Banten memanjatkan syukur. KH Noer Alie dianugerahi gelar Pahlawan Nasional dan bintang Mahaputra Adipradana oleh Pemerintah Republik Indonesia.
Penganugerahan berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 085/T/Tahun 2006 tanggal 3 November 2006 itu diberikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melalui salah seorang putra almarhum KH Noer Alie, KH Moh Amin Noer, Lc dalam rangka Hari Pahlawan di Istana Negara, Jakarta, pada Kamis 9 November 2006.
Sebuah puncak penghargaan tertinggi terhadap ulama pejuang yang mengabdikan pemikiran, jiwa, dan raganya untuk agama, bangsa dan negara, terutama di kawasan Jawa Barat seperti, Bekasi, Cikarang, Karawang, Cikampek, Purwakarta, Bogor dan Bandung, Jakarta, sampai Banten.
KH Noer Alie layak menyandang gelar Pahlawan Nasional karena semasa hidupnya memimpin dan melakukan perjuangan bersenjata atau perjuangan politik atau perjuangan dalam bidang lain untuk mencapai, merebut, mempertahankan, mengisi kemerdekaan serta mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa.
Melahirkan gagasan atau pemikiran besar yang dapat menunjang pembangunan bangsa dan negara, menghasilkan karya besar yang mendatangkan manfaat bagi kesejahteraan masyarakat luas atau meningkatkan harkat dan martabat bangsa Indonesia.
Sedangkan KH Noer Alie melatih mental dan rohani pasukannya dengan cara berpuasa selama tujuh hari di Masjid Ujungmalang. Pada 29 November 1945, terjadilah pertempuran sengit pasukan KH Noer Ali melawan Sekutu-Inggris di kawasan Pondok Ungu. Meski sempat mendesak tentara sekutu, pasukan Laskar Rakyat berbalik terdesak sampai jembatan Sasak Kapuk.
KH Noer Alie pun menginstruksikan seluruh pasukannya untuk mundur. Sebagian besar pasukan mundur, namun puluhan lainnya tetap bertahan. Sekitar 30 orang pasukan Laskar Rakyat gugur dalam pertempuran tersebut. Peristiwa tersebut hingga saat ini dikenang sebagai pertempuran Sasak Kapuk, karena terjadi di sekitar jembatan Sasak Kapuk, Pondok Ungu.
Pada 29 Januari 1992, Bekasi dan Indonesia menangis karena Sang Singa Karawang Bekasi ini meninggal dunia. KH Noer Alie wafat di rumahnya dan di makamkan di Pondok Pesantren Attaqwa Puteri, Ujungharapan Bahagia, Babelan, Kabupaten Bekasi pada usia 78 tahun.
Setelah 14 tahun wafatnya Singa Karawang-Bekasi ini, masyarakat Jawa Barat, Jakarta, dan Banten memanjatkan syukur. KH Noer Alie dianugerahi gelar Pahlawan Nasional dan bintang Mahaputra Adipradana oleh Pemerintah Republik Indonesia.
Penganugerahan berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 085/T/Tahun 2006 tanggal 3 November 2006 itu diberikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melalui salah seorang putra almarhum KH Noer Alie, KH Moh Amin Noer, Lc dalam rangka Hari Pahlawan di Istana Negara, Jakarta, pada Kamis 9 November 2006.
Sebuah puncak penghargaan tertinggi terhadap ulama pejuang yang mengabdikan pemikiran, jiwa, dan raganya untuk agama, bangsa dan negara, terutama di kawasan Jawa Barat seperti, Bekasi, Cikarang, Karawang, Cikampek, Purwakarta, Bogor dan Bandung, Jakarta, sampai Banten.
KH Noer Alie layak menyandang gelar Pahlawan Nasional karena semasa hidupnya memimpin dan melakukan perjuangan bersenjata atau perjuangan politik atau perjuangan dalam bidang lain untuk mencapai, merebut, mempertahankan, mengisi kemerdekaan serta mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa.
Melahirkan gagasan atau pemikiran besar yang dapat menunjang pembangunan bangsa dan negara, menghasilkan karya besar yang mendatangkan manfaat bagi kesejahteraan masyarakat luas atau meningkatkan harkat dan martabat bangsa Indonesia.
tulis komentar anda