Menteri LHK: Penanganan Pascabencana Kabupaten Bogor Gunakan Pendekatan Vegetatif
A
A
A
BOGOR - Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya mengatakan, perlu pola baru penanganan pascabencana di Kabupaten Bogor dan Lebak, Banten. Pola baru ini menggabungkan pendekatan vegetatif atau penanaman pohon sesuai kondisi alam/lahan serta pemberdayaan masyarakat. Masyarakat ikut dilibatkan langsung sekaligus mengedukasi.
"Jadi ada yang baru yang diharapkan Bapak Presiden Joko Widodo untuk menanggulangi bencana dan pemulihan lahan serta alam secara komprehensif serta terintegrasi dengan masyarakat," ujar Siti Nurbaya, Selasa (4/2/2020).
Pola baru ini telah dan sedang dikerjakan dalam penanganan darurat bencana alam sejak Kementerian LHK mendapat tugas dari Presiden pada 6 Januari 2020 setelah bencana longsor yang membawa korban dan merusak puluhan rumah penduduk.
"Setelah lihat di lapangan sesuai arahan presiden, maka bisa dilihat dan ketahuan betul di lapangan bahwa harus ditangani satu paket yakni rehabilitasi hutan/lahan dan bangunan, konservasi tanah dan air, serta penanaman pohon," ungkap Siti.
Menurutnya, apa yang harus ditangani tidak hanya pembuatan jalan membuka isolasi oleh Kementerian PUPR atau penanganan pengungsi, sekolah, pangan, bansos, kesehatan, dan lain lain.
"Tapi, perintah Presiden adalah bagaimana menanami bentang alamnya yang rusak dan harus diperbaiki, ditanami pohon dalam kombinasi pepohonan dan bangunan konservasi tanah dan air atau ekohidrolika," ujarnya.
Ekohidrolika yaitu bagaimana mengombinasikan dalam mengelola bentang alam dan tata air pada bentang alam dengan lereng yang curam. "Artinya saat tanggap darurat harus bersamaan dilakukan pembuatan dan penahanan air dan sedimen serta penanganan tebing sekaligus penanaman pohon," kata Siti.
Di daerah yang terjal bisa ditanami vertiver. Pada tebing yang tanahnya mudah terkelupas diperkuat dengan ditanami sistem vertiver dibantu coccomesh. "Tanah yang terlalu longgar bisa dipakai coccomesh atau jaring-jaring dari sabut kelapa dengan ukiran kibang kira-kira 2x2 cm," ujarnya.
"Jadi ada yang baru yang diharapkan Bapak Presiden Joko Widodo untuk menanggulangi bencana dan pemulihan lahan serta alam secara komprehensif serta terintegrasi dengan masyarakat," ujar Siti Nurbaya, Selasa (4/2/2020).
Pola baru ini telah dan sedang dikerjakan dalam penanganan darurat bencana alam sejak Kementerian LHK mendapat tugas dari Presiden pada 6 Januari 2020 setelah bencana longsor yang membawa korban dan merusak puluhan rumah penduduk.
"Setelah lihat di lapangan sesuai arahan presiden, maka bisa dilihat dan ketahuan betul di lapangan bahwa harus ditangani satu paket yakni rehabilitasi hutan/lahan dan bangunan, konservasi tanah dan air, serta penanaman pohon," ungkap Siti.
Menurutnya, apa yang harus ditangani tidak hanya pembuatan jalan membuka isolasi oleh Kementerian PUPR atau penanganan pengungsi, sekolah, pangan, bansos, kesehatan, dan lain lain.
"Tapi, perintah Presiden adalah bagaimana menanami bentang alamnya yang rusak dan harus diperbaiki, ditanami pohon dalam kombinasi pepohonan dan bangunan konservasi tanah dan air atau ekohidrolika," ujarnya.
Ekohidrolika yaitu bagaimana mengombinasikan dalam mengelola bentang alam dan tata air pada bentang alam dengan lereng yang curam. "Artinya saat tanggap darurat harus bersamaan dilakukan pembuatan dan penahanan air dan sedimen serta penanganan tebing sekaligus penanaman pohon," kata Siti.
Di daerah yang terjal bisa ditanami vertiver. Pada tebing yang tanahnya mudah terkelupas diperkuat dengan ditanami sistem vertiver dibantu coccomesh. "Tanah yang terlalu longgar bisa dipakai coccomesh atau jaring-jaring dari sabut kelapa dengan ukiran kibang kira-kira 2x2 cm," ujarnya.
(jon)