Bogor Disarankan Terapkan ERP, Bukan Larang Pelat B
A
A
A
JAKARTA - Pelarangan pelat B ke Bogor sebaiknya tidak dilakukan. Dewan Transportasi Kota Jakarta menyarankan Bogor dan Bandung sebaiknya menerapkan Sistem Electronic Road Pricing (ERP) untuk mengatasi kemacetan.
Pengendalian lalu lintas hanya bisa membatasi jenis kendaraan dan mengambil retribusi. Bukan berdasarkan pelat nomor.
"Pelarangan berdasarkan pelat nomor seperti pelat B itu tidak ada dasar hukumnya," ujar Ketua Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ) Edi Nursalam kepada Sindonews, Rabu (17/9/2014).
Dia menyebutkan, Peraturan Pemerintah (PP) No 32/2011 tentang manajemen dan rekayasa, analisis dampak, serta manajemen kebutuhan lalu lintas menyebutkan, bahwa pengendalian lalu lintas dapat dilakukan oleh pemerintah daerah harus melewati beberapa aspek persyaratan.
Di antaranya harus menyediakan angkutan massal yang representatif. Pembatasan tidak boleh bersifat 100%. Artinya kendaraan melintas di ruas tertentu dikenakan biaya.
"Itulah yang disebut dengan ERP atau jalan berbayar elektronik yang akan diterapkan di Jakarta selama ini," sambungnya.
Edi menuturkan, bila Bogor dan Bandung sudah merasa gerah dan macet sekali dengan keberadaan kendaraan pribadi, harus membatasi pengoperasionalan kendaraan pribadi.
Tidak hanya ditujukan ke orang Jakarta saja, tapi untuk masyarakat di sana. Instrumennya dapat menggunakan pengenaan retribusi.
Hingga retribusi melintas di ruas jalan tertentu menggunakan jalan berbayar elektronik atau ERP. "Sebaiknya Bandung dan Bogor terapkan ERP biar tidak macet, bukan melarang pelat B," sebutnya.
Edi mengatakan, jangan sekadar melarang orang melintas, kalau belum memiliki moda alternatif dan angkutan massal.
"Itu syarat utama yang harus dipenuhi. Masyarakat punya hak berjalan kemana menggunakan kendaraan yang mereka anggap nyaman. Bukan melihat nomor polisinya," tandas mantan Kepala Dinas Perhubungan Kota Palembang itu.
Pengendalian lalu lintas hanya bisa membatasi jenis kendaraan dan mengambil retribusi. Bukan berdasarkan pelat nomor.
"Pelarangan berdasarkan pelat nomor seperti pelat B itu tidak ada dasar hukumnya," ujar Ketua Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ) Edi Nursalam kepada Sindonews, Rabu (17/9/2014).
Dia menyebutkan, Peraturan Pemerintah (PP) No 32/2011 tentang manajemen dan rekayasa, analisis dampak, serta manajemen kebutuhan lalu lintas menyebutkan, bahwa pengendalian lalu lintas dapat dilakukan oleh pemerintah daerah harus melewati beberapa aspek persyaratan.
Di antaranya harus menyediakan angkutan massal yang representatif. Pembatasan tidak boleh bersifat 100%. Artinya kendaraan melintas di ruas tertentu dikenakan biaya.
"Itulah yang disebut dengan ERP atau jalan berbayar elektronik yang akan diterapkan di Jakarta selama ini," sambungnya.
Edi menuturkan, bila Bogor dan Bandung sudah merasa gerah dan macet sekali dengan keberadaan kendaraan pribadi, harus membatasi pengoperasionalan kendaraan pribadi.
Tidak hanya ditujukan ke orang Jakarta saja, tapi untuk masyarakat di sana. Instrumennya dapat menggunakan pengenaan retribusi.
Hingga retribusi melintas di ruas jalan tertentu menggunakan jalan berbayar elektronik atau ERP. "Sebaiknya Bandung dan Bogor terapkan ERP biar tidak macet, bukan melarang pelat B," sebutnya.
Edi mengatakan, jangan sekadar melarang orang melintas, kalau belum memiliki moda alternatif dan angkutan massal.
"Itu syarat utama yang harus dipenuhi. Masyarakat punya hak berjalan kemana menggunakan kendaraan yang mereka anggap nyaman. Bukan melihat nomor polisinya," tandas mantan Kepala Dinas Perhubungan Kota Palembang itu.
(whb)