Ojol Mangkal di Pinggir Jalan, TOD Dukuh Atas Kian Semrawut
A
A
A
JAKARTA - Kawasan Transit Oriented Development (TOD) Dukuh Atas sebagai pusat integrasi lima moda transportasi di Ibu Kota Jakarta kian semrawut.
Berdasarkan pantauan, Jalan Blora hingga Jalan Kendal yang merupakan lintasan utama integrasi transportasi umum sering kali mengalami kemacetan lantaran banyaknya ojek online yang mangkal di pinggir jalan.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Sigit Wijatmoko mengakui kesemrawutan kawasan TOD Dukuh Atas yang diakibatkan ojek online tersebut. Menurutnya, salah satu solusi penataan ojek online di sana adalah pembangunan shelter ojek online.
Namun, pembangunan shelter ojek online tersebut masih dalam proses penetapan lokasi pembangunan oleh Mass Rapid Transit (MRT) Jakarta maupun vendor ojek online seperti, Grab Indonesia dan Gojek Indonesia.
"Saat ini shelter ojek online masih dalam proses pengkajian," kata Sigit saat dihubungi wartawan, Selasa 25 Juni 2019.
Sigit menjelaskan, selama ini pihaknya terus menertibkan keberadaan ojek online (ojol) yang mangkal di badan jalan. Dia pun telah memanggil pihak aplikator agar mematikan aplikasi driver yang kedapatan di badan jalan mengganggu pengguna jalan lain. Bahkan, dia juga meminta hal tersebut kepada kementrian komunikasi dan informasi sebagai yang memiliki kewenangan mematikan aplikasi.
Saat ini, kata Sigit, sejumlah gedung pemerintahan sudah diminta untuk menyediakan titik drop off. Di antaranya yakni kantor kelurahan, kecamatan, Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), Pasar Jaya, Terminal dan sebagainya. Sehingga, ketika terkena penertiban, tidak ada lagi alasan tidak adanya tempat drop off selain di bahu jalan.
"Kami akan kembali duduk bersama dengan pemilik aplikator untuk membahas penentuan titik-titik di mana saja yang tidak bisa melakukan penurunan atau penjemputan penumpang," ujarnya.
Sementara itu, Pengamat Transportasi Unika Soegijapranata, Djoko Setijowarno meminta agar pemilik aplikator ojol membantu Pemprov DKI menjaga nama baik dan harga diri bangsa Indonesia dengan menertibkan dan mensejahterahkan para drivernya.
Aplikator, kata Djoko, bukan hanya menjadi sponsor kegiatan ketika sudah mendapatkan untung besar. Menurutnya, tanpa adanya driver yang merupakan ujung tombak perusahaan, aplikator ojek online tidak akan bisa untung besar.
"Kemenkominfo juga harus ikut berpikir bagaimana cara untuk awasi sistem IT aplikator," tegasnya.
Berdasarkan pantauan, Jalan Blora hingga Jalan Kendal yang merupakan lintasan utama integrasi transportasi umum sering kali mengalami kemacetan lantaran banyaknya ojek online yang mangkal di pinggir jalan.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Sigit Wijatmoko mengakui kesemrawutan kawasan TOD Dukuh Atas yang diakibatkan ojek online tersebut. Menurutnya, salah satu solusi penataan ojek online di sana adalah pembangunan shelter ojek online.
Namun, pembangunan shelter ojek online tersebut masih dalam proses penetapan lokasi pembangunan oleh Mass Rapid Transit (MRT) Jakarta maupun vendor ojek online seperti, Grab Indonesia dan Gojek Indonesia.
"Saat ini shelter ojek online masih dalam proses pengkajian," kata Sigit saat dihubungi wartawan, Selasa 25 Juni 2019.
Sigit menjelaskan, selama ini pihaknya terus menertibkan keberadaan ojek online (ojol) yang mangkal di badan jalan. Dia pun telah memanggil pihak aplikator agar mematikan aplikasi driver yang kedapatan di badan jalan mengganggu pengguna jalan lain. Bahkan, dia juga meminta hal tersebut kepada kementrian komunikasi dan informasi sebagai yang memiliki kewenangan mematikan aplikasi.
Saat ini, kata Sigit, sejumlah gedung pemerintahan sudah diminta untuk menyediakan titik drop off. Di antaranya yakni kantor kelurahan, kecamatan, Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), Pasar Jaya, Terminal dan sebagainya. Sehingga, ketika terkena penertiban, tidak ada lagi alasan tidak adanya tempat drop off selain di bahu jalan.
"Kami akan kembali duduk bersama dengan pemilik aplikator untuk membahas penentuan titik-titik di mana saja yang tidak bisa melakukan penurunan atau penjemputan penumpang," ujarnya.
Sementara itu, Pengamat Transportasi Unika Soegijapranata, Djoko Setijowarno meminta agar pemilik aplikator ojol membantu Pemprov DKI menjaga nama baik dan harga diri bangsa Indonesia dengan menertibkan dan mensejahterahkan para drivernya.
Aplikator, kata Djoko, bukan hanya menjadi sponsor kegiatan ketika sudah mendapatkan untung besar. Menurutnya, tanpa adanya driver yang merupakan ujung tombak perusahaan, aplikator ojek online tidak akan bisa untung besar.
"Kemenkominfo juga harus ikut berpikir bagaimana cara untuk awasi sistem IT aplikator," tegasnya.
(mhd)