Pemprov DKI Klaim Sudah Lakukan Transparansi Anggaran Daerah
A
A
A
JAKARTA - Pemprov DKI Jakarta menyatakan selalu mengedepankan transparansi dalam draft Kebijakan Umum Anggaran-Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) DKI Jakarta 2020. Saat ini DPRD DKI masih membahas KUA-PPAS DKI.
Ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) DKI Jakarta, Saefullah mengatakan, sejak Juli lalu pihaknya telah mengirimkan draft KUA-PPAS kepada DPRD DKI. Sebab, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 12 tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, seharusnya kepala daerah dengan legislator menyepakati dokumen KUA-PPAS paling lambat minggu kedua bulan Agustus.
Namun, lanjut Saefullah, karena ada pergantian anggota DPRD DKI Jakarta 2019-2024 pada 26 Agustus 2019 lalu, pembahasan KUA PPAS itu tertunda. Dia pun langsung kembali mengingatkan kepada legislatif periode 2019-2024 untuk menggenjot pembahasan KUA-PPAS.
"Jadi kami tidak pernah memberikan draft KUA PPAS dadakan kepada DPRD. Tahapan-tahapan yang digariskan Kemendagri sudah menyimpang atau sudah tidak taat waktu, yah harusnya KUA-PPAS sudah selesai Agustus. Setelah itu masih ada forum (pembahasan di Komisi dan Banggar) lagi dan peluang pembahasan itu memang di situ. Jadi intinya semuanya sekarang masih dalam proses," kata Saefullah di Balai Kota DKI Jakarta, Kamis (7/11/2019)
Sekretaris Daerah (Sekda) DKI Jakarta itu menjelaskan pada 30 November 2019 dokumen KUA-PPAS sudah harus selesai, sehingga bentuknya berubah nanti menjadi rancangan APBD 2020 . Kemudian, pada 1 November 2019 Rancangan APBD 2020 sudah harus disampaikan kepada Kemendagri.
Di sana, lanjut Saefullah, dokumen tersebut akan dievaluasi selama 15 hari. Setelah itu dokumen itu dikembalikan kepada Pemprov DKI Jakarta untuk dikaji ulang selama tujuh hari atau sepekan. (Baca: Sekda DKI: Dokumen KUA-PPAS Sudah Diserahkan ke DPRD sejak Juli)
"Setelah itu kami lapor lagi kepada DPRD. Ini loh evaluasi Kemendagri dan kalau ada evaluasi dari Kemendagri, kami rapikan dokumennya supaya 1 Januari 2019 APBD 2020 bisa berjalan," ungkapnya.
Terkait polemik belum diunggahnya dokumen KUA-PPAS 2020 di website apbd.jakarta.go.id,. Saefullah menilai, lantaran dokumen tersebut belum disepakati antara eksekutif dengan legislatif. "Nanti belum waktunya, waktunya itu adalah ketika KUA-PPAS disepakati kemudian SKPD menginput yang final (disetujui). Baru kami buka," jelasnya.
Meski kegiatan itu telah diinput oleh SKPD, dokumen tersebut sebetulnya juga belum selesai karena masih harus dibahas lagi di dalam Komisi di DPRD DKI Jakarta. Di forum resmi itu, SKPD akan memaparkan rencana kegiatannya dan DPRD akan mengkaji, mengevaluasi dan mengawasi kegiatan eksekutif sebagaimana fungsinya dalam anggaran daerah.
“Di Komisi nanti dibahas ini ada apa nih, dan kami ambil hikmahnya dengan peristiwa di DKI Jakarta ini bahwa di daerah lain sebetulnya juga ditemukan hal seperti ini," ujarnya.
Sebagai Sekda yang telah mengemban tugas dengan beberapa Gubernur, Saefullah sangat paham mekanisme penganggaran di DKI. Bahkan, setiap tahun penganggaran yang dilakukan DKI tetap sama meski gubernurnya berbeda.
"Saya ini mengikuti zaman pemerintahan yang dulu, dan yang sekarang saya mengikuti, jadi dituduh kalau kami tidak transparan, itu salah besar. Karena yang kami lakukan sekarang ini persis sama dan sebangun dengan apa yang kami lakukan dahulu, jadi tidak ada yang disembunyikan. Bahkan kami tambah satu layanan namanya ada forum rencana strategis daerah, jadi semakin kuat (koordinasinya)," katanya.
Sementara itu, Anggota DPRD DKI Jakarta, Ima Mahdiah menegaskan, tidak pernah menerima draft KUA PPAS yang diusulkan Pemprov DKI, baik itu hard ataupun softcopy. Dirinya berusaha sendiri mencari data kepada SKPD terkait.
"Kalau hardcopy sudah cuman kan itu yang masih Rp95 triliun. Belum yang revisi. Tapi ini (data yang saya sisir) sudah yang revisi nih saya minta per dinas. Minta sendiri harus kita kejar-kejar juga. Bukan dikasih," ucapnya.
Ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) DKI Jakarta, Saefullah mengatakan, sejak Juli lalu pihaknya telah mengirimkan draft KUA-PPAS kepada DPRD DKI. Sebab, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 12 tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, seharusnya kepala daerah dengan legislator menyepakati dokumen KUA-PPAS paling lambat minggu kedua bulan Agustus.
Namun, lanjut Saefullah, karena ada pergantian anggota DPRD DKI Jakarta 2019-2024 pada 26 Agustus 2019 lalu, pembahasan KUA PPAS itu tertunda. Dia pun langsung kembali mengingatkan kepada legislatif periode 2019-2024 untuk menggenjot pembahasan KUA-PPAS.
"Jadi kami tidak pernah memberikan draft KUA PPAS dadakan kepada DPRD. Tahapan-tahapan yang digariskan Kemendagri sudah menyimpang atau sudah tidak taat waktu, yah harusnya KUA-PPAS sudah selesai Agustus. Setelah itu masih ada forum (pembahasan di Komisi dan Banggar) lagi dan peluang pembahasan itu memang di situ. Jadi intinya semuanya sekarang masih dalam proses," kata Saefullah di Balai Kota DKI Jakarta, Kamis (7/11/2019)
Sekretaris Daerah (Sekda) DKI Jakarta itu menjelaskan pada 30 November 2019 dokumen KUA-PPAS sudah harus selesai, sehingga bentuknya berubah nanti menjadi rancangan APBD 2020 . Kemudian, pada 1 November 2019 Rancangan APBD 2020 sudah harus disampaikan kepada Kemendagri.
Di sana, lanjut Saefullah, dokumen tersebut akan dievaluasi selama 15 hari. Setelah itu dokumen itu dikembalikan kepada Pemprov DKI Jakarta untuk dikaji ulang selama tujuh hari atau sepekan. (Baca: Sekda DKI: Dokumen KUA-PPAS Sudah Diserahkan ke DPRD sejak Juli)
"Setelah itu kami lapor lagi kepada DPRD. Ini loh evaluasi Kemendagri dan kalau ada evaluasi dari Kemendagri, kami rapikan dokumennya supaya 1 Januari 2019 APBD 2020 bisa berjalan," ungkapnya.
Terkait polemik belum diunggahnya dokumen KUA-PPAS 2020 di website apbd.jakarta.go.id,. Saefullah menilai, lantaran dokumen tersebut belum disepakati antara eksekutif dengan legislatif. "Nanti belum waktunya, waktunya itu adalah ketika KUA-PPAS disepakati kemudian SKPD menginput yang final (disetujui). Baru kami buka," jelasnya.
Meski kegiatan itu telah diinput oleh SKPD, dokumen tersebut sebetulnya juga belum selesai karena masih harus dibahas lagi di dalam Komisi di DPRD DKI Jakarta. Di forum resmi itu, SKPD akan memaparkan rencana kegiatannya dan DPRD akan mengkaji, mengevaluasi dan mengawasi kegiatan eksekutif sebagaimana fungsinya dalam anggaran daerah.
“Di Komisi nanti dibahas ini ada apa nih, dan kami ambil hikmahnya dengan peristiwa di DKI Jakarta ini bahwa di daerah lain sebetulnya juga ditemukan hal seperti ini," ujarnya.
Sebagai Sekda yang telah mengemban tugas dengan beberapa Gubernur, Saefullah sangat paham mekanisme penganggaran di DKI. Bahkan, setiap tahun penganggaran yang dilakukan DKI tetap sama meski gubernurnya berbeda.
"Saya ini mengikuti zaman pemerintahan yang dulu, dan yang sekarang saya mengikuti, jadi dituduh kalau kami tidak transparan, itu salah besar. Karena yang kami lakukan sekarang ini persis sama dan sebangun dengan apa yang kami lakukan dahulu, jadi tidak ada yang disembunyikan. Bahkan kami tambah satu layanan namanya ada forum rencana strategis daerah, jadi semakin kuat (koordinasinya)," katanya.
Sementara itu, Anggota DPRD DKI Jakarta, Ima Mahdiah menegaskan, tidak pernah menerima draft KUA PPAS yang diusulkan Pemprov DKI, baik itu hard ataupun softcopy. Dirinya berusaha sendiri mencari data kepada SKPD terkait.
"Kalau hardcopy sudah cuman kan itu yang masih Rp95 triliun. Belum yang revisi. Tapi ini (data yang saya sisir) sudah yang revisi nih saya minta per dinas. Minta sendiri harus kita kejar-kejar juga. Bukan dikasih," ucapnya.
(whb)