Miris, Keluarga di Bekasi Tinggal di Gubuk Mirip Kandang Ayam

Jum'at, 10 Januari 2020 - 06:30 WIB
Miris, Keluarga di Bekasi Tinggal di Gubuk Mirip Kandang Ayam
Miris, Keluarga di Bekasi Tinggal di Gubuk Mirip Kandang Ayam
A A A
BEKASI - Menjadi wilayah dengan industri terbesar di Asia Tenggara bukan jaminan warganya mendapatkan kehidupan sejahtera. Potret kemiskinan itu terjadi di Kabupaten Bekasi. Kehidupan penuh kemiskinan dialami pasangan suami istri Acim (60) dan Cicih (45).

Warga Kampung Rawa Atug RT2/6, Desa Cibening, Kecamatan Setu, Kabupaten Bekasi itu harus tinggal di sebuah gubuk dengan fondasi bambu sekitar tiga bulan. Pasangan suami istri ini tinggal bersama dua anaknya yakni Hendra Lodaya (15) dan Hendri Lestari.

Di gubuk itu kondisi keluarga Acim amat memilukan. Mereka terpaksa merasakan dinginnya angin malam dan panasnya terik matahari. Apalagi gubuk yang berada di pesisir lahan pertanian itu, sang istri dalam kondisi tak sehat lantaran menderita penyakit diabetes.

Kaki kirinya masih terluka dalam bungkus perban yang telah diderita sejak dia tinggal di gubuk. "Waktu itu saya lagi nyawah (bertani) kena tunggak, kaki luka sampai sekarang," kata Cicih, Kamis (9/1/2020).

Terpahit dalam hidup sebenarnya bukan soal penyakit yang diderita. Dari raut wajahnya ada harapan besar Acim dan Cicih pada kedua anaknya. Cicih bercerita sebelumnya tinggal di rumah kontrakan petak tidak jauh dari gubuk yang dibangun.

Namun, ekonomi yang semakin tidak mendukung membuat Acim dan Cicih beserta dua anaknya tinggal di rumah saudaranya. "Saya tinggal di rumah saudara beberapa bulan, tapi ada masalah karena saya sakit-sakitan juga. Ngerepotin dan akhirnya disuruh pergi," tuturnya.

Ekonomi yang mencekik membuat Acim membangun gubuk di lahan perairan milik desa setempat. Gubuk itu hanya sebuah fondasi bambu beratapkan asbes dan dinding berasal dari spanduk. "Takut tinggal di sini kemarin pas hujan angin itu berjam-jam suami pegangin bambu biar enggak roboh," kata Cicih.

Acim selama ini menghidupi keluarganya dengan bekerja serabutan. Dalam satu kali kerja dia hanya mengantongi Rp80.000. Uang sebesar itu dia pakai untuk makan dalam waktu tiga hari. "Namanya juga kerja serabutan ngikut orang kerja," ucapnya.

Pekerjaan itu dilakoni Acim selama bertahun-tahun dengan uang sangat pas-pasan dapat menghidupi keluarganya. Saat ini, keluarga Acim masuk Program Keluarga Harapan (PKH). Mereka masuk program Kementerian Sosial sejak 2018.

Anjani Khairunnisa, salah satu pendamping keluarga Acim dan Cicih mengaku baru mengetahui ketidakberadaan keluarga itu sejak beberapa bulan belakangan. Selama mendampingi keluarga Acim, dia kerap mengantar makanan dan obat-obatan yang berasal dari bantuan PKH.

Biasanya peserta PKH mengambil secara mandiri. Karena keterbatasan keluarga Acim dan Cicih, Anjani harus mengantarkan bantuan itu. "Kalau si ibu kan sakit memang tidak bisa jalan, makanya saya antar. Terakhir saya mau anterin beras, tapi waktu itu sudah tidak ada. Dan mereka tinggal di gubuk sawah," ujarnya.

Anjani kemudian melaporkan kepada Dinas Sosial dan Kemensos. Berdasarkan catatannya, Cicih mengalami kondisi yang darurat dan perlu penanganan khusus. Penyakit diabetesnya mengalami kadar glukosa yang meninggi mencapai 374 dari normal biasanya 140. Tensi darah Cicih juga rendah mencapai 70 hingga berpotensi drop dan hemoglobin 3 dengan kategori anemia berat pengaruh dari kadar nutrisi. "Kita sedang urus agar dapat jaminan kesehatan dari pemerintah," ucap Anjani.

Warga Desa Cibening juga ikut bergerak membantu keluarga Acim dan Cicih. Mereka bergotong royong membangun rumah tinggal. Rumah itu dibangun sekitar 10 meter dari gubuk. "Rumah gubuk tersebut hasil swadaya masyarakat yang kasihan melihat keluarga mereka," kata Ketua RT2/6 Sain PD (58).

Progres pekerjaannya saat ini sudah 80%. Bangunan itu berukuran 5,5x6 meter di lahan perairan milik desa. Warga menyumbang uang dengan nominal yang tak dipatok. Setelah terkumpul material, Sain bersama warga lainnya ikut membangun rumah tinggal untuk Acim dan Cicih. Saat ini fondasi dan dinding telah terbangun. "Sisanya atap baja ringan berikut juga lantai keramik. Kira-kira dalam satu minggu ke depan dapat dihuni," ujar Sain.

Koordinator PKH Kabupaten Bekasi Yoyok Setiyowijoyo menuturkan di wilayahnya terdapat beberapa kasus seperti halnya keluarga Acim, misalnya di wilayah Bojongmangu. Kemudian, ada juga di wilayah Kampung Ceger, Cikarang Timur. Keduanya juga telah mendapatkan tempat tinggal hasil swadaya masyarakat. "Mereka terdeteksi dari petugas PKH di lapangan. Selain itu, yang mendapatkan manfaat dari PKH yaitu ibu hamil, balita juga anak-anak serta lansia dan disabilitas," katanya.

Cara mendeteksi dengan mendata kepala keluarga (KK) yang ada di wilayah masing-masing. Biasanya dapat terdeteksi apabila ada yang tinggal dalam kondisi home visit.
(jon)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6462 seconds (0.1#10.140)