Pemilihan Cawagub DKI Diprediksi Tak Berjalan Mulus
A
A
A
JAKARTA - Proses pemilihan calon wakil gubernur (cawagub) DKI dinilai tidak akan berjalan mulus, meski Ketua DPRD DKI Jakarta , Prasetyo Edi Marsudi telah menyanggupi agenda pemilihan cawagub pada Januari 2020 mendatang. Pasalnya, kedua partai pengusung yakni, Gerindra dan PKS sama-sama berebut mendapatkan kursi wagub tersebut.
Pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia (UAI), Ujang Komarudin mengatakan, masih terkendalanya empat nama cawagub yang diajukan Gerindra membuktikan PKS tidak mau begitu saja melepas kesempatan untuk mendapatkan kursi cawagub DKI.
"Ya gini deadline-nya itu tidak akan bergerak, tidak akan jalan ketika dua partai pengusung itu belum sepakat. Ketika PKS belum merestui emapt nama yang diajukan Gerindra, itu artinya ada persoalan yang tidak tuntas dan belum beres," kata Ujang saat dihubungi SINDOnews, Senin (16/12/2019).
Dia menuturkan, persoalan pemilihan cawagub DKI akan sangat panjang ketika DPP PKS tidak mengambil sikap atas pengajuan calon dari Gerindra. Karena PKS pun menganggap Gerindra tidak menyetujui dua cawagub dari PKS yang lebih dulu diajukan.
"Kemungkinan besar menurut hemat saya tidak akan juga PKS memilih empat nama calon itu, tidak akan mungkin. Karena diawal kesepakatan yang dibangun dengan Gerindra, yang dua nama diajukan PKS pun Gerindra tidak mau milih, jadi berbalas pantun lah kira-kira begitu," tuturnya.
Ujang melanjutkan, lambatnya pemilihan cawagub DKI sebenarnya tidak mutlak kesalahan anggota DPRD DKI, dalam hal ini dianggap mempersulit jalannya pemilihan. Namun, lambatnya proses pemilihan cawagub sejatinya ada ditangan dua partai pengusung yang sampai hari ini masih belum bersepakat menentukan nama calon.
Ujang menilai, PKS akan tetap memperjuangkan kader dari PKS untuk menduduki kursi wagub DKI. Karena secara deal politik saat pemilihan Presiden lalu, PKS secara tidak langsung diberikan jatah kursi wagub DKI oleh DPP Partai Gerindra.
"Jadi inginnya PKS, kader PKS yang jadi, bukan yang lain. Sesuai dengan kesepakatan mereka ketika pilpres yang lalu," ujarnya.
Namun dilain sisi, Ujang meminta kepada kedua partai pengusung untuk sama-sama meredam ego masing-masing. Sebab, jika kedua partai pengusung saling mengedepankan gengsi, maka Jakarta sampai akhir kepemimpinan Anies tidak akan memiliki wakil gubernur.
"Kembali kepada konstruksi awal, intinya adalah dua partai harus bicara lagi, duduk bareng lagi, siapa yang akan diusung, apakah kader PKS, atau kader Gerindra," tandasnya.
Pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia (UAI), Ujang Komarudin mengatakan, masih terkendalanya empat nama cawagub yang diajukan Gerindra membuktikan PKS tidak mau begitu saja melepas kesempatan untuk mendapatkan kursi cawagub DKI.
"Ya gini deadline-nya itu tidak akan bergerak, tidak akan jalan ketika dua partai pengusung itu belum sepakat. Ketika PKS belum merestui emapt nama yang diajukan Gerindra, itu artinya ada persoalan yang tidak tuntas dan belum beres," kata Ujang saat dihubungi SINDOnews, Senin (16/12/2019).
Dia menuturkan, persoalan pemilihan cawagub DKI akan sangat panjang ketika DPP PKS tidak mengambil sikap atas pengajuan calon dari Gerindra. Karena PKS pun menganggap Gerindra tidak menyetujui dua cawagub dari PKS yang lebih dulu diajukan.
"Kemungkinan besar menurut hemat saya tidak akan juga PKS memilih empat nama calon itu, tidak akan mungkin. Karena diawal kesepakatan yang dibangun dengan Gerindra, yang dua nama diajukan PKS pun Gerindra tidak mau milih, jadi berbalas pantun lah kira-kira begitu," tuturnya.
Ujang melanjutkan, lambatnya pemilihan cawagub DKI sebenarnya tidak mutlak kesalahan anggota DPRD DKI, dalam hal ini dianggap mempersulit jalannya pemilihan. Namun, lambatnya proses pemilihan cawagub sejatinya ada ditangan dua partai pengusung yang sampai hari ini masih belum bersepakat menentukan nama calon.
Ujang menilai, PKS akan tetap memperjuangkan kader dari PKS untuk menduduki kursi wagub DKI. Karena secara deal politik saat pemilihan Presiden lalu, PKS secara tidak langsung diberikan jatah kursi wagub DKI oleh DPP Partai Gerindra.
"Jadi inginnya PKS, kader PKS yang jadi, bukan yang lain. Sesuai dengan kesepakatan mereka ketika pilpres yang lalu," ujarnya.
Namun dilain sisi, Ujang meminta kepada kedua partai pengusung untuk sama-sama meredam ego masing-masing. Sebab, jika kedua partai pengusung saling mengedepankan gengsi, maka Jakarta sampai akhir kepemimpinan Anies tidak akan memiliki wakil gubernur.
"Kembali kepada konstruksi awal, intinya adalah dua partai harus bicara lagi, duduk bareng lagi, siapa yang akan diusung, apakah kader PKS, atau kader Gerindra," tandasnya.
(whb)