Kasus Penganiayaan, Kuasa Hukum Wenhai Guan Sebut Kliennya Justru Korban
Jum'at, 22 Januari 2021 - 16:24 WIB
JAKARTA - Kuasa hukum Wenhai Guan, terdakwa kasus penganiayaan , membeberkan alasan kenapa kliennya tidak ditahan selama ini. Kuasa hukum berpendapat tidak ada dasar menahan kliennya karena Wenhai tidak ada upaya melarikan diri dan sangat koperatif dengan petugas.
Salah satu kuasa hukum Wenhai Guam, Adi Darmawansyah, menegaskan bahwa terkait penahanan adalah sudah semestinva kliennya tidak dilakukan penahanan sebagaimana ketentuan Pasal 21 ayat (1) KUHAP, berisi: "Terdakwa bisa ditahan apabila penyidik menilai atau khawatir tersangka atau terdakwa akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan/atau mengulangi tindak pidana (syarat subjektif)".
Kemudian Pasal 21 ayat (4) KUHAP menyatakan, " Penahanan tersebut hanya dapat dikenakan terhadap tersangka atau terdakwa yang melakukan tindak pidana dan atau percobaan maupun pemberian bantuan dalam tindak pidana tersebut dalam hal, pertama, tindak pidana itu diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih. Kedua, tindak pidana sebagaimang dimaksud dalam Pasal 282 ayat (3). Pasal 296, Pasa 335 ayat (1), Pasal 351 ayat (2), Pasal 353 ayat (1), Pasal 372, Pasal 378, Pasal 379 q. Pasal 453. Pasal 454. Pasal 455. Pasal 459. Pasal 480 dan Pasal 506 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Pasal 25 dan Pasal 26 Rechtenordonnantie (pelanggaran terhadap Ordonansi Bea dan Cukai, terakhir diubah dengan Staatsblad Tahun 1931 Nomor 471), Pasal 1, Pasal 2 dan Pasal 4 Undang-undang Tindak Pidana Imigrasi (Undang-undang Nomor 8 Drt. Tahun 1955, Lembaran Negara Tahun 1955 Nomor 8), Pasal 36 ayat (7), Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43. Pasal 47 dan Pasal 48 Undang-undang Nomor 9 Tahun 1976 tentang Narkotiko (Lembaran Negara Tahun 1976 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Nomor 30861." Pasal 21 ayat (4) KUHAP ini dikenal dengan syarat penahanan objektif.
Menurut dia, kliennya sebenarnya korban dari orang yang bersengketa dengan kleinnya tersebut, yakni Andy Cahyadi. Kliennya Wenhai Guan justru yang menjadi korban penganiayaan yang dilakukan oleh Andy. Insiden tersebut terjadi pada17 Agustus 2018 lalu, sebagaimana tercantum dalam Surat Pengembangan Hasil Penyelidikan Polres Jakarta Utara, dimana Andy Cahyadi adalah tersangkanya.
"Bahwa Andy Cahyadi adalah seorang residivis oleh karena telah melakukan pengulangan suatu tindak pidana oleh pelaku yang sama dan korban yang sama (klien Kami), dimana sebelumnya pada tanggal 3 Desember 2020 Andy Cahyadi dipidana selama 6 bulan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Utara dan kini Andy Cahyadi menjadi tersangka dalam kejahatan pidana penganiayaan tanggal 17 Agustus 2021 vang prosesnya sedang menunggu untuk disidangkan," tulis kuasa hukum dalam surat permintaan hak jawab yang diterima SINDOnews.
Kuasa hukum meminta hak jawab terkait pemberitaan SINDOnews pada tanggal 17 Januari 2021 dengan judul "WNA Pelaku Penganiayaan Dibiarkan Bebas" dan pemberitaan tanggal 18 Januari 2021 dengan judul "WNA Aniaya WNI di Apartemen, Persidangan Ungkap Fakta Baru.
Kuasa hukum menilai pemberitaan tersebut terkesan menyudutkan kliennya selaku pelaku yang bersalah walaupun belum ada keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Persidangan kliennya tersebut masih berlangsung sampai saat ini dan belum diputuskan bersalah oleh majelis hakim.
"Pemberitaan tersebut bersifat tendensius bersifat subiektif menyudutkan klien kami, terkait istilah "korban" vang hanya diberikan kepada Andy Cahyadi adalah tidak benar adanya," kata kuasa hukum.
Pihaknya juga menilai pemberitaan tidak cermat dan teliti karena tidak benar kejadiannya berada di apartemen. Yang benar adalah berada di Perumahan Garden House Marble 5 No 35 Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara.
"Bahwa terkait ketentuan Pasal 351 KUHP tanpa ketentuan Pasal 170 KUHP, sebagaimana Surat Dakwaan sudah dilakukannya proses pemeriksaan sebelumnya, baik penyelidikan, penyidikan maupun tahap pemeriksaan prapenuntutan dan tahap dua di kejaksaan, dimana pemeriksaan tersebut sudah dilakukan secara mendalam baik pemeriksaan saksi-saksi maupun alat bukti lainnya, sehingga tidak tepat jika pengacara MH. Isra hanya melihat dan memberikan satu kesimpulan dari persidangan awal saja mendengarkan kesaksian lainnya".
Salah satu kuasa hukum Wenhai Guam, Adi Darmawansyah, menegaskan bahwa terkait penahanan adalah sudah semestinva kliennya tidak dilakukan penahanan sebagaimana ketentuan Pasal 21 ayat (1) KUHAP, berisi: "Terdakwa bisa ditahan apabila penyidik menilai atau khawatir tersangka atau terdakwa akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan/atau mengulangi tindak pidana (syarat subjektif)".
Kemudian Pasal 21 ayat (4) KUHAP menyatakan, " Penahanan tersebut hanya dapat dikenakan terhadap tersangka atau terdakwa yang melakukan tindak pidana dan atau percobaan maupun pemberian bantuan dalam tindak pidana tersebut dalam hal, pertama, tindak pidana itu diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih. Kedua, tindak pidana sebagaimang dimaksud dalam Pasal 282 ayat (3). Pasal 296, Pasa 335 ayat (1), Pasal 351 ayat (2), Pasal 353 ayat (1), Pasal 372, Pasal 378, Pasal 379 q. Pasal 453. Pasal 454. Pasal 455. Pasal 459. Pasal 480 dan Pasal 506 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Pasal 25 dan Pasal 26 Rechtenordonnantie (pelanggaran terhadap Ordonansi Bea dan Cukai, terakhir diubah dengan Staatsblad Tahun 1931 Nomor 471), Pasal 1, Pasal 2 dan Pasal 4 Undang-undang Tindak Pidana Imigrasi (Undang-undang Nomor 8 Drt. Tahun 1955, Lembaran Negara Tahun 1955 Nomor 8), Pasal 36 ayat (7), Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43. Pasal 47 dan Pasal 48 Undang-undang Nomor 9 Tahun 1976 tentang Narkotiko (Lembaran Negara Tahun 1976 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Nomor 30861." Pasal 21 ayat (4) KUHAP ini dikenal dengan syarat penahanan objektif.
Menurut dia, kliennya sebenarnya korban dari orang yang bersengketa dengan kleinnya tersebut, yakni Andy Cahyadi. Kliennya Wenhai Guan justru yang menjadi korban penganiayaan yang dilakukan oleh Andy. Insiden tersebut terjadi pada17 Agustus 2018 lalu, sebagaimana tercantum dalam Surat Pengembangan Hasil Penyelidikan Polres Jakarta Utara, dimana Andy Cahyadi adalah tersangkanya.
"Bahwa Andy Cahyadi adalah seorang residivis oleh karena telah melakukan pengulangan suatu tindak pidana oleh pelaku yang sama dan korban yang sama (klien Kami), dimana sebelumnya pada tanggal 3 Desember 2020 Andy Cahyadi dipidana selama 6 bulan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Utara dan kini Andy Cahyadi menjadi tersangka dalam kejahatan pidana penganiayaan tanggal 17 Agustus 2021 vang prosesnya sedang menunggu untuk disidangkan," tulis kuasa hukum dalam surat permintaan hak jawab yang diterima SINDOnews.
Kuasa hukum meminta hak jawab terkait pemberitaan SINDOnews pada tanggal 17 Januari 2021 dengan judul "WNA Pelaku Penganiayaan Dibiarkan Bebas" dan pemberitaan tanggal 18 Januari 2021 dengan judul "WNA Aniaya WNI di Apartemen, Persidangan Ungkap Fakta Baru.
Kuasa hukum menilai pemberitaan tersebut terkesan menyudutkan kliennya selaku pelaku yang bersalah walaupun belum ada keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Persidangan kliennya tersebut masih berlangsung sampai saat ini dan belum diputuskan bersalah oleh majelis hakim.
"Pemberitaan tersebut bersifat tendensius bersifat subiektif menyudutkan klien kami, terkait istilah "korban" vang hanya diberikan kepada Andy Cahyadi adalah tidak benar adanya," kata kuasa hukum.
Pihaknya juga menilai pemberitaan tidak cermat dan teliti karena tidak benar kejadiannya berada di apartemen. Yang benar adalah berada di Perumahan Garden House Marble 5 No 35 Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara.
"Bahwa terkait ketentuan Pasal 351 KUHP tanpa ketentuan Pasal 170 KUHP, sebagaimana Surat Dakwaan sudah dilakukannya proses pemeriksaan sebelumnya, baik penyelidikan, penyidikan maupun tahap pemeriksaan prapenuntutan dan tahap dua di kejaksaan, dimana pemeriksaan tersebut sudah dilakukan secara mendalam baik pemeriksaan saksi-saksi maupun alat bukti lainnya, sehingga tidak tepat jika pengacara MH. Isra hanya melihat dan memberikan satu kesimpulan dari persidangan awal saja mendengarkan kesaksian lainnya".
(thm)
tulis komentar anda