Tahun Ini, Penyerapan APBD DKI Sangat Rendah
A
A
A
JAKARTA - Berdasarkan penyerapan APBD DKI, seluruh SKPD di Pemprov DKI tidak ada yang memiliki kinerja baik.
Kepala Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) DKI Jakarta Heru Budi Hartono menyebutkan, salah satu indikator penilaian terhadap kinerja SKPD yakni bagaimana mereka mampu menyerap anggaran yang sudah dialokasikan dari APBD 2014.
Setiap SKPD diberikan anggaran untuk mengerjakan program kegiatannya. Semua kegiatan itu diberikan alokasi anggaran yang sesuai. Sayang apa yang direcanakan tidak terlaksana dengan baik.
"Tidak ada yang normal penyerapannya. Semuanya sangat rendah. Bahkan ada di bawah 10%," ungkap Heru Budi Hartono di Balai Kota DKI, Rabu (5/11/2014).
Anggaran itu banyak digunakan untuk kegiatan fisik. Rendahnya kinerja ini tentunya berdampak pembangunan dan perekonomian daerah.
Dari seluruh SKPD yang ada, terdapat tiga SKPD paling rendah kinerjanya, yakni Dinas Perhubungan (Dishub), Dinas Pertamanan dan Pemakaman dan Dinas Pekerjaan Umum (PU). Sementara SKPD yang cukup tinggi, yakni Dinas Kesehatan (Dinkes) dan Dinas Pendidikan (Disdik).
"Penyerapan dua SKPD itu (Disdik dan Dinkes) bagus dari yang buruk," sambungnya.
Lebih jauh dia menjelaskan, rendahnya penyerapan di Dishub salah satu disebabkan ada anggaran pembelian untuk bus sedang dan bus Transjakarta sebesar Rp3,2 triliun. Anggaran ini urung digunakan, karena terkuaknya kasus kegagalan dalam pembelian 656 unit bus sedang dan bus Transjakarta.
Armada yang dibeli senilai Rp1 triliun lebih itu di 2013 membuat Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Basuki Tjahaja Purnama mengurungkan pembelian bus. Anggaran itu dibiarkannya menjadi sisa lebih penggunaan anggaran (Silpa). Apalagi kasus itu menyeret tiga orang pejabat Dishub kala itu, yakni mantan Kepala Dishub Udar Pristono, mantan Sekretaris Dinas Drajad Adhyaksa dan Ketua Lelang Setio Tuhu.
"Dishub baru memakai anggarannya baru Rp120 miliar," sebut mantan Wali Kota Jakarta Utara itu.
Begitu juga dengan Dinas Pertamanan dan Pemakaman, rendahnya disebabkan pembelian lahan yang terkendala. Pada Dinas PU DKI Jakarta baru dapat menyerap anggaran sebesar 9% dari Rp6,29 triliun anggaran yang dialokasikan. Kendalanya juga disebabkan oleh banyak lelang yang baru selesai Oktober lalu. Kegiatan yang multiyears tidak terlaksana.
Heru mengaku, sebetulnya Dinas Pendidikan tidak bagus juga kinerjanya. Namun demikian anggaran banyak terserap karena ada program Kartu Jakarta Pintar(KJP). Sehingga mereka mampu menyerap 56% anggarannya. Hal serupa juga dialami Dinas Kesehatan menyerap 40% karena program Kartu Jakarta Sehat (KJS) yang diluncurkan sejak akhir 2012 lalu.
Rendahnya kinerja SKPD tidak hanya serta merta dilihat dari penyerapan anggaran belanja. Di sektor pendapatan juga mengalami ketidakoptimalan pencapaiannya. Tak pelak menimbulkan defisit terhadap APBD 2014. Di sektor ini tentunya dialami BPKD dan Dinas Pelayanan Pajak (DPP).
Kepala Bidang Pendapatan Daerah BPKD DKI Jakarta, Yulius Darmawijaya menambahkan, penyebab defisitnya pendapatan karena target penerimaan di sejumlah pos meleset. Dana perimbangan misalnya tidak tercapai sebesar Rp6 triliun, proyek Electronic Road Priecing (ERP) sebesar Rp2 trilun dan sisanya adalah penerimaan pajak tidak tercapai yakni Rp4 triliun.
Atas masalah ini, kata Yulius nantinya akan mengupayakan pencairan dana perimbangan dari pemerintah pusat. Kemudian meningkatkan pendapatan dari sektor pajak dan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Kepala Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) DKI Jakarta Heru Budi Hartono menyebutkan, salah satu indikator penilaian terhadap kinerja SKPD yakni bagaimana mereka mampu menyerap anggaran yang sudah dialokasikan dari APBD 2014.
Setiap SKPD diberikan anggaran untuk mengerjakan program kegiatannya. Semua kegiatan itu diberikan alokasi anggaran yang sesuai. Sayang apa yang direcanakan tidak terlaksana dengan baik.
"Tidak ada yang normal penyerapannya. Semuanya sangat rendah. Bahkan ada di bawah 10%," ungkap Heru Budi Hartono di Balai Kota DKI, Rabu (5/11/2014).
Anggaran itu banyak digunakan untuk kegiatan fisik. Rendahnya kinerja ini tentunya berdampak pembangunan dan perekonomian daerah.
Dari seluruh SKPD yang ada, terdapat tiga SKPD paling rendah kinerjanya, yakni Dinas Perhubungan (Dishub), Dinas Pertamanan dan Pemakaman dan Dinas Pekerjaan Umum (PU). Sementara SKPD yang cukup tinggi, yakni Dinas Kesehatan (Dinkes) dan Dinas Pendidikan (Disdik).
"Penyerapan dua SKPD itu (Disdik dan Dinkes) bagus dari yang buruk," sambungnya.
Lebih jauh dia menjelaskan, rendahnya penyerapan di Dishub salah satu disebabkan ada anggaran pembelian untuk bus sedang dan bus Transjakarta sebesar Rp3,2 triliun. Anggaran ini urung digunakan, karena terkuaknya kasus kegagalan dalam pembelian 656 unit bus sedang dan bus Transjakarta.
Armada yang dibeli senilai Rp1 triliun lebih itu di 2013 membuat Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Basuki Tjahaja Purnama mengurungkan pembelian bus. Anggaran itu dibiarkannya menjadi sisa lebih penggunaan anggaran (Silpa). Apalagi kasus itu menyeret tiga orang pejabat Dishub kala itu, yakni mantan Kepala Dishub Udar Pristono, mantan Sekretaris Dinas Drajad Adhyaksa dan Ketua Lelang Setio Tuhu.
"Dishub baru memakai anggarannya baru Rp120 miliar," sebut mantan Wali Kota Jakarta Utara itu.
Begitu juga dengan Dinas Pertamanan dan Pemakaman, rendahnya disebabkan pembelian lahan yang terkendala. Pada Dinas PU DKI Jakarta baru dapat menyerap anggaran sebesar 9% dari Rp6,29 triliun anggaran yang dialokasikan. Kendalanya juga disebabkan oleh banyak lelang yang baru selesai Oktober lalu. Kegiatan yang multiyears tidak terlaksana.
Heru mengaku, sebetulnya Dinas Pendidikan tidak bagus juga kinerjanya. Namun demikian anggaran banyak terserap karena ada program Kartu Jakarta Pintar(KJP). Sehingga mereka mampu menyerap 56% anggarannya. Hal serupa juga dialami Dinas Kesehatan menyerap 40% karena program Kartu Jakarta Sehat (KJS) yang diluncurkan sejak akhir 2012 lalu.
Rendahnya kinerja SKPD tidak hanya serta merta dilihat dari penyerapan anggaran belanja. Di sektor pendapatan juga mengalami ketidakoptimalan pencapaiannya. Tak pelak menimbulkan defisit terhadap APBD 2014. Di sektor ini tentunya dialami BPKD dan Dinas Pelayanan Pajak (DPP).
Kepala Bidang Pendapatan Daerah BPKD DKI Jakarta, Yulius Darmawijaya menambahkan, penyebab defisitnya pendapatan karena target penerimaan di sejumlah pos meleset. Dana perimbangan misalnya tidak tercapai sebesar Rp6 triliun, proyek Electronic Road Priecing (ERP) sebesar Rp2 trilun dan sisanya adalah penerimaan pajak tidak tercapai yakni Rp4 triliun.
Atas masalah ini, kata Yulius nantinya akan mengupayakan pencairan dana perimbangan dari pemerintah pusat. Kemudian meningkatkan pendapatan dari sektor pajak dan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
(ysw)