IABHI: Pandemik Covid-19 Membuat Masyarakat Memperbaharui Perilaku Hidup
Jum'at, 17 April 2020 - 20:02 WIB
JAKARTA - Ikatan Ahli Bangunan Hijau Indonesia (IABHI) menyatakan, pandemik Covid-19 telah memaksa manusia untuk memperbaharui perilaku hidup. Pembaharuan kesadaran dalam hal berbangunan hijau yang berketahanan di masa pasca-pandemi Covid1-19, kiranya akan membimbing masyarakat menyusun roadmap yang menjawab tantangan dan langkah-langkah teknis terinci untuk diimplementasikan.
“Pandemik Covid-19 telah memaksa kita memperbaharui perilaku hidup umat manusia di planet bumi ini.” ungkap Ketua IABHI, Bintang A. Nugroho dalam acara Webinar E-Green Talk IABHI pada Kamis, 16 April 2020. Menurut dia, wabah global telah memaksa kita untuk menempuh jalan satu-satunya, jalan niscaya, yang dulu kurang dipilih karena lebih terjal daripada rute lama, yakni business as usual (BAU), sesegera mungkin.
"Pembaharuan kesadaran dalam hal berbangunan hijau yang berketahanan di masa pasca-pandemi Covid-19 ini, kiranya akan membimbing kita menyusun roadmap yang menjawab tantangan dan langkah-langkah teknis terinci untuk diimplementasikan," ujarnya.
Sementara, Chairperson dari Green Building Council Indonesia (GBCI), Iwan Prijanto S mengatakan, pandemi Covid-19 merupakan sistem peringatan dini bagi umat manusia untuk melakukan perubahan. Hal ini sejalan dengan pemikiran bahwa peradaban eksploitasi planet sungguh-sungguh harus dikendalikan dan dihentikan.
Hal ini dikarenakan perilaku memancing alam melakukan keseimbangan baru (homeostatik) yang tak selalu dapat diperkirakan, sehingga mengancam keberlangsungan hidup eksistensi umat manusia dan planet secara keseluruhan. Sehingga, manusia tidak cukup hanya berdamai dengan alam, namun perlu berendah hati untuk memberi kesempatan kepada alam agar dapat memberikan layanan secara optimal pada umat manusia.
Iwan melanjutkan, belajar dan bekerja dari rumah telah menjadi bukti bahwa hunian yang merupakan salah satu tipologi bangunan, merupakan benteng perlindungan hidup keluarga. Hal ini memantapkan pentingnya kualitas bangunan sebagai wahana peradaban hidup yang baru.
"Bila dilihat bangunan sebagai individu, maka kinerja bangunan gedung tidak hanya dituntut untuk hemat dalam mengonsumsi sumber daya, namun dapat secara mandiri memanfaatkan sumber daya baru dan terbarukan, seperti energi terbarukan dan air hasil daur ulang," ujarnya. Dengan kata lain, gedung dituntut menjadi bangunan dengan emisi karbon nihil atau net zero carbon building.
Sementara, bila bangunan dilihat sebagai bagian dari lingkungan binaan, sangatlah penting integrasi antara ruang dalam dan ruang luar yang dapat menjamin kualitas udara sekaligus kenyamanan termal dengan bersikap responsif terhadap iklim tropis di Indonesia. Tentunya, integrasi ini tidak dapat dilepaskan dari keberadaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang dapat menciptakan iklim mikro yang kondusif.
Setiap individu dituntut pemahamannya akan bangunan hijau. Kompetensi ahli GB perlu sekali dijabarkan menjadi kompetensi masyarakat awam sehingga dapat menjadi life skill bagi setiap orang. Untuk itu, perlu penyederhanaan teknis, panduan mempraktikkan prinsip bangunan hijau yang lebih implementatif serta ketrampilan mengukur dengan menggunakan alat-alat ukur terkait kualitas ruang.
Dibutuhkan pula, platform aplikasi yang menarik bagi masyarakat luas untuk melakukan pemantauan mandiri dalam pengelolaan bangunan hijau melalui gawai seperti smartphone. Model bisnis jasa profesional ahli bangunan hijau harus dirumuskan dengan mengakomodasi etika dan kesadaran akan survivability yang lebih intensif.
Keahlian bangunan hijau disokong oleh disiplin ilmu lain seperti arsitektur, desain interior, lansekap, mekanikal, elektrikal dsb. Untuk itu sebagai suatu profesi, ahli bangunan hijau perlu memiliki kemampuan komunikasi ilmiah-profesional dan kolaborasi lintas disiplin ilmu. Sehingga, perannya dapat diperluas dan ditingkatkan baik secara jangkauan maupun kualitasnya untuk turut serta dalam berbagai upaya penerapan bangunan hijau.
Penyusunan standar teknis bangunan hijau; perintisan praktik bangunan hijau dalam lingkup kuasa yang dimilikinya; konsultansi penerapan bangunan hijau pada bangunan umum; serta pendidikan atau pelatihan kepada masyarakat luas, merupakan perwujudan dari peran sekaligus tanggung jawab moral, sosial dan profesional yang dapat terus digali oleh para ahli bangunan hijau.
“Pandemik Covid-19 telah memaksa kita memperbaharui perilaku hidup umat manusia di planet bumi ini.” ungkap Ketua IABHI, Bintang A. Nugroho dalam acara Webinar E-Green Talk IABHI pada Kamis, 16 April 2020. Menurut dia, wabah global telah memaksa kita untuk menempuh jalan satu-satunya, jalan niscaya, yang dulu kurang dipilih karena lebih terjal daripada rute lama, yakni business as usual (BAU), sesegera mungkin.
"Pembaharuan kesadaran dalam hal berbangunan hijau yang berketahanan di masa pasca-pandemi Covid-19 ini, kiranya akan membimbing kita menyusun roadmap yang menjawab tantangan dan langkah-langkah teknis terinci untuk diimplementasikan," ujarnya.
Sementara, Chairperson dari Green Building Council Indonesia (GBCI), Iwan Prijanto S mengatakan, pandemi Covid-19 merupakan sistem peringatan dini bagi umat manusia untuk melakukan perubahan. Hal ini sejalan dengan pemikiran bahwa peradaban eksploitasi planet sungguh-sungguh harus dikendalikan dan dihentikan.
Hal ini dikarenakan perilaku memancing alam melakukan keseimbangan baru (homeostatik) yang tak selalu dapat diperkirakan, sehingga mengancam keberlangsungan hidup eksistensi umat manusia dan planet secara keseluruhan. Sehingga, manusia tidak cukup hanya berdamai dengan alam, namun perlu berendah hati untuk memberi kesempatan kepada alam agar dapat memberikan layanan secara optimal pada umat manusia.
Iwan melanjutkan, belajar dan bekerja dari rumah telah menjadi bukti bahwa hunian yang merupakan salah satu tipologi bangunan, merupakan benteng perlindungan hidup keluarga. Hal ini memantapkan pentingnya kualitas bangunan sebagai wahana peradaban hidup yang baru.
"Bila dilihat bangunan sebagai individu, maka kinerja bangunan gedung tidak hanya dituntut untuk hemat dalam mengonsumsi sumber daya, namun dapat secara mandiri memanfaatkan sumber daya baru dan terbarukan, seperti energi terbarukan dan air hasil daur ulang," ujarnya. Dengan kata lain, gedung dituntut menjadi bangunan dengan emisi karbon nihil atau net zero carbon building.
Sementara, bila bangunan dilihat sebagai bagian dari lingkungan binaan, sangatlah penting integrasi antara ruang dalam dan ruang luar yang dapat menjamin kualitas udara sekaligus kenyamanan termal dengan bersikap responsif terhadap iklim tropis di Indonesia. Tentunya, integrasi ini tidak dapat dilepaskan dari keberadaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang dapat menciptakan iklim mikro yang kondusif.
Setiap individu dituntut pemahamannya akan bangunan hijau. Kompetensi ahli GB perlu sekali dijabarkan menjadi kompetensi masyarakat awam sehingga dapat menjadi life skill bagi setiap orang. Untuk itu, perlu penyederhanaan teknis, panduan mempraktikkan prinsip bangunan hijau yang lebih implementatif serta ketrampilan mengukur dengan menggunakan alat-alat ukur terkait kualitas ruang.
Dibutuhkan pula, platform aplikasi yang menarik bagi masyarakat luas untuk melakukan pemantauan mandiri dalam pengelolaan bangunan hijau melalui gawai seperti smartphone. Model bisnis jasa profesional ahli bangunan hijau harus dirumuskan dengan mengakomodasi etika dan kesadaran akan survivability yang lebih intensif.
Keahlian bangunan hijau disokong oleh disiplin ilmu lain seperti arsitektur, desain interior, lansekap, mekanikal, elektrikal dsb. Untuk itu sebagai suatu profesi, ahli bangunan hijau perlu memiliki kemampuan komunikasi ilmiah-profesional dan kolaborasi lintas disiplin ilmu. Sehingga, perannya dapat diperluas dan ditingkatkan baik secara jangkauan maupun kualitasnya untuk turut serta dalam berbagai upaya penerapan bangunan hijau.
Penyusunan standar teknis bangunan hijau; perintisan praktik bangunan hijau dalam lingkup kuasa yang dimilikinya; konsultansi penerapan bangunan hijau pada bangunan umum; serta pendidikan atau pelatihan kepada masyarakat luas, merupakan perwujudan dari peran sekaligus tanggung jawab moral, sosial dan profesional yang dapat terus digali oleh para ahli bangunan hijau.
(hab)
tulis komentar anda