Umbar Anggaran Lem Aibon, Pimpinan Komisi A DPRD DKI Tegur Politikus PSI
A
A
A
JAKARTA - Wakil Ketua Komisi A DPRD DKI Jakarta dari Fraksi Gerindra Inggard Joshua menegur politikus Partai Solidaritas Indonesia (PSI) William Aditya Sarana yang terkesan mencari panggung dalam polemik RAPBD 2020. Ia menilai sikap William kurang pantas sebagai seorang anggota Dewan.
Inggrad mengatakan, sebagai seorang legislator, harus ada hal yang dijaga dan diperhatikan. Jangan karena ingin dikenal, semua masalah dibuka di media. (Baca juga: Banyak Anggaran Tak Wajar di SKPD, Anies Sebut Biangnya Sistem Warisan Ahok)
"Sebagai anggota Dewan, kita perlu punya rasa harga diri dan punya tata krama dalam rangka menyampaikan aspirasi. Aspirasi itu boleh keluar setelah kita melakukan pembahasan. Jangan sampai, artinya kita belum melakukan pembahasan, sudah ramai di koran," ujar Inggard dalam rapat Kebijakan Umum Anggaran-Prioritas Plafon Sementara (KUA-PPAS) dengan Satpol PP DKI Jakarta di gedung DPRD DKI, Jalan Kebon Sirih, Kamis (31/10/2019).
"Ini saya berharap forum yang kencang itu di ruangan ini. Kita mau berantem ya berantem di ruangan ini, jangan berantem di luar," sambungnya. (Baca juga: Sistem E-Budgeting Rumit, Bikin SKPD DKI Asal Masukkan Anggaran)
Inggard menuturkan, caranya tidak seperti itu jika niatnya memang untuk menyampaikan aspirasi. Sebab menurut Inggard, dalam menyampaiakan aspirasi ada tempatnya, yakni di dalam forum rapat.
"Khususnya pada saudara William, William ini kan baru, saya berharap, bukannya enggak boleh ngomong di koran atau di TV, boleh saja, tapi harus jaga tata krama, itu kan (anggaran) baru KUA-PPAS yang baru disampaikan oleh eksekutif kepada legislatif. Nah, ketika ada pertanyaan tolong dicatat, dicatat dan kita bahas nanti," terangnya.
Menurut Inggard, apa yang dilakukan William sudah melampai batas, karena sudah menduga bahwa ada praktik kejahatan, tanpa adanya bukti. (Baca juga: Banyak Temuan Anggaran Siluman di 2020, Ketua DPRD DKI Minta Anies Tegas)
"Jangan sampai ada prasangka buruk. Eksekutif itu mitra kita, kalau perlu kita ngomong di dalam, jadi enggak ricuh dan bilang enggak pantas. Kalau kita anggap tidak pas kita bisa panggil, dari eksekutif bisa memanggil. Secara pribadi boleh. Jangan sampai kita tuduh menuduh, tidak baik. Saya ingatkan lagi, eksekutif dalam membuat anggaran itu dengan cermat," tandasnya.
Diketahui, William Aditya mengungkap usulan anggaran pembelian lem aibon senilai Rp82,8 miliar, pulpen Rp123 miliar, pembelian server Jakarta Smart City Rp65 miliar, dan pengadaan komputer Rp132 miliar dalam KUA-PPAS RAPBD 2020 di Dinas Pendidikan. Hal ini pun menjadi viral dan memunculkan polemik di tengah masyarakat. (Baca juga: Anggaran Pengadaan Pulpen Rp120 Miliar, Disdik DKI Akan Lakukan Revisi)
Inggrad mengatakan, sebagai seorang legislator, harus ada hal yang dijaga dan diperhatikan. Jangan karena ingin dikenal, semua masalah dibuka di media. (Baca juga: Banyak Anggaran Tak Wajar di SKPD, Anies Sebut Biangnya Sistem Warisan Ahok)
"Sebagai anggota Dewan, kita perlu punya rasa harga diri dan punya tata krama dalam rangka menyampaikan aspirasi. Aspirasi itu boleh keluar setelah kita melakukan pembahasan. Jangan sampai, artinya kita belum melakukan pembahasan, sudah ramai di koran," ujar Inggard dalam rapat Kebijakan Umum Anggaran-Prioritas Plafon Sementara (KUA-PPAS) dengan Satpol PP DKI Jakarta di gedung DPRD DKI, Jalan Kebon Sirih, Kamis (31/10/2019).
"Ini saya berharap forum yang kencang itu di ruangan ini. Kita mau berantem ya berantem di ruangan ini, jangan berantem di luar," sambungnya. (Baca juga: Sistem E-Budgeting Rumit, Bikin SKPD DKI Asal Masukkan Anggaran)
Inggard menuturkan, caranya tidak seperti itu jika niatnya memang untuk menyampaikan aspirasi. Sebab menurut Inggard, dalam menyampaiakan aspirasi ada tempatnya, yakni di dalam forum rapat.
"Khususnya pada saudara William, William ini kan baru, saya berharap, bukannya enggak boleh ngomong di koran atau di TV, boleh saja, tapi harus jaga tata krama, itu kan (anggaran) baru KUA-PPAS yang baru disampaikan oleh eksekutif kepada legislatif. Nah, ketika ada pertanyaan tolong dicatat, dicatat dan kita bahas nanti," terangnya.
Menurut Inggard, apa yang dilakukan William sudah melampai batas, karena sudah menduga bahwa ada praktik kejahatan, tanpa adanya bukti. (Baca juga: Banyak Temuan Anggaran Siluman di 2020, Ketua DPRD DKI Minta Anies Tegas)
"Jangan sampai ada prasangka buruk. Eksekutif itu mitra kita, kalau perlu kita ngomong di dalam, jadi enggak ricuh dan bilang enggak pantas. Kalau kita anggap tidak pas kita bisa panggil, dari eksekutif bisa memanggil. Secara pribadi boleh. Jangan sampai kita tuduh menuduh, tidak baik. Saya ingatkan lagi, eksekutif dalam membuat anggaran itu dengan cermat," tandasnya.
Diketahui, William Aditya mengungkap usulan anggaran pembelian lem aibon senilai Rp82,8 miliar, pulpen Rp123 miliar, pembelian server Jakarta Smart City Rp65 miliar, dan pengadaan komputer Rp132 miliar dalam KUA-PPAS RAPBD 2020 di Dinas Pendidikan. Hal ini pun menjadi viral dan memunculkan polemik di tengah masyarakat. (Baca juga: Anggaran Pengadaan Pulpen Rp120 Miliar, Disdik DKI Akan Lakukan Revisi)
(thm)