DPRD: Penuntasan PMKS seperti pemadam kebakaran
A
A
A
Sindonews.com - DPRD DKI menilai, penanganan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) yang dilakukan Pemprov DKI selama ini akan sia-sia. Pasalnya, jika hanya da kasus saja baru bertindak.
"Penindakannya seperti pemadam kebakaran, baru bekerja saat ada api," Ketua Fraksi Partai Gerindra DPRD DKI Muhammad Sanusi saat dihubungi, Rabu (28/11/2013).
Sanusi mengatakan, pembinaan PKMS seperti pengemis juga terbentur dengan keterbatasan panti sosial yang belum mencukupi sehingga tidak bisa diambil langkah preventif.
"Mau dibina, pantinya enggak cukup. Kita ini belum bisa sampai tahap preventif," terangnya.
Menurut Sanusi, penertiban pengemis sebenarnya tak berbeda jauh dengan masalah urbanisasi. Di mana setiap hari besar seperti Lebaran, Ibu Kota Jakarta diserbu pendatang baru. "Ngabisi duit lewat operasi yustisi nyatanya tak berfungsi," tambahnya.
Terkait adanya fenomena pengemis beromset 25 juta dalam waktu 15 hari, Sanusi menilai, hal itu terjadi karena Jakarta multi fungsi di mana segalanya ada di kota ini. Tak heran bila banyak orang, termasuk pengemis tergiur mencari uang di Jakarta.
"Jakarta kota paling rakus di seluruh dunia, dari pariwisata, ekonomi, budaya, jasa, Ibu Kota negara, semuanya di sini. Pengemis paling gampang dapat duit, tinggal minta-minta doang," bebernya.
Ia mengungkapkan, Ibu Kota Jakarta seharusnya bisa mencontoh Maroko, di mana seluruh kota memiliki fungsi masing-masing. Dengan demikian, tidak ada lagi warga yang tertarik pindah dari satu kota ke kota lain.
"Coba liat ke Maroko deh, semuanya dipisah. Semua kota punya fungsi masing-masing. Jadi enggak ada warga yang tertarik pindah ke satu kota tertentu," imbuhnya.
Sanusi menambahkan, dari semua permasalahan itu, satu-satunya solusi yang bisa dilakukan dengan cara memecah fungsi Jakarta. Namun dengan catatan, tidak menyerahkan seluruh beban dan tanggungjawab itu ke Pemprov DKI.
"Ibu kota enggak perlu pindah, tapi kota pemerintahan yang harus di pindah. Ngurus APBN semuanya ke Jakarta. Coba lihat, Depdagri, DPR semuanya ada di sini," tutupnya.
"Penindakannya seperti pemadam kebakaran, baru bekerja saat ada api," Ketua Fraksi Partai Gerindra DPRD DKI Muhammad Sanusi saat dihubungi, Rabu (28/11/2013).
Sanusi mengatakan, pembinaan PKMS seperti pengemis juga terbentur dengan keterbatasan panti sosial yang belum mencukupi sehingga tidak bisa diambil langkah preventif.
"Mau dibina, pantinya enggak cukup. Kita ini belum bisa sampai tahap preventif," terangnya.
Menurut Sanusi, penertiban pengemis sebenarnya tak berbeda jauh dengan masalah urbanisasi. Di mana setiap hari besar seperti Lebaran, Ibu Kota Jakarta diserbu pendatang baru. "Ngabisi duit lewat operasi yustisi nyatanya tak berfungsi," tambahnya.
Terkait adanya fenomena pengemis beromset 25 juta dalam waktu 15 hari, Sanusi menilai, hal itu terjadi karena Jakarta multi fungsi di mana segalanya ada di kota ini. Tak heran bila banyak orang, termasuk pengemis tergiur mencari uang di Jakarta.
"Jakarta kota paling rakus di seluruh dunia, dari pariwisata, ekonomi, budaya, jasa, Ibu Kota negara, semuanya di sini. Pengemis paling gampang dapat duit, tinggal minta-minta doang," bebernya.
Ia mengungkapkan, Ibu Kota Jakarta seharusnya bisa mencontoh Maroko, di mana seluruh kota memiliki fungsi masing-masing. Dengan demikian, tidak ada lagi warga yang tertarik pindah dari satu kota ke kota lain.
"Coba liat ke Maroko deh, semuanya dipisah. Semua kota punya fungsi masing-masing. Jadi enggak ada warga yang tertarik pindah ke satu kota tertentu," imbuhnya.
Sanusi menambahkan, dari semua permasalahan itu, satu-satunya solusi yang bisa dilakukan dengan cara memecah fungsi Jakarta. Namun dengan catatan, tidak menyerahkan seluruh beban dan tanggungjawab itu ke Pemprov DKI.
"Ibu kota enggak perlu pindah, tapi kota pemerintahan yang harus di pindah. Ngurus APBN semuanya ke Jakarta. Coba lihat, Depdagri, DPR semuanya ada di sini," tutupnya.
(mhd)