Perempuan Pembawa Anjing Masuk Masjid Bisa Dijerat Pasal Penodaan Agama
A
A
A
JAKARTA - Badan Hukum Perkumpulan Komunitas Sarjana Hukum Muslim Indonesia (BHP KSHUMI) menyampaikan pendapat hukum (legal opini) terkait tindakan perempuan yang marah-marah sembari membawa hewan peliharaan anjing ke dalam Masjid Al Munawarah, Sentul City, Babakan Madang, Kabupaten Bogor, Minggu (30/6/2019) siang. Tindakan pelaku dinilai masuk kategori kejahatan serius sehingga harus diusut secara tuntas.
Ketua Eksekutif Nasional BHP KSHUMI Chandra Purna Irawan berpendapat, pelaku bisa dijerat Pasal 156a KUHP tentang penodaan agama dengan ancaman pidana penjara maksimal lima tahun. Sebab perbuatan perempuan tersebut dapat dikategorikan sebagai tindak pidana pelecehan atau penistaan terhadap rumah ibadah agama Islam yaitu masjid.
"Bahwa di dalam undang-undang menegaskan, perbuatan pelecehan, penodaan dan penghinaan terhadap suatu agama atau simbol agama tertentu adalah kejahatan serius. Patut diusut secara tuntas agar tidak ada bibit-bibit perpecahan dan konflik antaragama," ujar Chandra dikutip dari akun Instagramnya, Senin (1/7/2019).
Menurut dia, perbuatan perempuan berinisial SM (52) tersebut dapat dikategorikan perbuatan penistaan agama berdasarkan pasal 156a KUHP. Perbuatan tersebut dapat dinilai mengandung sifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan suatu agama.
"Sifat di sini artinya, bahwa perbuatan tersebut berdasarkan nilai-nilai spritual yang dianut umat pemeluk agama, dapat ditafsirkan atau diartikan oleh penganut agama yang bersangkutan sebagai memusuhi, menyalahgunakan atau menodai agama mereka," jelasnya.
Adapun penodaan tersebut mengadung sifat penghinaan, melecehkan, meremehkan dari suatu agama. Sebab tindakan tersebut dapat saja menyakitkan perasaan bagi umat pemeluk agama yang bersangkutan. "Pada umumnya, orang masuk mesjid yang dengan sengaja tanpa melepas alas kaki dan membawa anjing dinilai sebagai menodai masjid, karena masjid adalah tempat suci untuk beribadah umat Islam. Maka dalam Islam orang itu dinilai telah menodai agama Islam," tandasnya.
Ia melanjutkan, perbuatan materiil yang diatur di dalam Pasal 156a KUHP di antaranya melakukan perbuatan yang bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap agama.
"Melakukan perbuatan adalah bersifat fisik, dengan wujud gerakan dari tubuh atau bagian dari tubuh, misalnya menginjak kitab suci suatu agama atau masuk tempat ibadah tetapi tidak sesuai norma kepatutan, norma kesopanan dan norma yang diatur oleh agama tersebut," tukasnya.
Ketua Eksekutif Nasional BHP KSHUMI Chandra Purna Irawan berpendapat, pelaku bisa dijerat Pasal 156a KUHP tentang penodaan agama dengan ancaman pidana penjara maksimal lima tahun. Sebab perbuatan perempuan tersebut dapat dikategorikan sebagai tindak pidana pelecehan atau penistaan terhadap rumah ibadah agama Islam yaitu masjid.
"Bahwa di dalam undang-undang menegaskan, perbuatan pelecehan, penodaan dan penghinaan terhadap suatu agama atau simbol agama tertentu adalah kejahatan serius. Patut diusut secara tuntas agar tidak ada bibit-bibit perpecahan dan konflik antaragama," ujar Chandra dikutip dari akun Instagramnya, Senin (1/7/2019).
Menurut dia, perbuatan perempuan berinisial SM (52) tersebut dapat dikategorikan perbuatan penistaan agama berdasarkan pasal 156a KUHP. Perbuatan tersebut dapat dinilai mengandung sifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan suatu agama.
"Sifat di sini artinya, bahwa perbuatan tersebut berdasarkan nilai-nilai spritual yang dianut umat pemeluk agama, dapat ditafsirkan atau diartikan oleh penganut agama yang bersangkutan sebagai memusuhi, menyalahgunakan atau menodai agama mereka," jelasnya.
Adapun penodaan tersebut mengadung sifat penghinaan, melecehkan, meremehkan dari suatu agama. Sebab tindakan tersebut dapat saja menyakitkan perasaan bagi umat pemeluk agama yang bersangkutan. "Pada umumnya, orang masuk mesjid yang dengan sengaja tanpa melepas alas kaki dan membawa anjing dinilai sebagai menodai masjid, karena masjid adalah tempat suci untuk beribadah umat Islam. Maka dalam Islam orang itu dinilai telah menodai agama Islam," tandasnya.
Ia melanjutkan, perbuatan materiil yang diatur di dalam Pasal 156a KUHP di antaranya melakukan perbuatan yang bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap agama.
"Melakukan perbuatan adalah bersifat fisik, dengan wujud gerakan dari tubuh atau bagian dari tubuh, misalnya menginjak kitab suci suatu agama atau masuk tempat ibadah tetapi tidak sesuai norma kepatutan, norma kesopanan dan norma yang diatur oleh agama tersebut," tukasnya.
(thm)