Tak Mudah Atasi Pencemaran Limbah Domestik di Sungai Ciliwung
A
A
A
BOGOR - Pakar Lansekap Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof Hadi Susilo Arifin mengapresiasi upaya Pemkot Bogor dalam mengatasi pencemaran Sungai Ciliwung akibat limbah domestik melalui program naturalisasi.
Namun, menurutnya, dibutuhkan waktu lama untuk mengembalikan Sungai Ciliwung yang bersih sebagai wajah kota dan itu membutuhkan konsistensi serta keberanian pemerintah setempat dalam memulainya.
"Ambil saja contohnya Singapura yang berhasil mengatasi pencemaran Sungai Kallang melalui Naturalisasi itu memerlukan waktu 10 tahun. Tidak cukup hanya sehari dua hari sebulan dua bulan, kemudian sungai tak tercemar," katanya di Bogor, Rabu 27 Februari 2019.
Meski membutuhkan proses lama, namun pihaknya yakin manfaat dari naturalisasi ini perlahan akan terlihat dan terasa manfaatnya di masa mendatang.
"Saya yakin nanti hasilnya keanekaragaman hayati akan kembali tumbuh di Sungai Ciliwung itu, kemudian kelak masyarakatnya bisa menghargai lingkungan, bahkan satwa-satwa liarnya akan hidup damai, karena burung tidak dibunuh, bebek enggak ditembak jadi itu dibiarkan menjadi ekosistem kota," paparnya.
Selain komitmen dan kesabaran dari semua pihak, upaya yang gagas Pemkot dalam menaturalisasi Sungai Ciliwung ini harus melibatkan berbagai elemen baik dari pemerintah, komunitas, pengusaha dan warga masyarakat itu sendiri.
"Untuk itu harus ada kerjasama yang kuat dari berbagai stakeholder, instansi dan elemen masyarakat. Beberapa konsep akademisi saya sudah merancang ini harus ada sinergi pentahelix antara akademisi, pebisnis dengan orang yang mau membantu atau memberikan CSR," ujarnya.
Namun semua mimpi tersebut bisa dilakukan dengan langkah awal yang bisa dikerjakan oleh masyarakat. Artinya masyarakat harus diberi pemahaman dan edukasi agar timbul kesadaran untuk tidak berkontribusi mengotori sungai lagi.
"Sebab peran utama dalam menaturalisasi Sungai Ciliwung ini adalah masyarkat, sebab pemerintah itu hanya sebagai penggerak dan pengambil keputusan dalam kebijakan. Jadi perlu di dukung masyarakat," katanya.
Dia mencontohkan agar masyarakat yang melanggar aturan terkait tinggal di pinggiran sungai dan terpenting masyarakat juga harus sadar, jika mereka terpaksa tinggal di tepi sungai dengan batas-batas tak membelakangi sungai tapi menghadap ke sungai.
"Kemudian jangan lagi mengotori sungai baik dalam bentuk membuang limbah kotoran, sampah, dan bahan kimia cair seperti sabun dan lain-lain," jelasnya.
Sekadar diketahui, program naturalisasi DAS Ciliwung hampir setiap pekan melalui sosialisasi dan kampanye gerakan bebersih sungai Ciliwung sejak Oktober tahun lalu hingga saat ini terus dilakukan.
Aksi kampanye dan gerakan bebersih sungai yang dilakukan setiap akhir pekan itu melibatkan sejumlah pihak mulai dari dinas dan instansi terkait, Korem 061/Suryakancana, Polresta Bogor Kota, komunitas, akademisi, dan warga.
"Kegiatan bebersih Sungai Ciliwung ini difokuskan di tiga lokasi yang dialiri Sungai Ciliwung yakni, Lebak Pilar, Sempur Kaler, dan Kelurahan Sempur," kata Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto belum lama ini.
Dia menyebutkan program naturalisasi DAS Ciliwung akan dilakukan secara serius dan konsisten. Sedikitnya ada tiga target yang akan dicapai dari program ini yakni memastikan kualitas hidup warga sepanjang DAS menjadi lebih baik, mewujudkan wisata air terintegrasi, dan pencegahan bencana khususnya banjir.
"Bahkan, ada enam langkah yang disiapkan Pemkot, di antaranya sosialisasi dan kampanye naturalisasi Ciliwung. Yang jelas bagi kami tak ada kata terlambat untuk mengembalikan kondisi Sungai Ciliwung menjadi lebih baik, melalui gerakan bersama semua pihak, unsur dan elemen," tandasnya.
Sementara itu, Camat Bogor Tengah Agustian Syah mengakui bahwa masih banyak warganya yang menjadikan sungai Ciliwung sebagai tempat sampah.
"Jadi startnya sekarang nih kami dan lurah-lurah terus turun ke masyarakat agar memperlakukan Ciliwung dengan bijak. Sedikitnya ada 1.100 rumah yang tinggal dibantaran sungai Ciliwung, masyarakat membuang kotoran dan limbah cairan melalui toilet langsung ke Ciliwung," katanya.
Maka dari itu, pihaknya bersama perangkat lurah akan terus terjun ke masyarakat untuk mengedukasi dan mengajak masyarakat untuk peduli dengan sungai.
Ke depan untuk mengiventarisir banyaknya rumah yang membuang limbah cairan dan kotoran ke sungai, pihaknya akan memebuat Instalasi Pembuangan Air Limbah (IPAL) komunal dan septictank rumahan.
"Iya untuk dana kelurahan tahun ini dari pemerintah pusat 14 kelurahan yang terkena jalur Ciliwung itu difokuskan untuk itu, tapi yang utama bukan infrastruktur tapi bagaimana warga mau menjaga lingkungannya," pungkasnya.
Namun, menurutnya, dibutuhkan waktu lama untuk mengembalikan Sungai Ciliwung yang bersih sebagai wajah kota dan itu membutuhkan konsistensi serta keberanian pemerintah setempat dalam memulainya.
"Ambil saja contohnya Singapura yang berhasil mengatasi pencemaran Sungai Kallang melalui Naturalisasi itu memerlukan waktu 10 tahun. Tidak cukup hanya sehari dua hari sebulan dua bulan, kemudian sungai tak tercemar," katanya di Bogor, Rabu 27 Februari 2019.
Meski membutuhkan proses lama, namun pihaknya yakin manfaat dari naturalisasi ini perlahan akan terlihat dan terasa manfaatnya di masa mendatang.
"Saya yakin nanti hasilnya keanekaragaman hayati akan kembali tumbuh di Sungai Ciliwung itu, kemudian kelak masyarakatnya bisa menghargai lingkungan, bahkan satwa-satwa liarnya akan hidup damai, karena burung tidak dibunuh, bebek enggak ditembak jadi itu dibiarkan menjadi ekosistem kota," paparnya.
Selain komitmen dan kesabaran dari semua pihak, upaya yang gagas Pemkot dalam menaturalisasi Sungai Ciliwung ini harus melibatkan berbagai elemen baik dari pemerintah, komunitas, pengusaha dan warga masyarakat itu sendiri.
"Untuk itu harus ada kerjasama yang kuat dari berbagai stakeholder, instansi dan elemen masyarakat. Beberapa konsep akademisi saya sudah merancang ini harus ada sinergi pentahelix antara akademisi, pebisnis dengan orang yang mau membantu atau memberikan CSR," ujarnya.
Namun semua mimpi tersebut bisa dilakukan dengan langkah awal yang bisa dikerjakan oleh masyarakat. Artinya masyarakat harus diberi pemahaman dan edukasi agar timbul kesadaran untuk tidak berkontribusi mengotori sungai lagi.
"Sebab peran utama dalam menaturalisasi Sungai Ciliwung ini adalah masyarkat, sebab pemerintah itu hanya sebagai penggerak dan pengambil keputusan dalam kebijakan. Jadi perlu di dukung masyarakat," katanya.
Dia mencontohkan agar masyarakat yang melanggar aturan terkait tinggal di pinggiran sungai dan terpenting masyarakat juga harus sadar, jika mereka terpaksa tinggal di tepi sungai dengan batas-batas tak membelakangi sungai tapi menghadap ke sungai.
"Kemudian jangan lagi mengotori sungai baik dalam bentuk membuang limbah kotoran, sampah, dan bahan kimia cair seperti sabun dan lain-lain," jelasnya.
Sekadar diketahui, program naturalisasi DAS Ciliwung hampir setiap pekan melalui sosialisasi dan kampanye gerakan bebersih sungai Ciliwung sejak Oktober tahun lalu hingga saat ini terus dilakukan.
Aksi kampanye dan gerakan bebersih sungai yang dilakukan setiap akhir pekan itu melibatkan sejumlah pihak mulai dari dinas dan instansi terkait, Korem 061/Suryakancana, Polresta Bogor Kota, komunitas, akademisi, dan warga.
"Kegiatan bebersih Sungai Ciliwung ini difokuskan di tiga lokasi yang dialiri Sungai Ciliwung yakni, Lebak Pilar, Sempur Kaler, dan Kelurahan Sempur," kata Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto belum lama ini.
Dia menyebutkan program naturalisasi DAS Ciliwung akan dilakukan secara serius dan konsisten. Sedikitnya ada tiga target yang akan dicapai dari program ini yakni memastikan kualitas hidup warga sepanjang DAS menjadi lebih baik, mewujudkan wisata air terintegrasi, dan pencegahan bencana khususnya banjir.
"Bahkan, ada enam langkah yang disiapkan Pemkot, di antaranya sosialisasi dan kampanye naturalisasi Ciliwung. Yang jelas bagi kami tak ada kata terlambat untuk mengembalikan kondisi Sungai Ciliwung menjadi lebih baik, melalui gerakan bersama semua pihak, unsur dan elemen," tandasnya.
Sementara itu, Camat Bogor Tengah Agustian Syah mengakui bahwa masih banyak warganya yang menjadikan sungai Ciliwung sebagai tempat sampah.
"Jadi startnya sekarang nih kami dan lurah-lurah terus turun ke masyarakat agar memperlakukan Ciliwung dengan bijak. Sedikitnya ada 1.100 rumah yang tinggal dibantaran sungai Ciliwung, masyarakat membuang kotoran dan limbah cairan melalui toilet langsung ke Ciliwung," katanya.
Maka dari itu, pihaknya bersama perangkat lurah akan terus terjun ke masyarakat untuk mengedukasi dan mengajak masyarakat untuk peduli dengan sungai.
Ke depan untuk mengiventarisir banyaknya rumah yang membuang limbah cairan dan kotoran ke sungai, pihaknya akan memebuat Instalasi Pembuangan Air Limbah (IPAL) komunal dan septictank rumahan.
"Iya untuk dana kelurahan tahun ini dari pemerintah pusat 14 kelurahan yang terkena jalur Ciliwung itu difokuskan untuk itu, tapi yang utama bukan infrastruktur tapi bagaimana warga mau menjaga lingkungannya," pungkasnya.
(mhd)