Kebijakan Jam Malam di Kota Bogor Bikin Anggota DPRD hingga Pedagang Menjerit
Kamis, 03 September 2020 - 11:30 WIB
BOGOR - Pemberlakuan jam malam atau pembatasan aktivitas warga di luar ruangan hingga pukul 21.00 WIB untuk menekan tingginya kasus positif Covid-19 di Kota Bogor terus menuai polemik. Tak sedikit dari mereka yang mempersoalkan tentang Pembatasan Sosial Berskala Mikro (PSBMK) sebagai respons dari ditetapkannya Kota Bogor sebagai zona merah.
Mulai dari kesannya terburu-buru tanpa memikirkan dampak negatif terhadap perekonomian hingga pemborosan anggaran. Seperti yang diungkapkan Andri (43), pedagang nasi goreng yang biasa mangkal di kawasan Simpang Yasmin-Semplak, Bogor Barat, Kota Bogor ini. Dia mengaku omzetnya anjlok sejak diterapkannya kebijakan jam malam tersebut.
"Masa kita dilarang berjualan mulai pukul 18.00 WIB, jam segitu itu kita baru mulai buka, bahkan belum dapat pelanggan sama sekali," kata Andri kepada wartawan Kamis (3/9/2020). Bahkan, hingga saat ini terpaksa harus kucing-kucingan dengan petugas karena khawatir dirazia dan dikenakan denda besar.
Keluhan serupa diungkapkan Jufri, pedagang ketoprak malam di kawasan simpang Kebon Pedes, Tanah Sareal, Kota Bogor. "Bagaimana mau berjualan, jika kita dilarang berdagang mulai jam 6 sore. Kalau seperti ini, bisa-bisa bangkrut saya. Makanya saya beranikan diri saja tetap berjualan," katanya saat ditemui di simpang perlintasan sebidang Kebon Pedes.
Berdasarkan pantauan sejak awal diberlakukannya jam malam, tepatnya 28 Agustus 2020 hingga Rabu (2/9/2020) kawasan pusat kuliner malam hari di Kota Bogor, seperti di Jembatan Merah yang terkenal dengan jajanan doclang, bubur dan cemilan khas malam hari lainnya terlihat sepi. (Baca: Satpol PP Kab Bogor Razia Panti Pijat, Perempuan Berdaster dan Baju Seksi Berhamburan)
Begitu pula di kawasan Air Mancur hingga Warung Jambu, tak ada lagi riuh aktivitas warga Kota Hujan yang hampir setiap malam, tepatnya hingga pukul 02.00 WIB, selalu ada kehidupan. Di Simpang Sukasari hingga Empang, juga serupa. Begitu pula di kawasan Bogor Trade Mall dan Tugu Kujang, sudah tak terlihat lagi kegiatan malam hari.
Sementara itu, Anggota Fraksi Gerindra DPRD Kota Bogor, SM Mohan, sangat menyayangkan reaksi berlebihan yang dilakukan Pemkot Bogor dalam menyikapi lonjakan kasus virus yang menyerang saluran pernapasan ini. "Sebaiknya Wali Kota tidak perlu mengeluarkan Perwali (Peraturan Walikota nomor 107) tentang PSBMK yang didalam mengatur tentang pemberlakuan jam malam di Kota Bogor," jelasnya.
Mohan menyatakan dengan diberlakukannya protokol kesehatan secara ketat seperti sekarang ini tidaklah tepat dan kurang bijak tanpa mempertimbangkan dampak ekonomi dan sosial."Lebih tepatnya, cukup dengan pengawasan dan sanksi tegas saja. Yang penting masyarakat disiplin menggunakan masker tak berkerumun dan rajin mencuci tangan dengan sabun," katanya.
Dia juga menilai, upaya Pemkot Bogor dalam menekan angka kasus Covid-19 yang hingga saat ini telah mencapai 666 orang itu terkesan memberikan rasa cemas dan takut. Terlebih hampir setiap hari, puluhan bahkan ratusan pertugas gabungan dari Satpol PP Kota Bogor dibantu TNI dan Polri melakukan patroli serta sweeping terhadap warga yang masih beraktifitas di atas pukul 18.00 WIB di mal, cafe maupun toko.
Mulai dari kesannya terburu-buru tanpa memikirkan dampak negatif terhadap perekonomian hingga pemborosan anggaran. Seperti yang diungkapkan Andri (43), pedagang nasi goreng yang biasa mangkal di kawasan Simpang Yasmin-Semplak, Bogor Barat, Kota Bogor ini. Dia mengaku omzetnya anjlok sejak diterapkannya kebijakan jam malam tersebut.
"Masa kita dilarang berjualan mulai pukul 18.00 WIB, jam segitu itu kita baru mulai buka, bahkan belum dapat pelanggan sama sekali," kata Andri kepada wartawan Kamis (3/9/2020). Bahkan, hingga saat ini terpaksa harus kucing-kucingan dengan petugas karena khawatir dirazia dan dikenakan denda besar.
Keluhan serupa diungkapkan Jufri, pedagang ketoprak malam di kawasan simpang Kebon Pedes, Tanah Sareal, Kota Bogor. "Bagaimana mau berjualan, jika kita dilarang berdagang mulai jam 6 sore. Kalau seperti ini, bisa-bisa bangkrut saya. Makanya saya beranikan diri saja tetap berjualan," katanya saat ditemui di simpang perlintasan sebidang Kebon Pedes.
Berdasarkan pantauan sejak awal diberlakukannya jam malam, tepatnya 28 Agustus 2020 hingga Rabu (2/9/2020) kawasan pusat kuliner malam hari di Kota Bogor, seperti di Jembatan Merah yang terkenal dengan jajanan doclang, bubur dan cemilan khas malam hari lainnya terlihat sepi. (Baca: Satpol PP Kab Bogor Razia Panti Pijat, Perempuan Berdaster dan Baju Seksi Berhamburan)
Begitu pula di kawasan Air Mancur hingga Warung Jambu, tak ada lagi riuh aktivitas warga Kota Hujan yang hampir setiap malam, tepatnya hingga pukul 02.00 WIB, selalu ada kehidupan. Di Simpang Sukasari hingga Empang, juga serupa. Begitu pula di kawasan Bogor Trade Mall dan Tugu Kujang, sudah tak terlihat lagi kegiatan malam hari.
Sementara itu, Anggota Fraksi Gerindra DPRD Kota Bogor, SM Mohan, sangat menyayangkan reaksi berlebihan yang dilakukan Pemkot Bogor dalam menyikapi lonjakan kasus virus yang menyerang saluran pernapasan ini. "Sebaiknya Wali Kota tidak perlu mengeluarkan Perwali (Peraturan Walikota nomor 107) tentang PSBMK yang didalam mengatur tentang pemberlakuan jam malam di Kota Bogor," jelasnya.
Mohan menyatakan dengan diberlakukannya protokol kesehatan secara ketat seperti sekarang ini tidaklah tepat dan kurang bijak tanpa mempertimbangkan dampak ekonomi dan sosial."Lebih tepatnya, cukup dengan pengawasan dan sanksi tegas saja. Yang penting masyarakat disiplin menggunakan masker tak berkerumun dan rajin mencuci tangan dengan sabun," katanya.
Dia juga menilai, upaya Pemkot Bogor dalam menekan angka kasus Covid-19 yang hingga saat ini telah mencapai 666 orang itu terkesan memberikan rasa cemas dan takut. Terlebih hampir setiap hari, puluhan bahkan ratusan pertugas gabungan dari Satpol PP Kota Bogor dibantu TNI dan Polri melakukan patroli serta sweeping terhadap warga yang masih beraktifitas di atas pukul 18.00 WIB di mal, cafe maupun toko.
tulis komentar anda