Pengamat: Sahur On the Road Bermanfaat Selama Dilakukan dengan Baik

Senin, 06 Mei 2019 - 04:35 WIB
Pengamat: Sahur On the Road Bermanfaat Selama Dilakukan dengan Baik
Pengamat: Sahur On the Road Bermanfaat Selama Dilakukan dengan Baik
A A A
JAKARTA - Memasuki bulan puasa Ramadhan, aktivitas masyarakat, khususnya kalangan remaja, kerap diisi dengan kegiatan sahur on the road (SOTR ). Polisi pun mewanti-wanti kegiatan ini karena dianggap rawan menimbulkan konflik.

Namun pengamat sosial dari Vokasi Universitas Indonesia (UI), Devie Rahmawati, punya pandangan berbeda tentang SOTR. Dia menilai kegiatan SOTR justru sebuah aktivitas sosial yang positif. (Baca juga: Polda Metro Imbau Warga Ibu Kota Tidak Gelar SOTR Selama Ramadhan)

Ketika kegiatan ini dilakukan dengan damai, aman dan bermanfaat bagi masyarakat, maka bisa meringankan dan membantu orang lain. “Karena yang mereka lakukan adalah berbagi dengan sesama. Mereka membagikan makanan pada orang lain yang memang membutuhkan,” ujarnya, Minggu (5/5/2019).

Biasanya, SOTR memang diikuti oleh massa dalam jumlah besar. Kelompok massa itu kemudian bergerak di waktu yang sama, yaitu jelang waktu sahur. Di sinilah potensi terjadinya gesekan, mengingat mereka berkeliling di jalanan dan terjadi anonimitas identitas di sana. Situasi dan kondisi inilah tentu membutuhkan penanganan khusus,” tukasnya.

“Jika dilakukan dengan pola yang baik dan terstruktur maka ini sudah pasti mendatangkan manfaat bagi orang lain. Namun perlu diingat juga bahwa perlu adanya pendampingan (dari petugas) sehingga potensi-potensi yang tidak diinginkan bisa dihindari,” paparnya. (Baca juga: Rawan Tawuran, Disdik Tangsel Larang Pelajar Konvoi SOTR)

Ia tak menampik berkumpulnya massa tanpa pendampingan berpeluang menjadi kegiatan yang kontraproduktif. Ketika ada individu yang kemudian memperovokasi untuk melakukan aktivitas menyimpang, seperti mengolok-olok orang lain, bahkan bisa jadi mereka sampai pada tindakan merusak properti publik, mengambil barang orang lain tanpa izin, dan menyerang kelompok lain.

Secara alamiah, kata Devie, manusia memang mahluk berkelompok. Karena dalam kelompok faktor hilangnya identitas pribadi yang melebur menjadi identitas kelompok (anonimitas), maka individu cenderung mengikuti perilaku kelompoknya.
“Ketika kelompok berperilaku agresif, maka anggota kelompok, akan mengikuti perilaku agresif tersebut,” pungkasnya.
(thm)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6007 seconds (0.1#10.140)
pixels