Menempatkan Gisel dan Jedar sebagai Korban

Senin, 16 November 2020 - 07:31 WIB
Penyebarluasan materi pribadi yang dianggap mirip dengan penampilan Gisel dan Jedar yang merupakan grafik tubuh perempuan menjadi suatu objek yang ditransaksikan dalam berbagai platform digital. Tentunya terdapat implikasi keuntungan material bagi para pengunggah karena kontennya mendapatkan atensi dari penontonnya.

Para produser konten baik institusi maupun perseorangan mengambil manfaat dari beredarnya video pribadi ini. Sebagian menunjukkannya dengan sikap yang antipati dengan memojokkan Gisel dan Jedar, pihak yang sekali lagi saat ini secara sah belum teruji benar tidaknya keberadaan mereka pada tayangan yang diperbincangkan. Akan tetapi keduanya telah mengalami apa yang disebut sebagai trial by the (social) media. Stigma negatif telah lebih dahulu dialami oleh keduanya sebelum adanya putusan formal dari otoritas berwenang. (Baca juga: Tren Selfie Maut: Narsis Berujung Nyawa Melayang)

Keterlibatan Anak sebagai Pelaku

Di samping pihak yang terdapat pada materi tayangan, beberapa laporan menjelaskan adanya keterlibatan anak sebagai salah satu pengunggah dan penyebar-luas materi pribadi yang dianggap mirip Gisel dan Jedar. Apabila benar adanya keterlibatan pelaku anak di bawah umur, perlakuan terhadap anak yang berhadapan dengan hukum tetap perlu memperhatikan prinsip-prinsip khusus dalam perlindungan anak.

Tentunya perilaku anak dalam mengunggah materi di media publik belum sepenuhnya didasarkan pada perhitungan yang matang. Untuk itu pendekatan normatif dalam memperlakukan anak yang terlibat dalam kasus ini sebaiknya tidak didorong dengan semangat menghukum, tetapi mendidik dan merehabilitasi.

Kontrol Sosial Berbasis Solidaritas

Respons masyarakat terhadap perilaku yang dianggap bertentangan dengan nilai bersama pada prinsipnya menunjukkan bahwa sebuah norma telah bekerja. Dalam kasus video tayangan mirip Gisel dan Jedar , respons-respons yang ada sebenarnya mengindikasikan bahwa distribusi tayangan yang beredar dan menjadi konsumsi publik bukanlah suatu keadaan yang diharapkan. (Lihat videonya: Dana nasabah Raib, Keamanan Perbankan Dipertanyakan)

Masyarakat Indonesia memerlukan kontrol sosial agar nilai-nilai bersama dapat terus dihormati dan menjadi acuan perilaku, tetapi kontrol sosial yang berbasis solidaritas. Bukan kontrol sosial yang berorientasi pada penghakiman sosial, pengucilan, dan stigma yang berpotensi menjadikan pihak-pihak tertentu menjadi korban.
(ysw)
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More