Akses JCC Ditutup, Eks Pengelola JCC Tetap Lanjutkan Proses Hukum
Selasa, 21 Januari 2025 - 15:46 WIB
Yosep Badoeda, kuasa hukum PT GSP menyayangkan perlakuan direksi PPKGBK kepada PT GSP selaku mitra pengelola JCC yang telah berjalan bersama selama puluhan tahun. Terlebih tindakan pengambilalihan secara paksa JCC dilakukan di saat proses hukum tengah berjalan.
"Tindakan direksi PPKGBK mengambil alih JCC saat proses hukum masih berlangsung mencederai asas keadilan dan prinsip hukum yang berlaku. Seharusnya direksi PPKGBK sebagai perpanjangan tangan pemerintah menjadi contoh yang baik ketika berproses hukum, bukan sebaliknya yang justru menunjukkan sikap arogansi dan unjuk kekuasaan," kata Yosep.
Untuk itu, Yosep berharap pemerintah melihat masalah ini secara lebih luas dan menciptakan suasana yang kondusif bagi industri MICE di Indonesia. Mengingat JCC memiliki peran strategis sebagai pusat kegiatan MICE, sehingga perlindungan terhadap ekosistem ini menjadi sangat penting.
"Dengan menjaga stabilitas JCC, dampak positif terhadap ekonomi nasional dan banyak pelaku usaha yang bergantung pada industri ini dapat terus terjaga," katanya.
Yosep menegaskan pihaknya akan terus melanjutan gugatan perdata atas pelanggaran pasal 8.2 perjanjian BOT yang telah disepakati PT GSP dan PPKGBK di tahun 1991 ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Sesuai klausul tersebut PT GSP menjadi pihak pertama untuk melanjutkan perpanjangan kerjasama pengelolaan JCC. Namun direksi PPKGBK tidak pernah menganggap pasal 8.2 tersebut dan hanya berpedoman pada pasal 8.1 kontrak kerjasama dimana PT GSP harus menyerahkan aset BOT pada saat kontrak berakhir pada 21 Oktober 2024.
"Kami berinvestasi dan membangun JCC menjadi ikon MICE dengan kesepakatan yang jelas dan terukur. Karena itu sebagai investor PT GSP hanya memohon kepada pemerintah untuk memberikan kepastian hukum atas kesepakatan tahun 1991 tersebut," tutupnya.
"Tindakan direksi PPKGBK mengambil alih JCC saat proses hukum masih berlangsung mencederai asas keadilan dan prinsip hukum yang berlaku. Seharusnya direksi PPKGBK sebagai perpanjangan tangan pemerintah menjadi contoh yang baik ketika berproses hukum, bukan sebaliknya yang justru menunjukkan sikap arogansi dan unjuk kekuasaan," kata Yosep.
Untuk itu, Yosep berharap pemerintah melihat masalah ini secara lebih luas dan menciptakan suasana yang kondusif bagi industri MICE di Indonesia. Mengingat JCC memiliki peran strategis sebagai pusat kegiatan MICE, sehingga perlindungan terhadap ekosistem ini menjadi sangat penting.
"Dengan menjaga stabilitas JCC, dampak positif terhadap ekonomi nasional dan banyak pelaku usaha yang bergantung pada industri ini dapat terus terjaga," katanya.
Yosep menegaskan pihaknya akan terus melanjutan gugatan perdata atas pelanggaran pasal 8.2 perjanjian BOT yang telah disepakati PT GSP dan PPKGBK di tahun 1991 ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Sesuai klausul tersebut PT GSP menjadi pihak pertama untuk melanjutkan perpanjangan kerjasama pengelolaan JCC. Namun direksi PPKGBK tidak pernah menganggap pasal 8.2 tersebut dan hanya berpedoman pada pasal 8.1 kontrak kerjasama dimana PT GSP harus menyerahkan aset BOT pada saat kontrak berakhir pada 21 Oktober 2024.
"Kami berinvestasi dan membangun JCC menjadi ikon MICE dengan kesepakatan yang jelas dan terukur. Karena itu sebagai investor PT GSP hanya memohon kepada pemerintah untuk memberikan kepastian hukum atas kesepakatan tahun 1991 tersebut," tutupnya.
(abd)
Lihat Juga :
tulis komentar anda