Terpapar Asap Rokok, Anak dan Bayi Bakal Terkena Penyakit Pernapasan
A
A
A
JAKARTA - Ancaman bahaya asap rokok semakin tidak dapat dihindari. Tidak hanya membahayakan bagi kalangan dewasa, tetapi juga bagi anak-anak dan bayi yang secara tak sengaja ikut menghirup asap rokok.
Mereka terpapar ribuan zat berbahaya dan sebagian bersifat karsinogenik (beracun) yang dapat merusak sel-sel di dalam tubuh.
Meskipun fakta ini telah menjadi rahasia umum, hal ini tidak juga menjadi suatu dorongan yang membantu seseorang untuk berhenti merokok, dan juga tidak mengurangi jumlah perokok di Indonesia. Oleh karenanya, non-perokok dituntut untuk lebih berhati-hati apabila terpapar asap rokok.
"Perokok pasif lebih rentan terhadap kanker paru dan penyakit jantung dibandingkan dengan perokok aktif. Karena Anda akan menghirup zat kimia yang terkandung pada rokok orang lain," kata Dosen STIKES Telogorejo Semarang, Riska Megawati di Jakarta, Kamis (17/10/2019).
Anak-anak dan bayi rentan terpapar asap rokok second hand smoke atau menjadi perokok pasif. Mereka bisa secara tidak sengaja menghirup asap dari hasil pembakaran tembakau atau asap yang dihembuskan dari seseorang dewasa yang sedang merokok di sekitarnya.
WHO memperkirakan sebanyak hampir 600.000 kematian per tahun disebabkan oleh paparan asap rokok kepada perokok pasif.
Dikutip dari Departemen Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan Amerika Serikat, paparan asap rokok yang dihirup oleh perokok pasif memiliki risiko yang hampir sama dengan asap yang dihirup langsung oleh perokok aktif, yaitu meningkatkan risiko terkena penyakit kardiovaskular hingga 30 persen.
"Bayi dan anak-anak yang terpapar asap rokok pasif juga memiliki peluang lebih tinggi terkena penyakit pernapasan seperti asma, bronkitis, radang paru-paru, dan mengalami Sindrom Kematian Bayi Mendadak (Sudden Infant Death Syndrome/SIDS)," katanya.
Berdasarkan laporan Southeast Asia Tobacco Control Alliance (SEATCA) yang berjudul The Tobacco Control Atlas, ASEAN Region menunjukkan bahwa Indonesia merupakan negara dengan jumlah perokok terbanyak di ASEAN yakni 65,19 juta orang.
Kemudian disusul oleh Filipina dengan jumlah perokok terbanyak kedua yakni sebanyak 16,5 juta.
Salah satu upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia adalah dengan mewajibkan Pemerintah Daerah menerapkan Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Aturan ini diharapkan dapat mengurangi jumlah perokok di Indonesia.
Selain itu, Indonesia juga tengah dalam pembicaraan untuk menaikkan pajak rokok dan harga eceran dengan harapan yang sama. Sementara itu, beberapa negara maju yang memiliki permasalahan serupa mulai melakukan berbagai pendekatan melalui penelitian untuk mencari tahu bagaimana cara menurunkan angka perokok.
Inggris menjadi salah satu negara yang dinilai paling aktif melakukan penelitian untuk menurunkan jumlah perokok melalui produk rendah risiko, salah satunya adalah rokok elektrik.
Dari penelitian yang dilakukan oleh Public Health England (PHE) menunjukkan bahwa rokok elektrik 95 persen lebih rendah risiko dibandingkan dengan rokok konvensional. Karena proses pembakaran dihilangkan yang kemudian juga menghilangkan paparan asap pertama bagi perokok dan paparan asap kedua dan ketiga yang mungkin dihirup oleh perokok pasif.
Penggunaan alternatif untuk menghilangkan bahaya yang ditimbulkan oleh asap rokok dan juga secara perlahan mengurangi jumlah perokok dengan memberikan alternatif yang lebih rendah risiko bagi perokok aktif mungkin bisa menjadi salah satu langkah yang bisa dilakukan, terutama melihat hasil yang telah berhasil dicapai oleh beberapa negara maju dengan menggunakan jalan alternatif ini, seperti Inggris, serta dengan semakin banyaknya bukti-bukti ilmiah yang mendukung pemanfaatan produk alternatif seperti rokok elektrik.
Meskipun demikian, sejumlah penelitian lanjutan dibutuhkan untuk mengetahui dampak jangka panjang dari produk alternatif.
Mereka terpapar ribuan zat berbahaya dan sebagian bersifat karsinogenik (beracun) yang dapat merusak sel-sel di dalam tubuh.
Meskipun fakta ini telah menjadi rahasia umum, hal ini tidak juga menjadi suatu dorongan yang membantu seseorang untuk berhenti merokok, dan juga tidak mengurangi jumlah perokok di Indonesia. Oleh karenanya, non-perokok dituntut untuk lebih berhati-hati apabila terpapar asap rokok.
"Perokok pasif lebih rentan terhadap kanker paru dan penyakit jantung dibandingkan dengan perokok aktif. Karena Anda akan menghirup zat kimia yang terkandung pada rokok orang lain," kata Dosen STIKES Telogorejo Semarang, Riska Megawati di Jakarta, Kamis (17/10/2019).
Anak-anak dan bayi rentan terpapar asap rokok second hand smoke atau menjadi perokok pasif. Mereka bisa secara tidak sengaja menghirup asap dari hasil pembakaran tembakau atau asap yang dihembuskan dari seseorang dewasa yang sedang merokok di sekitarnya.
WHO memperkirakan sebanyak hampir 600.000 kematian per tahun disebabkan oleh paparan asap rokok kepada perokok pasif.
Dikutip dari Departemen Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan Amerika Serikat, paparan asap rokok yang dihirup oleh perokok pasif memiliki risiko yang hampir sama dengan asap yang dihirup langsung oleh perokok aktif, yaitu meningkatkan risiko terkena penyakit kardiovaskular hingga 30 persen.
"Bayi dan anak-anak yang terpapar asap rokok pasif juga memiliki peluang lebih tinggi terkena penyakit pernapasan seperti asma, bronkitis, radang paru-paru, dan mengalami Sindrom Kematian Bayi Mendadak (Sudden Infant Death Syndrome/SIDS)," katanya.
Berdasarkan laporan Southeast Asia Tobacco Control Alliance (SEATCA) yang berjudul The Tobacco Control Atlas, ASEAN Region menunjukkan bahwa Indonesia merupakan negara dengan jumlah perokok terbanyak di ASEAN yakni 65,19 juta orang.
Kemudian disusul oleh Filipina dengan jumlah perokok terbanyak kedua yakni sebanyak 16,5 juta.
Salah satu upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia adalah dengan mewajibkan Pemerintah Daerah menerapkan Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Aturan ini diharapkan dapat mengurangi jumlah perokok di Indonesia.
Selain itu, Indonesia juga tengah dalam pembicaraan untuk menaikkan pajak rokok dan harga eceran dengan harapan yang sama. Sementara itu, beberapa negara maju yang memiliki permasalahan serupa mulai melakukan berbagai pendekatan melalui penelitian untuk mencari tahu bagaimana cara menurunkan angka perokok.
Inggris menjadi salah satu negara yang dinilai paling aktif melakukan penelitian untuk menurunkan jumlah perokok melalui produk rendah risiko, salah satunya adalah rokok elektrik.
Dari penelitian yang dilakukan oleh Public Health England (PHE) menunjukkan bahwa rokok elektrik 95 persen lebih rendah risiko dibandingkan dengan rokok konvensional. Karena proses pembakaran dihilangkan yang kemudian juga menghilangkan paparan asap pertama bagi perokok dan paparan asap kedua dan ketiga yang mungkin dihirup oleh perokok pasif.
Penggunaan alternatif untuk menghilangkan bahaya yang ditimbulkan oleh asap rokok dan juga secara perlahan mengurangi jumlah perokok dengan memberikan alternatif yang lebih rendah risiko bagi perokok aktif mungkin bisa menjadi salah satu langkah yang bisa dilakukan, terutama melihat hasil yang telah berhasil dicapai oleh beberapa negara maju dengan menggunakan jalan alternatif ini, seperti Inggris, serta dengan semakin banyaknya bukti-bukti ilmiah yang mendukung pemanfaatan produk alternatif seperti rokok elektrik.
Meskipun demikian, sejumlah penelitian lanjutan dibutuhkan untuk mengetahui dampak jangka panjang dari produk alternatif.
(mhd)