Transportasi Umum Harus Higienis dan Terapkan Protokol Kesehatan
Senin, 03 Agustus 2020 - 10:07 WIB
Terakhir, kelompok yang menggunakan kendaraan pribadi. Mereka biasanya mengeluarkan biaya sekitar Rp3-4 juta per bulan. Bahkan bisa mencapai Rp7,5 juta jika menggunakan sopir.
Di masa pandemi ini, kapasitas transportasi umum tidak mungkin diisi penuh. Contohnya, kapasitas kereta rel listrik (krl) dibatasi 35-35 persen atau satu gerbong sekitar 74 orang.
Guna memenuhi mobilitas warga Jabodetabek untuk berbagai kegiatan selama pandemi, perlu diciptakan tiga bentuk layanan transportasi umum. Pertama, krl lebih diprioritaskan untuk kelompok berpenghasilan UMK dan milenial dengan pendapatan kurang dari Rp10 juta per bulan.
Kedua, layanan bus JR Connexion diberikan subsidi sehingga tarifnya berkisar Rp10-15 ribu. Ketiga, JR Connexion tanpa subsidi diberikan pada perumahan kelas menengah ke atas dengan tarif Rp20-25 ribu.
“Operasional krl di akhir pekan dan hari libur tidak perlu mendapatkan subsidi. Anggaran subsidinya dialihkan untuk operasional JR Connexion,” tuturnya.
Djoko mengusulkan bus-bus JR Connexion dilengkapi dengan tempat sepeda. Jadi dari rumah menggunakan sepeda ke halte. Kemudian, sepeda dinaikkan ke dalam bus. “Setiba di tujuan, sepeda diturunkan dan kembali dikayuh menuju tempat bekerja,” ucapnya.
Djoko memaparkan tantangan utama penggunaan transportasi umum adalah menerapkan jaga jarak. Sementara untuk protokol Covid-19 lain, seperti cuci tangan, menggunakan masker, pemeriksaan suhu tubuh, serta pembersihan sarana dan prasarana relatif dapat dilaksanakan dengan baik.
“Untuk meyakinkan warga masih tetap mau menggunakan transportasi umum, pemerintah harus mengawasi penyelenggaraan transportasi umum yang higienis. Tentu saja, dengan mengikuti aturan protokol kesehatan,” pungkasnya.
Di masa pandemi ini, kapasitas transportasi umum tidak mungkin diisi penuh. Contohnya, kapasitas kereta rel listrik (krl) dibatasi 35-35 persen atau satu gerbong sekitar 74 orang.
Guna memenuhi mobilitas warga Jabodetabek untuk berbagai kegiatan selama pandemi, perlu diciptakan tiga bentuk layanan transportasi umum. Pertama, krl lebih diprioritaskan untuk kelompok berpenghasilan UMK dan milenial dengan pendapatan kurang dari Rp10 juta per bulan.
Kedua, layanan bus JR Connexion diberikan subsidi sehingga tarifnya berkisar Rp10-15 ribu. Ketiga, JR Connexion tanpa subsidi diberikan pada perumahan kelas menengah ke atas dengan tarif Rp20-25 ribu.
“Operasional krl di akhir pekan dan hari libur tidak perlu mendapatkan subsidi. Anggaran subsidinya dialihkan untuk operasional JR Connexion,” tuturnya.
Djoko mengusulkan bus-bus JR Connexion dilengkapi dengan tempat sepeda. Jadi dari rumah menggunakan sepeda ke halte. Kemudian, sepeda dinaikkan ke dalam bus. “Setiba di tujuan, sepeda diturunkan dan kembali dikayuh menuju tempat bekerja,” ucapnya.
Djoko memaparkan tantangan utama penggunaan transportasi umum adalah menerapkan jaga jarak. Sementara untuk protokol Covid-19 lain, seperti cuci tangan, menggunakan masker, pemeriksaan suhu tubuh, serta pembersihan sarana dan prasarana relatif dapat dilaksanakan dengan baik.
“Untuk meyakinkan warga masih tetap mau menggunakan transportasi umum, pemerintah harus mengawasi penyelenggaraan transportasi umum yang higienis. Tentu saja, dengan mengikuti aturan protokol kesehatan,” pungkasnya.
(mhd)
tulis komentar anda