Rancang APBD, Pemprov DKI Terlalu Ambisius
A
A
A
JAKARTA - Pengamat Kebijakan Publik Universitas Indonesia (UI) Roy Valiant Salomo mengatakan, rendahnya penyerapan APBD karena SKPD terlalu ambisius membuat program kegiatan.
Mereka hanya memikirkan kegiatan apa yang akan dikerjakan, karena ada alokasi anggarannya tersedia di APBD. Sementara mereka hanya memikirkan penyusunan kegiatan tertentu.
Untuk menghabiskan anggaran tersebut program yang dirancang cenderung asal-asalan.
”Perencanaan tidak optimal. Ketika tahun anggaran berjalan, program itu memang tidak dapat dijalankan,” ujarnya ketika dihubungi, Rabu (5/11/2014).
Program itu ada bersifat fisik ada non fisik. Pada non fisik lamban dalam melakukan koordinasi dengan lembaga terkait. Sedangkan kegiatan fisiknya terkendala akibat rencana detail dan lelangnya. Setelah dianggarkan ternyata tidak gambaran dan konsep detail dari program kerja itu.
"Ini sangat ironis sekali bagi DKI yang memiliki anggaran sangat besar," ujarnya.
Kompetensi dari birokrat Pemprov DKI Jakarta tidak memumpuni dalam membelanjakan anggaran sangat besar. Anggaran besar itu dikonkritkan dengan belum bentuk program yang asal jadi. Ketika dipertanyakan mereka tidak mampu menjelaskan.
Bila rendahnya penyerapan anggaran dipengaruhi dengan gaya kepemimpinan pemimpin daerah, sehingga ada ketakutan dari birokrat untuk membelanjakan anggaran yang sudah dialokasikan.
Umumnya ini terjadi akibat kompetensi dari birokrat dalam menjalankan program yang disiapkan. Ketika dipertanyakan untuk menjelaskan program, mereka kelabakan. Akhirnya dari pada salah bertindak, birokrat memilih untuk memendamkan program yang disiapkan itu.
”Mereka takut tersangkut hukum atau takut dicecar pimpinannya (Ahok),” tandas Roy.
Mereka hanya memikirkan kegiatan apa yang akan dikerjakan, karena ada alokasi anggarannya tersedia di APBD. Sementara mereka hanya memikirkan penyusunan kegiatan tertentu.
Untuk menghabiskan anggaran tersebut program yang dirancang cenderung asal-asalan.
”Perencanaan tidak optimal. Ketika tahun anggaran berjalan, program itu memang tidak dapat dijalankan,” ujarnya ketika dihubungi, Rabu (5/11/2014).
Program itu ada bersifat fisik ada non fisik. Pada non fisik lamban dalam melakukan koordinasi dengan lembaga terkait. Sedangkan kegiatan fisiknya terkendala akibat rencana detail dan lelangnya. Setelah dianggarkan ternyata tidak gambaran dan konsep detail dari program kerja itu.
"Ini sangat ironis sekali bagi DKI yang memiliki anggaran sangat besar," ujarnya.
Kompetensi dari birokrat Pemprov DKI Jakarta tidak memumpuni dalam membelanjakan anggaran sangat besar. Anggaran besar itu dikonkritkan dengan belum bentuk program yang asal jadi. Ketika dipertanyakan mereka tidak mampu menjelaskan.
Bila rendahnya penyerapan anggaran dipengaruhi dengan gaya kepemimpinan pemimpin daerah, sehingga ada ketakutan dari birokrat untuk membelanjakan anggaran yang sudah dialokasikan.
Umumnya ini terjadi akibat kompetensi dari birokrat dalam menjalankan program yang disiapkan. Ketika dipertanyakan untuk menjelaskan program, mereka kelabakan. Akhirnya dari pada salah bertindak, birokrat memilih untuk memendamkan program yang disiapkan itu.
”Mereka takut tersangkut hukum atau takut dicecar pimpinannya (Ahok),” tandas Roy.
(ysw)