Diusulkan Pemkot Depok, PDIP Tolak Wacana Raperda Religius
A
A
A
DEPOK - Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) menolak wacana rancangan peraturan daerah (Rapeda) Kota Religius yang diusulkan Pemerintah Kota (Pemkot) Depok. Alasannya, wacana tersebut memicu terjadinya konflik antar umat beragama.
"Yang dibutuhkan masyarakat adalah jaminan kebebasan dan kerukunan umat beragama. Hal-hal seperti itu yang wajib diatur dan dipastikan bisa berjalan dengan baik oleh pemkot (pemerintah kota). Bukan masuk ke dalam wilayah private warga negara yang memiliki hak asasi masing-masing," kata Ketua DPC PDIP Kota Depok, Hendrik Tangke Allo di Depok, Jawa Barat, Kamis (1/8/2019).
Menurutku, pemkot dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) nampaknya masih terus berupaya untuk mengajukan Raperda Kota Religius meski telah ditolak oleh Bamus DPRD Kota Depok. Namun pihaknya akan tetap menolak raperda kota religius karena religiusitas adalah persoalan privat yang tidak pada tempatnya untuk diatur oleh pemkot.
"Dan pemerintah kota tidak seharusnya mengatur bagaimana warganya harus menjalankan ibadah menurut agama dan kepercayaannya masing-masing," katanya. (Baca Juga: Pemkot Depok dan MUI Larang Penayangan Film Kucumbu Tubuh Indahku
Pemkot Depok, kata Hendrik, harus hadir memastikan bahwa toleransi antar umat beragama dan kebebasan menjalankan ibadah agar warganya aman dan nyaman. Meski menolak, dia mengusulkan raperda tentang jaminan kebebasan dan kerukunan umat beragama.
"Kita tidak menolak masalah religiusnya tapi kan yang diajukan ini sifatnya mengatur hal-hal yang sangat pribadi, dari mulai cara berpakaian, harus taat dan lain-lain. Saya pikir itu enggak perlu diatur lagi, itu adalah kewajiban umat bergama," ucapnya.
Yang perlu dipastikan pemerintah adalah ketika masyarakat merasa aman dan nyaman saat menjalankan hak beribadah maupun beragama. Selain itu, pemkot juga harus mendorong terciptanya ruang interaksi dan dialog antar umat beragama termasuk antar etnis, ras atau identitas lainnya.
Hendrik menilai, dalam konteks Depok sebagai kota yang terus berkembang dan semakin kompleks. Hal ini menjadi sangat penting untuk menekankan upaya kota menjamin kebebasan beragama, toleransi dan kerukunan antar umat beragama.
"Itu yang dibutuhkan masyarakat, namun bukan konteks mengatur urusan pribadi," paparnya.
Depok, kata dia adalah kota pluralisme sehingga toleransi umat beragama di Depok telah berjalan dengan sangat baik. Namun masih ada beberapa catatan yang harus dievaluasi dan dibenahi oleh pemkot.
"Selama ini dengan kondisi masyarakat Depok yang begitu plural ada yang berjalan dengan baik tapi ada juga yang tiba-tiba tidak bisa berjalan. Nah inilah yang harus dievalusi oleh pemerintah. Pemkot harus bisa memberikan pemahaman pada warga-nya untuk bisa menerima keberagaman," tambahnya.
Dia menegaskan, Depok membutuhkan pelayanan publik yang mengatur sendi-sendi kehidupaan. Sedangkan persoalan agama, kata dia, sudah diatur dalam undang-undang.
"Tak perlu lagi diperdebatkan. PDI Perjuangan Kota Depok percaya bahwa dialog dan kegiatan bersama akan membangun sikap toleran yang merupakan syarat penting bagi terciptanya kerukunan," tandasnya.
"Yang dibutuhkan masyarakat adalah jaminan kebebasan dan kerukunan umat beragama. Hal-hal seperti itu yang wajib diatur dan dipastikan bisa berjalan dengan baik oleh pemkot (pemerintah kota). Bukan masuk ke dalam wilayah private warga negara yang memiliki hak asasi masing-masing," kata Ketua DPC PDIP Kota Depok, Hendrik Tangke Allo di Depok, Jawa Barat, Kamis (1/8/2019).
Menurutku, pemkot dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) nampaknya masih terus berupaya untuk mengajukan Raperda Kota Religius meski telah ditolak oleh Bamus DPRD Kota Depok. Namun pihaknya akan tetap menolak raperda kota religius karena religiusitas adalah persoalan privat yang tidak pada tempatnya untuk diatur oleh pemkot.
"Dan pemerintah kota tidak seharusnya mengatur bagaimana warganya harus menjalankan ibadah menurut agama dan kepercayaannya masing-masing," katanya. (Baca Juga: Pemkot Depok dan MUI Larang Penayangan Film Kucumbu Tubuh Indahku
Pemkot Depok, kata Hendrik, harus hadir memastikan bahwa toleransi antar umat beragama dan kebebasan menjalankan ibadah agar warganya aman dan nyaman. Meski menolak, dia mengusulkan raperda tentang jaminan kebebasan dan kerukunan umat beragama.
"Kita tidak menolak masalah religiusnya tapi kan yang diajukan ini sifatnya mengatur hal-hal yang sangat pribadi, dari mulai cara berpakaian, harus taat dan lain-lain. Saya pikir itu enggak perlu diatur lagi, itu adalah kewajiban umat bergama," ucapnya.
Yang perlu dipastikan pemerintah adalah ketika masyarakat merasa aman dan nyaman saat menjalankan hak beribadah maupun beragama. Selain itu, pemkot juga harus mendorong terciptanya ruang interaksi dan dialog antar umat beragama termasuk antar etnis, ras atau identitas lainnya.
Hendrik menilai, dalam konteks Depok sebagai kota yang terus berkembang dan semakin kompleks. Hal ini menjadi sangat penting untuk menekankan upaya kota menjamin kebebasan beragama, toleransi dan kerukunan antar umat beragama.
"Itu yang dibutuhkan masyarakat, namun bukan konteks mengatur urusan pribadi," paparnya.
Depok, kata dia adalah kota pluralisme sehingga toleransi umat beragama di Depok telah berjalan dengan sangat baik. Namun masih ada beberapa catatan yang harus dievaluasi dan dibenahi oleh pemkot.
"Selama ini dengan kondisi masyarakat Depok yang begitu plural ada yang berjalan dengan baik tapi ada juga yang tiba-tiba tidak bisa berjalan. Nah inilah yang harus dievalusi oleh pemerintah. Pemkot harus bisa memberikan pemahaman pada warga-nya untuk bisa menerima keberagaman," tambahnya.
Dia menegaskan, Depok membutuhkan pelayanan publik yang mengatur sendi-sendi kehidupaan. Sedangkan persoalan agama, kata dia, sudah diatur dalam undang-undang.
"Tak perlu lagi diperdebatkan. PDI Perjuangan Kota Depok percaya bahwa dialog dan kegiatan bersama akan membangun sikap toleran yang merupakan syarat penting bagi terciptanya kerukunan," tandasnya.
(mhd)