KPK Diminta Cegah Terjadi Kongkalingkong Mafia Tanah dengan Lembaga Negara
Rabu, 23 Desember 2020 - 21:55 WIB
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diharap turun tangan untuk melakukan pencegahan terjadinya kongkalingkong alias kerja sama mafia tanah dengan oknum di Badan Pertanahan Nasional. Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia ( MAKI) Boyamin Saiman menilai KPK sangat perlu untuk membantu memberantas mafia tanah yang diduga bekerja sama dengan oknum BPN.
Dia menilai kasus pemalsuan sertifikat tanah seluas 7 hektare lebih di Cakung, Jakarta Timur, hanya salah satu dari sekian banyak kasus tersebut. “Saya kira sangat perlu KPK terjun, pak Firli kan selalu bicara pencegahan,” ujar penggiat antikorupsi ini, Rabu (23/12/2020).
Dia mengatakan, sertifikat ganda sangat banyak terjadi bukan hanya di Jakarta namun juga di daerah lain di Indonesia. Boyamin juga meminta KPK menindaklanjuti jika menemukan atau mendapat laporan dugaan mafia tanah, hingga pungli, apalagi suap ke BPN.
Boyamin menyebut oknum yang terlibat bukan hanya sekadar juru ukur dan petugas administrasi saja. Namun juga hingga tingkat pejabat. “Di Semarang beberapa waktu lalu level kejaksaan bisa OTT oknum pajabat,” ujarnya.
Hal senada dikatakan pengamat hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar. Menurut dia, persoalan tanah yang melibatkan birokrasi oknum pegawai atau pejabat di BPN adalah korupsi
“Korupsi dalam kasus pertanahan tidak hanya menyalahgunakan wewenang oleh birokrasi penyelenggara negara, tetapi sudah merugikan negara dan juga merugikan masyarakat,” tuturnya. (Baca juga; Polres Metro Jakarta Pusat Gelar Rapid Test Antigen Gratis di Stasiun Pasar Senen )
Sekjen Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Dewi Kartika mengatakan, pihaknya sejak lama menuntut KPK ikut turun tangan tidak hanya untuk memberantas mafia tanah, namun mengungkap korupsi agrarian. “Tapi selama ini belum ada pergerakan kebijakan atau eksekusi untuk menuntaskan kasus korupsi agrarian,” ujarnya, di kesempatan berbeda.
Dewi meminta KPK pasang mata karena kasus sertifikat ganda masih umum terjadi. “Mana yang palsu dan asli itu tidak hanya implikasi hukum atau sah dan tidak sah, tapi ada pidana kolusi dan korupsi, itu harus ditelusuri KPK,” katanya.
Seperti diketahui, kasus pemalsuan sertifikat tanah di Cakung menyeret tiga orang tersangka, yakni mantan juru ukur BPN Jakarta Timur Paryoto, Benny Tabalujan, dan Achmad Djufri. Saat ini Benny berada di Australia dan masuk Daftar Pencarian Orang (DPO).
Achmad Djufri saat ini sedang menjalani persidangan di PN Jakarta Timur dengan nomor perkara 993/Pid.B/2020/PN Jkt.Tim. Sementara mantan Juru Ukur BPN, Paryoto divonis bebas. Namun Jaksa melayangkan Kasasi ke MA. (Baca juga; Sidak Kampung Rambutan, Kakorlantas Cek Pengemudi hingga Kondisi Bus )
Kasus ini bermula ketika pelapor Abdul Halim hendak melakukan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) di BPN Jakarta Timur. Saat itu, Abdul Halim terkejut karena pihak BPN mengatakan ada 38 sertifikat diatas tanah milik, Abdul Halim dengan nama PT. Salve Veritate yang diketahui milik Benny Simon Tabalujan dan rekannya, Achmad Djufri.
Dalam kasus ini, Polda Metro Jaya menetapkan Benny Simon Tabalujan sebagai tersangka. Benny juga sudah menjadi DPO karena selalu mangkir dari panggilan penyidik. Benny juga dilaporkan beberapa pihak lain terkait kasus tanah.
Dia menilai kasus pemalsuan sertifikat tanah seluas 7 hektare lebih di Cakung, Jakarta Timur, hanya salah satu dari sekian banyak kasus tersebut. “Saya kira sangat perlu KPK terjun, pak Firli kan selalu bicara pencegahan,” ujar penggiat antikorupsi ini, Rabu (23/12/2020).
Dia mengatakan, sertifikat ganda sangat banyak terjadi bukan hanya di Jakarta namun juga di daerah lain di Indonesia. Boyamin juga meminta KPK menindaklanjuti jika menemukan atau mendapat laporan dugaan mafia tanah, hingga pungli, apalagi suap ke BPN.
Boyamin menyebut oknum yang terlibat bukan hanya sekadar juru ukur dan petugas administrasi saja. Namun juga hingga tingkat pejabat. “Di Semarang beberapa waktu lalu level kejaksaan bisa OTT oknum pajabat,” ujarnya.
Hal senada dikatakan pengamat hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar. Menurut dia, persoalan tanah yang melibatkan birokrasi oknum pegawai atau pejabat di BPN adalah korupsi
“Korupsi dalam kasus pertanahan tidak hanya menyalahgunakan wewenang oleh birokrasi penyelenggara negara, tetapi sudah merugikan negara dan juga merugikan masyarakat,” tuturnya. (Baca juga; Polres Metro Jakarta Pusat Gelar Rapid Test Antigen Gratis di Stasiun Pasar Senen )
Sekjen Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Dewi Kartika mengatakan, pihaknya sejak lama menuntut KPK ikut turun tangan tidak hanya untuk memberantas mafia tanah, namun mengungkap korupsi agrarian. “Tapi selama ini belum ada pergerakan kebijakan atau eksekusi untuk menuntaskan kasus korupsi agrarian,” ujarnya, di kesempatan berbeda.
Dewi meminta KPK pasang mata karena kasus sertifikat ganda masih umum terjadi. “Mana yang palsu dan asli itu tidak hanya implikasi hukum atau sah dan tidak sah, tapi ada pidana kolusi dan korupsi, itu harus ditelusuri KPK,” katanya.
Seperti diketahui, kasus pemalsuan sertifikat tanah di Cakung menyeret tiga orang tersangka, yakni mantan juru ukur BPN Jakarta Timur Paryoto, Benny Tabalujan, dan Achmad Djufri. Saat ini Benny berada di Australia dan masuk Daftar Pencarian Orang (DPO).
Achmad Djufri saat ini sedang menjalani persidangan di PN Jakarta Timur dengan nomor perkara 993/Pid.B/2020/PN Jkt.Tim. Sementara mantan Juru Ukur BPN, Paryoto divonis bebas. Namun Jaksa melayangkan Kasasi ke MA. (Baca juga; Sidak Kampung Rambutan, Kakorlantas Cek Pengemudi hingga Kondisi Bus )
Kasus ini bermula ketika pelapor Abdul Halim hendak melakukan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) di BPN Jakarta Timur. Saat itu, Abdul Halim terkejut karena pihak BPN mengatakan ada 38 sertifikat diatas tanah milik, Abdul Halim dengan nama PT. Salve Veritate yang diketahui milik Benny Simon Tabalujan dan rekannya, Achmad Djufri.
Dalam kasus ini, Polda Metro Jaya menetapkan Benny Simon Tabalujan sebagai tersangka. Benny juga sudah menjadi DPO karena selalu mangkir dari panggilan penyidik. Benny juga dilaporkan beberapa pihak lain terkait kasus tanah.
(wib)
tulis komentar anda