Dilema Pembukaan Bioskop pada Masa Pandemi Covid-19
Rabu, 09 September 2020 - 07:49 WIB
“Ajak kami ikut bicara, karena kami melihat pemerintah ragu dalam mengambil keputusan," tambah Ketua GPBSI ini. Jika dihitung, paling tidak sejak Idul Fitri lalu sampai sekarang, ada ratusan judul film yang tidak bisa tayang di bioskop.
Tercatat sejak bioskop ditutup hingga Lebaran Idul Fitri lalu, 110 judul film tidak jadi beredar, film impor juga turut menyetop kirimannya. Akibatnya, kerugian yang dialami pengusaha bioskop selama pandemi sangat besar.
"Dampak penutupan bioskop ini hampir semua karyawan kelompok usaha 21/XXI dan CGV banyak yang di-PHK dan dirumahkan. Sementara bioskop tetap membutuhkan perawatan, sedangkan biaya perawatan proyektor digital sangat mahal, bisa di angka Rp80 juta-Rp100 juta," tutur Djonny.
Djonny menambahkan, tidak boleh ada diskriminasi dalam menentukan kebijakan. "Saat ini penerbangan, kereta api, stasiun, pasar, mal, angkutan umum diperbolehkan, mengapa bioskop yang secara infrastruktur jauh lebih aman belum boleh, ada apa ini?” ucap Djonny.
Dia menekankan, berdasarkan sebuah penelitian di beberapa negara yang membolehkan bioskop dibuka, seperti Jerman, Inggris, dan Singapura, persentase penularan di bioskop cuma 0,3%, relatif kecil.
Djonny Syafruddin menyatakan, pemilik film ingin melihat respons masyarakat, apakah pembukaan tempat hiburan itu mendapat respons positif atau malah sebaliknya. Sebab, bila di pusat kegiatan perekonomian saja sepi, kemungkinan besar daerah lain akan bernasib serupa.
"Jadi yang terbaik Jakarta dulu buka supaya di daerah bisa bergerak. Buat jadi contoh. Yang punya film juga enggak mau edaran kalau cuma di daerah-daerah saja. Karena market terbesar Jakarta. Daerah pusat ekonomi," kata Djonny. (Baca juga: Mengenal Penyakit Batu Empedu Sejak Dini)
Saat ini sudah ada 65% kota atau kabupaten di Indonesia yang diizinkan membuka bioskop. Daerah-daerah itu menyebar di Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, dan Kalimantan.
Selain itu, dia ingin agar pajak tontonan diseragamkan menjadi 10%. “Jangan dipungut dulu selama setahun ini, sepanjang pandemi dan new normal masih berlangsung,” ungkapnya.
Manoj Punjabi sebagai produser film mengaku hal ini sangat merugikan. "Kalau saya sebagai produser jelas, ini kan merugikan dan mengganggu ekosistem industri film Tanah Air," kata Manoj. M
Tercatat sejak bioskop ditutup hingga Lebaran Idul Fitri lalu, 110 judul film tidak jadi beredar, film impor juga turut menyetop kirimannya. Akibatnya, kerugian yang dialami pengusaha bioskop selama pandemi sangat besar.
"Dampak penutupan bioskop ini hampir semua karyawan kelompok usaha 21/XXI dan CGV banyak yang di-PHK dan dirumahkan. Sementara bioskop tetap membutuhkan perawatan, sedangkan biaya perawatan proyektor digital sangat mahal, bisa di angka Rp80 juta-Rp100 juta," tutur Djonny.
Djonny menambahkan, tidak boleh ada diskriminasi dalam menentukan kebijakan. "Saat ini penerbangan, kereta api, stasiun, pasar, mal, angkutan umum diperbolehkan, mengapa bioskop yang secara infrastruktur jauh lebih aman belum boleh, ada apa ini?” ucap Djonny.
Dia menekankan, berdasarkan sebuah penelitian di beberapa negara yang membolehkan bioskop dibuka, seperti Jerman, Inggris, dan Singapura, persentase penularan di bioskop cuma 0,3%, relatif kecil.
Djonny Syafruddin menyatakan, pemilik film ingin melihat respons masyarakat, apakah pembukaan tempat hiburan itu mendapat respons positif atau malah sebaliknya. Sebab, bila di pusat kegiatan perekonomian saja sepi, kemungkinan besar daerah lain akan bernasib serupa.
"Jadi yang terbaik Jakarta dulu buka supaya di daerah bisa bergerak. Buat jadi contoh. Yang punya film juga enggak mau edaran kalau cuma di daerah-daerah saja. Karena market terbesar Jakarta. Daerah pusat ekonomi," kata Djonny. (Baca juga: Mengenal Penyakit Batu Empedu Sejak Dini)
Saat ini sudah ada 65% kota atau kabupaten di Indonesia yang diizinkan membuka bioskop. Daerah-daerah itu menyebar di Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, dan Kalimantan.
Selain itu, dia ingin agar pajak tontonan diseragamkan menjadi 10%. “Jangan dipungut dulu selama setahun ini, sepanjang pandemi dan new normal masih berlangsung,” ungkapnya.
Manoj Punjabi sebagai produser film mengaku hal ini sangat merugikan. "Kalau saya sebagai produser jelas, ini kan merugikan dan mengganggu ekosistem industri film Tanah Air," kata Manoj. M
tulis komentar anda