Jadwal di Tiap Daerah Berantakan, MK Harus Tolak Perppu Pilkada

Rabu, 24 Desember 2014 - 05:05 WIB
Jadwal di Tiap Daerah...
Jadwal di Tiap Daerah Berantakan, MK Harus Tolak Perppu Pilkada
A A A
DEPOK - Penyelenggaraan Pilkada di seluruh daerah di Indonesia menjadi berantakan buntut dari UU MD3 serta Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu).

Salah satu contoh kasus, Pilkada Depok yang semestinya digelar tahun 2015 dengan berakhirnya masa jabatan Wali Kota Depok Nur Mahmudi Ismail pada Januari 2016 jadi tidak jelas dan terancam digelar tahun 2018.

Sebab dalam klausul Perppu tersebut menyebutkan bagi wilayah yang kepala daerahnya habis masa jabatan pada 2016, maka Pilkada akan digelar serentak pada 2018.

Sehingga kekosongan dua tahun akan membuat Depok dipimpin Plt Wali Kota yang ditunjuk Kemendagri atau Pemprov Jawa Barat.

Pengamat Kebijakan Publik A Nasir Biasane menilai jika Perppu No 11 tahun 2014 tentang pilkada diberlakukan maka seluruh jadwal pilkada di daerah akan berantakan termasuk Depok.

Bila Perppu itu diberlakukan maka pilkada di Kota Depok akan digelar pada tahun 2018, sementara masa jabatan Wali Kota Depok habis pada Januari 2016.

"Namun Plt itu tidak bisa mengambil kebijakan strategis, sehingga berdampak pembangunan di Kota Depok terhambat," tukas alumni Institut Pertanian Bogor (IPB) ini di Depok, Selasa (23/12/2014).

Nasir menilai seorang Plt tidak bisa mengambil kebijakan yang sifatnya strategis seperti menentukan APBD.

Seorang Plt Wali Kota tak bisa menandatangani APBD 2018 yang disusun tahun 2017. "Ini kan berbahaya oleh karena itu masyarakat harus menolak Perppu tersebut," tegasnya.

Selain membuat kacau, Perppu itu bertentangan dengan UU No 22 tahun 2014 tentang pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota.

Dalam UU tersebut tidak tersirat bahwa pilkada dapat dimajukan atau dimundurkan. Kecuali ada hal yang sangat urgent.

"Saat ini Bangsa Indonesia tidak dalam masalah serius sehingga pilkada harus diundur. Karena itu perppu itu bertentangan dengan UU yang ada," tandasnya.

Dikatakan Nasir, jika bicara efisiensi maka demokrasi itu bukan berarti limited budget.

"Sebab pilkada itu keinginan masyarakat. Uang yang digunakan pun uang rakyat, bahasa Depoknya 'Ini duit gue mau mau gue, suka-suka gue," tukasnya.
(sms)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7573 seconds (0.1#10.140)