Geliat Ekonomi Masyarakat di Kampung Arab

Selasa, 06 Agustus 2019 - 10:37 WIB
Geliat Ekonomi Masyarakat...
Geliat Ekonomi Masyarakat di Kampung Arab
A A A
BOGOR - Seorang pria bersama anaknya masuk ke supermarket di Jalan Raya Puncak KM 84. Tak lama kemudian, pria berperawakan Arab itu keluar sambil menenteng plastik. Lalu sambil menggendong sang anak, dia bergegas masuk ke salah satu hotel.

Pemandangan turis asing Timur Tengah di kawasan Warung Kaleng, Kampung Sampay, Desa Tugu Utara, Cisarua, Kabupaten Bogor, memang tak asing lagi. Hampir di sepanjang jalan terdapat pertokoan bertuliskan bahasa Arab mulai dari jasa jual beli tiket, alat-alat berkemah, tukang cukur, penjual kambing, penjual pulsa, dan laininya. Warga Bogor menyebutnya sebagai Kampung Arab.

Geliat ekonomi masyarakat di Kampung Arab belakangan memang semakin bergairah. Hampir 90% warga yang tinggal di kawasan Puncak mengandalkan jasa wisatawan khususnya dari Timur Tengah (Timteng).

Kawasan Warung Kaleng memang berbeda dengan dulu. Sepuluh tahun lalu, Desa Tugu Utara dan Tugu Selatan merupakan desa tertinggal dengan indeks pembangunan serta partisipasi pendidikan masyarakatnya rendah. Meski tak ada data yang menunjukkan tingkat pertumbuhan ekonomi meningkat, tapi jika melihat kondisi fisik infrastruktur dan pusat pertokoannya sangat maju.

Bangunan kios atau warung milik warga setempat ataupun warga asal Timteng nyaris sulit dibedakan. Mereka melebur jadi satu karena sebagian besar toko bangunan bertuliskan huruf Arab. Ketua Kelompok Penggerak Pariwisata (Kompepar) Kawasan Puncak Bogor, Bowie mengungkapkan, munculnya turis Arab di kawasan Puncak berlangsung tahun 1970-an.

Awalnya banyak warga keturunan Arab membuka toko menjual barang-barang dan makanan serba khas Timur Tengah untuk memanjakan wisatawan Arab saat berlibur ke Puncak. Kemudian pada perkembangannya, aktivitas warga Arab tak dianggap orang asing oleh warga setempat. Bahkan, mereka berbaur dan ada yang menikah.

“Warga juga mendukung keberadaan mereka karena secara tak langsung menunjang perekonomian masyarakat kita,” ujarnya. Bowie mengaku warga setempat tak lagi mempermasalahkan keberadaan mereka. Selain secara ekonomi menguntungkan, juga karena banyak sisi positif dari segi pertukaran budaya dan bahasa.

“Sudah menjadi hal biasa jika di sana kita temui warga lokal tengah bercanda dengan warga Arab. Mulai dari tukang parkir, tukang ojek, hingga pedagang asongan pun sudah menguasai bahasa Arab,” ujarnya.

Berdasarkan keterangan warga, ada musim di mana banyak warga asal Timur Tengah berwisata ke Puncak, yakni bulan Mei hingga Agustus. Mungkin karena tahun ini bertepatan dengan bulan Zulhijah atau Idul Adha sehingga mereka enggan datang. “Tapi biasanya, mereka akan kembali setelah selesai Lebaran Haji,” ujar Udin Saepudin, 45, pedagang kopi di kawasan Warung Kaleng, Jalan Raya Puncak KM 84.

Menurut Udin, sebelumnya kawasan itu dikenal sebagai tempat memangkal taksi gelap. Sekarang sudah menjadi kompleks pertokoan milik orang Arab. “Pemiliknya ada orang Arab dan ada juga Indonesia. Tapi, sebagian besar sekarang milik orang Indonesia, hanya namanya saja bertuliskan Arab karena di sini sudah seperti magnet bagi turis asal Timur Tengah,” ujarnya.

Imran, 27, warga asal Iran, mengaku sudah tiga kali ke Indonesia dan paling sering berkunjung ke Puncak. Bahkan setiap liburan selalu merencanakan dengan keluarga berkunjung ke sana. “Tempatnya sejuk, indah, dan masyarakatnya ramah,” ujarnya.

Hal senada diungkapkan Ahmed, 25, WNA asal Yaman. Dia mengaku sengaja berkunjung ke Indonesia, tepatnya Puncak, Bogor, karena penasaran dari tetangga dan keluarganya yang pernah berkunjung. “Awalnya saya tak kepikiran berkunjung ke sini. Tapi, karena banyak saudara bahkan tetangga yang ke sini, akhirnya saya tertarik,” katanya saat ditemui di salah satu agen travel di kawasan Puncak, Bogor.

Tempat Favorit Pencari Suaka
Kawasan Puncak menjadi tempat favorit para pencari suaka khususnya asal Timur Tengah. Berdasarkan data Kantor Imigrasi Kelas I Bogor dan International Networking for Humanitarian (INH), jumlah pencari suaka dari berbagai negara yang ada di Kabupaten Bogor mencapai 1.700 orang.“Kita hanya memberikan sosialisasi sambil mengingatkan mereka agar tidak melakukan hal-hal tak diinginkan seperti membuka usaha,” ungkap Kepala Kantor Imigrasi Klas I Non TPI Bogor, Suhendra. Ketua International Networking For Humanitarian (INH) Lukmanul Hakim menyebut, total pengungsi dari sejumlah negara pencari suaka dari berbagai negara yang berada di Kabupaten Bogor berjumlah 1.700 orang.

Menurut dia, dengan banyaknya pengungsi itu, Kabupaten Bogor sempat diusulkan membuat lokasi penampungan warna negara asing (WNA) pencari suaka tersebut. “Tapi, masih dalam pembahasan dan belum bisa terealisasi dalam waktu dekat,” katanya.

Lukmanul mengatakan, salah satu hambatannya adalah ketidaktersediaan anggaran. Sebab lembaga donatur dari Australia, yakni International Organization for Migration (IOM), telah menghentikan kucuran anggarannya kepada UNHCR, lembaga PBB untuk pengungsi. “Sejak Australia menyetop bantuan untuk pengungsi, anggaran pun menurun, kecuali kalau bantuan IOM kembali dikucurkan,” katanya.

Berdasarkan data dimilik lembaga kemanusiaan yang membantu penyaluran bantuan korban konflik ini, Lukmanul mengatakan, jumlah pengungsi terbanyak berasal dari negara Timur Tengah, yakni Afghanistan, Palestina, dan lainnya. Jumlah itu pun belum ditambah dengan pengungsi nonpencari suaka. “Kalau ditambah nonpencari suaka bisa mencapai 2000-an, itu tersebar ada yang lari ke penampungan di Tangerang dan beberapa juga ke Jakarta,” katanya.

Kepala Seksi Pengawasan Dini dan Ketahanan Bangsa Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Pemkab Bogor Suharto mengatakan, pihaknya akan intensif melakukan monitoring terhadap para pencari suaka yang sebagian besar bermukim di kawasan Puncak.

Dia mengakui, pihaknya tak bisa berbuat banyak terhadap para pencari suaka karena tidak memiliki kewenangan apa-apa. Bahkan untuk anggaran monitoring orang asing saja, baru dianggarkan tahun ini. “Kami hanya bisa melakukan monitoring,” katanya.

Dia menambahkan, meski tidak memiliki kewenangan, pihaknya berharap pada pemerintah pusat agar memberikan perhatian khusus terhadap membludaknya imigran di Kabupaten Bogor dapat menimbulkan dampak sosial. “Kami khawatirkan jika pembiayaan kebutuhan mereka tidak dipenuhi, bisa menimbulkan persoalan sosial,” katanya. (Haryudi)
(nfl)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1492 seconds (0.1#10.140)