Imbas Perluasan Ganjil Genap, Pedagang Glodok Mengaku Tekor
A
A
A
JAKARTA - Warga dan pedagang di sekitar sentra bisnis Jalan Gadjah Mada, Hayam Wuruk; dan Gunung Sahari, mengaku tekor akibat kebijakan perluasan ganjil genap di kawasan tersebut. Mereka meminta Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengkaji ulang kebijakan itu.
"Kami para pedagang dan warga sekitar di sentra bisnis ini menyatakan sikap bahwa ganjil genap bukan solusi masalah polusi di Jakarta. Kami menyatakan sepakat menjadi pelopor untuk menghijaukan Jakarta. Maju kotanya, bahagia warganya," demikian pernyataan sikap warga dan pedagang sekitar sentra bisnis Jalan Gadjah Mada, Hayam Wuruk; dan Gunung Sahari, yang diterima Minggu (1/9/2019).
Eka, salah seorang perwakilan pedagang Pasar Glodok mengatakan, sejak uji coba perluasan kawasan ganjil genap yang dimulai pada 12 Agustus 2019 lalu, omzetnya menurun hingga 50%. "Terus terang kami merasa amat sangat dirugikan karena keadaan sekarang sudah sepi, ditambah lagi ada ganjil genap maka makin bertambah sepi. Dengan berkurangnya income, dikawatirkan adalah dampaknya akan menjadi dampak domino kemana-mana," kata Eka.
"Kami operasional jalan terus, gaji karyawan jalan terus, itukan menjadi dampak yang sangat tidak menguntungkan bagi kami semua, bukan hanya pedagang. Dampaknya dagangan sudah 2 minggu sepi, penurunan omzet saat uji coba ini menurun hingga 50%," sambungnya.
Untuk itu, Eka meminta Pemprov DKI mengkaji kembali perluasan ganjil genap di kawasan tersebut. Pasalnya banyak warga yang dirugikan khususnya para pedagang.
"Harapannya mohon dikaji ulang, apakah ini sebuah kebijakan yang benar-benar membawa dampak yang berguna bagi masyarakat atau tidak. Karena di sini yang akan terimbas akibatnya adalah kami semua masyarakat. Kalau bisa dibatalkan itu lebih baik, tapi kalau tidak bisa diundur dulu biar kita mencari solusi yang lebih baik lebih bijak," ucap dia.
Sementara itu, Ketua Koperasi Pasar (Koppas) HWI Lindeteves Chandra Suwono mengungkapkan, perluasan sistem ganjil genap di Jalan Gajah Mada, Hayam Wuruk, dan Gunung Sahari, bukan solusi mengatasi kemacetan.
Chandra menerangkan, kepadatan kendaraan di sejumlah ruas jalan tersebut biasanya terjadi hanya pada saat jam kantor dan itupun diakibatkan oleh traffic light yang jaraknya berdekatan.
"Ganjil genap inikan alasannya ada dua. Pertama terkait masalah emisi atau polusi, yang kedua adalah kemacetan. Kemacetan misalnya, untuk Jalan Gunung Sahari., itu dari Glodok, dari Ancol sampai dengan Pasar Senen, itu kira-kira jaraknya dua kilometer. Di situ ada tujuh traffic light, itulah sumber kemacetan sebetulnya," tutur Candra.
"Kalau terkait Gajah Mada dan Hayam Wuruk enggak macet, dia hanya ada ramai ketika jam kantor karena itu masalahnya sama traffic light, tetapi itu kendaraan tetap padat merayap, enggak stuck, enggak diam. Oleh karena itu jalan tersebut enggak perlu ada ganjil genap,” sarannya.
Sementara Chandra, Koordinator Forum Rakyat Lieus Sungkharisma menyatakan mendukung sepenuhnya gerakan menghijaukan Jakarta. Bahkan ia bersama warga di kawasan Glodok menggagas Gerakan Warga Gila Tanaman (Wagiman) yang bertujuan untuk membangkitkan kesadaran warga ibu kota tentang pentingnya menanam pohon dan menghijaukan lingkungan sekitar.
“Saya lihat kalau Jakarta semuanya buat gerakan Wagiman itu selesai (masalah polusi), hijau, asri, enggak perlu lagi itu perluasan ganjil genap. Karena saya tahu persis ganjil genap ini diperluas karena polusi Jakarta sudah semakin dasyat,” ucapnya.
Lieus menyebut, sebagian besar warga di kawasan Glodok sudah mulai menanam pohon. Mereka sudah mengetahui polusi udara di Jakarta memprihatinkan. “Jadi saya lihat pedagang, warga di sini, toko-toko itu sudah mulai taruh pot, masang pohon, asri itu. Ini kalau kita semua serempak dasyat itu. Jadi kalau gak ada lahan buat tanah pohon bisa di pot. Kalau lahan kosong dihijaukan,” pungkasnya.
"Kami para pedagang dan warga sekitar di sentra bisnis ini menyatakan sikap bahwa ganjil genap bukan solusi masalah polusi di Jakarta. Kami menyatakan sepakat menjadi pelopor untuk menghijaukan Jakarta. Maju kotanya, bahagia warganya," demikian pernyataan sikap warga dan pedagang sekitar sentra bisnis Jalan Gadjah Mada, Hayam Wuruk; dan Gunung Sahari, yang diterima Minggu (1/9/2019).
Eka, salah seorang perwakilan pedagang Pasar Glodok mengatakan, sejak uji coba perluasan kawasan ganjil genap yang dimulai pada 12 Agustus 2019 lalu, omzetnya menurun hingga 50%. "Terus terang kami merasa amat sangat dirugikan karena keadaan sekarang sudah sepi, ditambah lagi ada ganjil genap maka makin bertambah sepi. Dengan berkurangnya income, dikawatirkan adalah dampaknya akan menjadi dampak domino kemana-mana," kata Eka.
"Kami operasional jalan terus, gaji karyawan jalan terus, itukan menjadi dampak yang sangat tidak menguntungkan bagi kami semua, bukan hanya pedagang. Dampaknya dagangan sudah 2 minggu sepi, penurunan omzet saat uji coba ini menurun hingga 50%," sambungnya.
Untuk itu, Eka meminta Pemprov DKI mengkaji kembali perluasan ganjil genap di kawasan tersebut. Pasalnya banyak warga yang dirugikan khususnya para pedagang.
"Harapannya mohon dikaji ulang, apakah ini sebuah kebijakan yang benar-benar membawa dampak yang berguna bagi masyarakat atau tidak. Karena di sini yang akan terimbas akibatnya adalah kami semua masyarakat. Kalau bisa dibatalkan itu lebih baik, tapi kalau tidak bisa diundur dulu biar kita mencari solusi yang lebih baik lebih bijak," ucap dia.
Sementara itu, Ketua Koperasi Pasar (Koppas) HWI Lindeteves Chandra Suwono mengungkapkan, perluasan sistem ganjil genap di Jalan Gajah Mada, Hayam Wuruk, dan Gunung Sahari, bukan solusi mengatasi kemacetan.
Chandra menerangkan, kepadatan kendaraan di sejumlah ruas jalan tersebut biasanya terjadi hanya pada saat jam kantor dan itupun diakibatkan oleh traffic light yang jaraknya berdekatan.
"Ganjil genap inikan alasannya ada dua. Pertama terkait masalah emisi atau polusi, yang kedua adalah kemacetan. Kemacetan misalnya, untuk Jalan Gunung Sahari., itu dari Glodok, dari Ancol sampai dengan Pasar Senen, itu kira-kira jaraknya dua kilometer. Di situ ada tujuh traffic light, itulah sumber kemacetan sebetulnya," tutur Candra.
"Kalau terkait Gajah Mada dan Hayam Wuruk enggak macet, dia hanya ada ramai ketika jam kantor karena itu masalahnya sama traffic light, tetapi itu kendaraan tetap padat merayap, enggak stuck, enggak diam. Oleh karena itu jalan tersebut enggak perlu ada ganjil genap,” sarannya.
Sementara Chandra, Koordinator Forum Rakyat Lieus Sungkharisma menyatakan mendukung sepenuhnya gerakan menghijaukan Jakarta. Bahkan ia bersama warga di kawasan Glodok menggagas Gerakan Warga Gila Tanaman (Wagiman) yang bertujuan untuk membangkitkan kesadaran warga ibu kota tentang pentingnya menanam pohon dan menghijaukan lingkungan sekitar.
“Saya lihat kalau Jakarta semuanya buat gerakan Wagiman itu selesai (masalah polusi), hijau, asri, enggak perlu lagi itu perluasan ganjil genap. Karena saya tahu persis ganjil genap ini diperluas karena polusi Jakarta sudah semakin dasyat,” ucapnya.
Lieus menyebut, sebagian besar warga di kawasan Glodok sudah mulai menanam pohon. Mereka sudah mengetahui polusi udara di Jakarta memprihatinkan. “Jadi saya lihat pedagang, warga di sini, toko-toko itu sudah mulai taruh pot, masang pohon, asri itu. Ini kalau kita semua serempak dasyat itu. Jadi kalau gak ada lahan buat tanah pohon bisa di pot. Kalau lahan kosong dihijaukan,” pungkasnya.
(thm)