DKI Bakal Gencarkan Operasi Derek Kendaraan yang Parkir Liar
A
A
A
JAKARTA - Pemprov DKI Jakarta akan meningkatkan operasi derek terhadap kendaraan yang parkir sembarangan. Tujuannya selain untuk menertibkan, juga mendorong pengguna kendaraan pribadi beralih ke moda transportasi massal.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Sigit Wijatmoko mengatakan, sejak Januari hingga 15 Maret 2019 sedikitnya terdapat 7.659 unit kendaraan yang diderek lantaran parkir bukan di tempatnya. Angka itu tidak jauh berbeda dengan derek yang dilakukan pada periode sama tahun sebelumnya sekitar 7.000 unit.
Pelanggar atau wajib retribusi yang akan mengambil kendaraannya datang ke kantor dinas perhubungan wilayah sesuai pelanggaran yang dilakukannya. Wajib retribusi, kata dia, datang dengan membawa dan memberikan berita acara perkara (BAP) kepada petugas untuk diverifikasi, lalu petugas memberikan surat ketetapan retribusi (STR) serta surat setoran retribusi daerah (SSRD) kepada wajib retribusi untuk melakukan pembayaran ke Bank DKI sebesar Rp500.000 per hari.
Kemudian petugas memvalidasi bukti pembayaran melalui aplikasi SIMPAD dan memberikan surat pengeluaran kendaraan. Selanjutnya wajib retribusi menuju lokasi penyimpanan kendaraan dan menunjukkan bukti untuk diverifikasi barcode oleh petugas. Jumlah kendaraan penderekan yang dikeluarkan 7.695 unit dengan total retribusi sekitar Rp3.829.500.000.
Hasil retribusi tersebut masuk ke kas daerah dan menjadi salah satu pendapatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). “Penegakan hukum adalah salah satu upaya untuk edukasi masyarakat sehingga lebih adil dan bijak,” kata Sigit, kemarin.
Sigit menjelaskan, manajemen perparkiran merupakan salah satu bagian pilar dalam konsep pembenahan transportasi di Jakarta, selain mengembangkan angkutan umum massal dan perbaikan layanan. Untuk itu, sambil menunggu pengembangan angkutan massal, seperti Mass Rapid Transit (MRT), Light Rail Transit (LRT) dan perbaikan layanan Bus Rapid Transit (BRT) melalui Jak Lingko, pihaknya terus menggencarkan sosialisasi parkir.
Pemberlakuan derek ini, kata Sigit, bertujuan mendorong masyarakat menggunakan angkutan umum dalam mendukung mobilitasnya sehingga Jakarta bisa lebih tertib dan lancar serta sebagai upaya mengurangi biaya hidup masyarakat Jakarta.
“Integrasi manajemen dan rute serta perluasan cakupan layanan angkutan umum terus kami lakukan sebagai upaya peningkatan layanan angkutan umum,” ungkapnya.
Anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta Yuke Yurike mengatakan, Dishub DKI Jakarta tidak mungkin bisa mengatasi kendaraan yang terparkir liar di badan jalan meskipun memiliki banyak kendaraan derek. Menurutnya, hal harus diperhatikan untuk mengatasi parkir liar adalah menyiapkan terlebih dahulu fasilitas parkir off street.
“Derek Rp500.000 sehari itu cukup mahal. Tidak mungkin orang sengaja parkir dengan alasan dendanya murah. Parkir liar itu di kawasan perniagaan dan perkantoran yang tidak memiliki lahan parkir. Lihat saja sepanjang Hayam Wuruk–Gajah Mada,” ungkapnya.
Pada dasarnya, dirinya sepakat dengan penderekan untuk menertibkan kendaraan yang parkir sembarangan karena menyebabkan kemacetan. Namun, dirinya mengingatkan tanpa adanya fasilitas pendukung, parkir liar tidak mungkin bisa dihilangkan. “Siapkan angkutan umumnya, permudah mobilitas masyarakat, jangan terus diderek,” ujarnya.
Pengamat transportasi dari Universitas Tarumanagara Leksmono Suryo Putranto menilai, pembatasan kendaraan, baik dengan denda retribusi parkir atau jalan berbayar, harus dibarengi dengan perbaikan angkutan umum. Menurutnya, banyak pengguna kendaraan pribadi yang terparkir liar tersebut akibat carut marutnya angkutan umum.
“Apakah Pemprov DKI Jakarta sudah mampu menyediakan fasilitas parkir off street dengan jumlah dan pelayanan memadai. Kemudian apabila masyarakat didorong untuk meninggalkan kendaraannya di rumah atau di lokasi park and ride, apakah sistem angkutannya sudah memadai dan memenuhi masyarakat,” katanya.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Sigit Wijatmoko mengatakan, sejak Januari hingga 15 Maret 2019 sedikitnya terdapat 7.659 unit kendaraan yang diderek lantaran parkir bukan di tempatnya. Angka itu tidak jauh berbeda dengan derek yang dilakukan pada periode sama tahun sebelumnya sekitar 7.000 unit.
Pelanggar atau wajib retribusi yang akan mengambil kendaraannya datang ke kantor dinas perhubungan wilayah sesuai pelanggaran yang dilakukannya. Wajib retribusi, kata dia, datang dengan membawa dan memberikan berita acara perkara (BAP) kepada petugas untuk diverifikasi, lalu petugas memberikan surat ketetapan retribusi (STR) serta surat setoran retribusi daerah (SSRD) kepada wajib retribusi untuk melakukan pembayaran ke Bank DKI sebesar Rp500.000 per hari.
Kemudian petugas memvalidasi bukti pembayaran melalui aplikasi SIMPAD dan memberikan surat pengeluaran kendaraan. Selanjutnya wajib retribusi menuju lokasi penyimpanan kendaraan dan menunjukkan bukti untuk diverifikasi barcode oleh petugas. Jumlah kendaraan penderekan yang dikeluarkan 7.695 unit dengan total retribusi sekitar Rp3.829.500.000.
Hasil retribusi tersebut masuk ke kas daerah dan menjadi salah satu pendapatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). “Penegakan hukum adalah salah satu upaya untuk edukasi masyarakat sehingga lebih adil dan bijak,” kata Sigit, kemarin.
Sigit menjelaskan, manajemen perparkiran merupakan salah satu bagian pilar dalam konsep pembenahan transportasi di Jakarta, selain mengembangkan angkutan umum massal dan perbaikan layanan. Untuk itu, sambil menunggu pengembangan angkutan massal, seperti Mass Rapid Transit (MRT), Light Rail Transit (LRT) dan perbaikan layanan Bus Rapid Transit (BRT) melalui Jak Lingko, pihaknya terus menggencarkan sosialisasi parkir.
Pemberlakuan derek ini, kata Sigit, bertujuan mendorong masyarakat menggunakan angkutan umum dalam mendukung mobilitasnya sehingga Jakarta bisa lebih tertib dan lancar serta sebagai upaya mengurangi biaya hidup masyarakat Jakarta.
“Integrasi manajemen dan rute serta perluasan cakupan layanan angkutan umum terus kami lakukan sebagai upaya peningkatan layanan angkutan umum,” ungkapnya.
Anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta Yuke Yurike mengatakan, Dishub DKI Jakarta tidak mungkin bisa mengatasi kendaraan yang terparkir liar di badan jalan meskipun memiliki banyak kendaraan derek. Menurutnya, hal harus diperhatikan untuk mengatasi parkir liar adalah menyiapkan terlebih dahulu fasilitas parkir off street.
“Derek Rp500.000 sehari itu cukup mahal. Tidak mungkin orang sengaja parkir dengan alasan dendanya murah. Parkir liar itu di kawasan perniagaan dan perkantoran yang tidak memiliki lahan parkir. Lihat saja sepanjang Hayam Wuruk–Gajah Mada,” ungkapnya.
Pada dasarnya, dirinya sepakat dengan penderekan untuk menertibkan kendaraan yang parkir sembarangan karena menyebabkan kemacetan. Namun, dirinya mengingatkan tanpa adanya fasilitas pendukung, parkir liar tidak mungkin bisa dihilangkan. “Siapkan angkutan umumnya, permudah mobilitas masyarakat, jangan terus diderek,” ujarnya.
Pengamat transportasi dari Universitas Tarumanagara Leksmono Suryo Putranto menilai, pembatasan kendaraan, baik dengan denda retribusi parkir atau jalan berbayar, harus dibarengi dengan perbaikan angkutan umum. Menurutnya, banyak pengguna kendaraan pribadi yang terparkir liar tersebut akibat carut marutnya angkutan umum.
“Apakah Pemprov DKI Jakarta sudah mampu menyediakan fasilitas parkir off street dengan jumlah dan pelayanan memadai. Kemudian apabila masyarakat didorong untuk meninggalkan kendaraannya di rumah atau di lokasi park and ride, apakah sistem angkutannya sudah memadai dan memenuhi masyarakat,” katanya.
(don)