Terdakwa Kasus Penjualan Kantor di Kuningan Place Divonis 9 Bulan Penjara
A
A
A
JAKARTA - Pengadilan Negeri Jakarta Selatan akhirnya memutuskan kasus dugaan penipuan dalam kasus penjualan dua lantai di Lumina Tower, Kuningan Place. Terdakwa Yusuf Valent divonis sembilan bulan dengan masa percobaan 1,5 tahun penjara.
Pembacaan vonis ini dibacakan oleh Majelis Hakim yang diketuai oleh Asiady Sembiring. Pihak terdakwa ajukan banding atas vonis yang dijatuhkan dalam sidang yang digelar, Senin, (15/7/2019).
Kasus ini bermula dari pembelian unit lantai 7 dan 8 Kuningan Place oleh PT Brahma Adiwidia ke PT KMP, dimana terdakwa Yusuf Valent selaku Direktur Utama. PT Brahma yang saat itu diwakili Tjung Lina yang mendapat informasi dari Indri Djati Gautama yang saat transaksi disebutkan sebagai Komisaris.
Setelah berproses, PT Brahma ternyata tidak bisa dpergunakan unit yang dibelinya itu dan merasa dirugikan, akhirnya memilih untuk melaporkan ke Polisi. Pihak terlapor yaitu Yusuf Valent dan Indri Djati Gautama, yang akhirnya hanya Yusuf Valent yang sampai ke meja hijau.
Salah satu barang bukti dalam perkara yang ditetapkan oleh persidangan yaitu salinan legalisir pembelian unit yang jadi objek sengket di Kuningan Place antara PT Kuningan Megah Perkasa dan PT Brahma Adiwidia,
Pihak pelapor Tjng Lina usai persidangan mengucapkan terima kasih atas putusan yang dinilai cukup adil itu. Tjung Lina juga bersyukut karena kasus ini terbukti di persidangan, meski vonis percobaan yang dijatuhkan oleh hakim.
Tjung Lina menuturkan, berkaca pada kasus ini, masyarakat Indonesia harus berhati-hati dengan modus terbaru yaitu, kolaborasi antara Pemuka Agama dan Pengusaha. Keduanya membangun Unit Kantor atau apartemen bersama-sama yang ujungnya menguntungkan pengusaha, dengan manfaatkan posisi Pemuka Agama.
"Alasan saya membuka fakta ini karena ingin masyarakat tahu dan waspada. Saat ini dalam kondisi yang dipergunakan untuk sejumlah orang untuk menipu rakyat Indonesia," kata Tjung Lina.
Di tempat yang sama, beberapa orang penghuni Kuningan Place juga keluhkan jika hingga saat ini beberapa orang penghuni belum mempunyai sertifikat atas properti yang dimiliki. Padahal, telah membeli unit sejak tahun 2008.
"Hingga saat ini, sejak membeli tahun 2008, belum ada surat layak fungsi, apalagi sertifikat HGB Sarusun," kata keduanya.
Hingga saat ini, belum terbukti Perhimpunan Penghuni Rumah Susun (PPRS) di apartemen Kuningan Place. Yang hanya PPRS sederhana bentukan pihak perusahaan.
Padahal, penghuni telah membayar iuran ke PPRS, namun tidak mengetahui penggunaan iuran yang mereka setorkan selama ini.
"Kami tidak pernah tahu kemana uang yang kami setorkan. Tidak pernah ada pertemuan," katanya.
Pembacaan vonis ini dibacakan oleh Majelis Hakim yang diketuai oleh Asiady Sembiring. Pihak terdakwa ajukan banding atas vonis yang dijatuhkan dalam sidang yang digelar, Senin, (15/7/2019).
Kasus ini bermula dari pembelian unit lantai 7 dan 8 Kuningan Place oleh PT Brahma Adiwidia ke PT KMP, dimana terdakwa Yusuf Valent selaku Direktur Utama. PT Brahma yang saat itu diwakili Tjung Lina yang mendapat informasi dari Indri Djati Gautama yang saat transaksi disebutkan sebagai Komisaris.
Setelah berproses, PT Brahma ternyata tidak bisa dpergunakan unit yang dibelinya itu dan merasa dirugikan, akhirnya memilih untuk melaporkan ke Polisi. Pihak terlapor yaitu Yusuf Valent dan Indri Djati Gautama, yang akhirnya hanya Yusuf Valent yang sampai ke meja hijau.
Salah satu barang bukti dalam perkara yang ditetapkan oleh persidangan yaitu salinan legalisir pembelian unit yang jadi objek sengket di Kuningan Place antara PT Kuningan Megah Perkasa dan PT Brahma Adiwidia,
Pihak pelapor Tjng Lina usai persidangan mengucapkan terima kasih atas putusan yang dinilai cukup adil itu. Tjung Lina juga bersyukut karena kasus ini terbukti di persidangan, meski vonis percobaan yang dijatuhkan oleh hakim.
Tjung Lina menuturkan, berkaca pada kasus ini, masyarakat Indonesia harus berhati-hati dengan modus terbaru yaitu, kolaborasi antara Pemuka Agama dan Pengusaha. Keduanya membangun Unit Kantor atau apartemen bersama-sama yang ujungnya menguntungkan pengusaha, dengan manfaatkan posisi Pemuka Agama.
"Alasan saya membuka fakta ini karena ingin masyarakat tahu dan waspada. Saat ini dalam kondisi yang dipergunakan untuk sejumlah orang untuk menipu rakyat Indonesia," kata Tjung Lina.
Di tempat yang sama, beberapa orang penghuni Kuningan Place juga keluhkan jika hingga saat ini beberapa orang penghuni belum mempunyai sertifikat atas properti yang dimiliki. Padahal, telah membeli unit sejak tahun 2008.
"Hingga saat ini, sejak membeli tahun 2008, belum ada surat layak fungsi, apalagi sertifikat HGB Sarusun," kata keduanya.
Hingga saat ini, belum terbukti Perhimpunan Penghuni Rumah Susun (PPRS) di apartemen Kuningan Place. Yang hanya PPRS sederhana bentukan pihak perusahaan.
Padahal, penghuni telah membayar iuran ke PPRS, namun tidak mengetahui penggunaan iuran yang mereka setorkan selama ini.
"Kami tidak pernah tahu kemana uang yang kami setorkan. Tidak pernah ada pertemuan," katanya.
(mhd)