PJJ Butuh Modal Kuota Internet, Jutaan Anak Terancam Putus Sekolah
Rabu, 15 Juli 2020 - 16:45 WIB
DEPOK - Pada tahun ajaran baru 2020/2021 ini umumnya siswa masih melakukan metode pembelajaran jarak jauh (PJJ) alias belajar dari rumah dengan cara daring (online). Fasilitas utama yang diperlukan adalah gawai yang memadai dan juga kuota internet untuk mengakses kelancaran proses PJJ.
Namun banyak orang tua mengeluh perihal membengkaknya pengeluaran untuk kelancaran PJJ. Sebab orang tua harus menyisihkan uang lebih untuk membeli kuota internet.
Keluhan itu pun didengar oleh Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Arist Merdeka Sirait. Dia menuturkan, pemerintah diminta memberikan keringanan atau stimulus pada rakyat, agar anak-anak yang sekolah di rumah tetap bisa melanjutkan kegiatan belajar mengajar dengan sistem online. (Baca juga: Dilema Belajar di Rumah: Kalau Dulu Hanya Uang Jajan, Sekarang Tambah Biaya Kuota Internet)
“Harus ada stimulus dari Kemendikbud, bukan hanya dana bos (biaya operasional sekolah) dan sekolah pintar, tapi dana internet itu harus distimulus pemerintah. Kalau ada 2-3 anak yang sekolah dalam satu keluarga, kan biayanya itu tinggi,” ujarnya, Rabu (15/7/2020).
Saat ini, Komnas PA sedang mendorong adanya bantuan internet gratis pada anak melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu). “Usul saya menggratiskan itu, dan ini sedang dikonsultasikan dengan Kemenkeu. Jika itu tidak dilakukan, itu pelanggaran dan Komnas PA akan terus bersama keluarga memperjuangkan itu,” katanya.
Arist berpendapat, jika hal itu tidak segera direalisasikan, maka akan banyak anak-anak yang putus sekolah karena tidak dapat mengikuti proses belajar mengajar secara daring. “Jutaan anak yang akan terdampak. Itu kita masih bicara yang terlihat di kota besar, tapi di perbatasan, daerah bencana sulit dijangkau, maka internet harus dipasang dan inikan (pandemi) masih panjang,” tuturnya. (Baca juga: (Baca juga: Begini Repotnya Orang Tua Ngurusi Anak Belajar Daring)
Pada prinsipnya dia mendukung kebijakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim, melakukan PJJ untuk mencegah penyebaran Covid19. Namun dia meminta agar pemerintah memberi perhatian pada rakyat untuk kelancaran PJJ.
“Ini kan seolah-seolah dipaksakan. Nadiem mengatakan 96 persen belum bisa tatap muka. Komnas PA sampai sekarang juga mendukung agar jangan sampai ada yang memberikan itu, siapa mau tanggung jawab kalau anak terkena virus Corona, karena di Jepang dan Korea, 2 hari masuk langsung 70 orang yang meninggal,” ucapnya.
Arist menegaskan, Nadiem harus konsiten dengan kebijakan tersebut. “Jangan plin-plan. Dia bilang 96 persen harus daring, ya lakukan,” tegasnya. (Baca juga: Begini Repotnya Orang Tua Ngurusi Anak Belajar Daring)
Dia juga menyoroti pentingnya perhatian bagi siswa yang berada di daerah pedalaman. Menurutnya ini menjadi tanggung jawab Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo).
“Kita sudah usul bantuan itu sampai ke perbatasan dan daerah bencana. Internet harus gratis. Itu tanggung jawab Menkominfo. Bisa kerja sama, jangan diberikan kebijakan yang mengambang,” tegasnya.
Namun banyak orang tua mengeluh perihal membengkaknya pengeluaran untuk kelancaran PJJ. Sebab orang tua harus menyisihkan uang lebih untuk membeli kuota internet.
Keluhan itu pun didengar oleh Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Arist Merdeka Sirait. Dia menuturkan, pemerintah diminta memberikan keringanan atau stimulus pada rakyat, agar anak-anak yang sekolah di rumah tetap bisa melanjutkan kegiatan belajar mengajar dengan sistem online. (Baca juga: Dilema Belajar di Rumah: Kalau Dulu Hanya Uang Jajan, Sekarang Tambah Biaya Kuota Internet)
“Harus ada stimulus dari Kemendikbud, bukan hanya dana bos (biaya operasional sekolah) dan sekolah pintar, tapi dana internet itu harus distimulus pemerintah. Kalau ada 2-3 anak yang sekolah dalam satu keluarga, kan biayanya itu tinggi,” ujarnya, Rabu (15/7/2020).
Saat ini, Komnas PA sedang mendorong adanya bantuan internet gratis pada anak melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu). “Usul saya menggratiskan itu, dan ini sedang dikonsultasikan dengan Kemenkeu. Jika itu tidak dilakukan, itu pelanggaran dan Komnas PA akan terus bersama keluarga memperjuangkan itu,” katanya.
Arist berpendapat, jika hal itu tidak segera direalisasikan, maka akan banyak anak-anak yang putus sekolah karena tidak dapat mengikuti proses belajar mengajar secara daring. “Jutaan anak yang akan terdampak. Itu kita masih bicara yang terlihat di kota besar, tapi di perbatasan, daerah bencana sulit dijangkau, maka internet harus dipasang dan inikan (pandemi) masih panjang,” tuturnya. (Baca juga: (Baca juga: Begini Repotnya Orang Tua Ngurusi Anak Belajar Daring)
Pada prinsipnya dia mendukung kebijakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim, melakukan PJJ untuk mencegah penyebaran Covid19. Namun dia meminta agar pemerintah memberi perhatian pada rakyat untuk kelancaran PJJ.
“Ini kan seolah-seolah dipaksakan. Nadiem mengatakan 96 persen belum bisa tatap muka. Komnas PA sampai sekarang juga mendukung agar jangan sampai ada yang memberikan itu, siapa mau tanggung jawab kalau anak terkena virus Corona, karena di Jepang dan Korea, 2 hari masuk langsung 70 orang yang meninggal,” ucapnya.
Arist menegaskan, Nadiem harus konsiten dengan kebijakan tersebut. “Jangan plin-plan. Dia bilang 96 persen harus daring, ya lakukan,” tegasnya. (Baca juga: Begini Repotnya Orang Tua Ngurusi Anak Belajar Daring)
Dia juga menyoroti pentingnya perhatian bagi siswa yang berada di daerah pedalaman. Menurutnya ini menjadi tanggung jawab Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo).
“Kita sudah usul bantuan itu sampai ke perbatasan dan daerah bencana. Internet harus gratis. Itu tanggung jawab Menkominfo. Bisa kerja sama, jangan diberikan kebijakan yang mengambang,” tegasnya.
(thm)
tulis komentar anda