PT MRT Perlu Perketat Pengawasan Proyek Fase II
A
A
A
JAKARTA - Ketua Bidang Perkeretaapian Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Aditya Dwi Laksono meminta PT MRT Jakarta melakukan kajian yang matang sebelum konstruksi fisik MRT Fase II dimulai. Pengawasan dan kepastian lahan Depo di Ancol Barat harus dilakukan.
Adit mengatakan, PT MRT telah memiliki kontraktor dan subkontraktor untuk membangun transportasi berbasis rel. MRT harus lebih meningkatkan pengawasan dan memiliki estimasi perencanaan yang matang.
Lemahnya pengawasan MRT terhadap kontraktor dan subkontraktor telah terjadi pada MRT fase I hingga akhirnya muncul dana tambahan di ujung pengerjaan. Dimana ada pembangunan jalur layang fase I mengalami kesalahan teknis akibat kurang bagusnya kerja sama subkontraktor dan pihak kontraktor yang mengharuskan kerja ulang.
"Jadi, dengan biaya yang jauh lebih tinggi MRT harus cermat dalam estimasi perencanaan dan meningkatkan koordinasi antara subkontraktor dengan kontraktor," ujar Adit, Senin (17/2/2020). (Baca juga: Pemprov DKI Pastikan MRT Fase II Saling Terintegrasi)
Mantan Anggota Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ) Bidang Perkeretaapian itu melihat rencana pembangunan MRT fase II belum matang. Apalagi sebelumnya DKI memiliki rencana membangun Depo di Kampung Bandan, Jakarta Utara.
Menurut dia, ada banyak ketidakpastian mengenai perpanjangan rute dari depo yang direncanakan sebelumnya di Kampung Bandan. Pertama, masalah kepastian lahan di Ancol Barat.
Dia menilai besaran lahan dan status kepemilikan lahan harus sesuai pembuatan Depo sebagaimana mestinya. Kedua, masalah investasi. Adanya penambahan rute dari Kampung Bandan ke Ancol Barat, biaya pinjaman akan bertambah dan apakah tidak merugikan atau justru mendapat keuntungan. “Ketiga harus ada stasiun di lahan Ancol Barat agar titik akhir perjalanan terintegrasi di kawasan Ancol," kata Adit. (Baca juga: Pembangunan MRT Fase II Bundaran HI-Harmoni Miliki Banyak Tantangan)
Adit mengatakan, PT MRT telah memiliki kontraktor dan subkontraktor untuk membangun transportasi berbasis rel. MRT harus lebih meningkatkan pengawasan dan memiliki estimasi perencanaan yang matang.
Lemahnya pengawasan MRT terhadap kontraktor dan subkontraktor telah terjadi pada MRT fase I hingga akhirnya muncul dana tambahan di ujung pengerjaan. Dimana ada pembangunan jalur layang fase I mengalami kesalahan teknis akibat kurang bagusnya kerja sama subkontraktor dan pihak kontraktor yang mengharuskan kerja ulang.
"Jadi, dengan biaya yang jauh lebih tinggi MRT harus cermat dalam estimasi perencanaan dan meningkatkan koordinasi antara subkontraktor dengan kontraktor," ujar Adit, Senin (17/2/2020). (Baca juga: Pemprov DKI Pastikan MRT Fase II Saling Terintegrasi)
Mantan Anggota Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ) Bidang Perkeretaapian itu melihat rencana pembangunan MRT fase II belum matang. Apalagi sebelumnya DKI memiliki rencana membangun Depo di Kampung Bandan, Jakarta Utara.
Menurut dia, ada banyak ketidakpastian mengenai perpanjangan rute dari depo yang direncanakan sebelumnya di Kampung Bandan. Pertama, masalah kepastian lahan di Ancol Barat.
Dia menilai besaran lahan dan status kepemilikan lahan harus sesuai pembuatan Depo sebagaimana mestinya. Kedua, masalah investasi. Adanya penambahan rute dari Kampung Bandan ke Ancol Barat, biaya pinjaman akan bertambah dan apakah tidak merugikan atau justru mendapat keuntungan. “Ketiga harus ada stasiun di lahan Ancol Barat agar titik akhir perjalanan terintegrasi di kawasan Ancol," kata Adit. (Baca juga: Pembangunan MRT Fase II Bundaran HI-Harmoni Miliki Banyak Tantangan)
(jon)