Dari Bandar Kecil di Sungai Ciliwung Sejarah Jakarta Dimulai
A
A
A
JAKARTA - Awal mula Jakarta berasal dari sebuah bandar kecil di muara Sungai Ciliwung sekitar 500 tahun silam. Dalam kurun waktu yang cukup lama hingga berabad-abad, kota bandar yang tadinya kecil itu berkembang menjadi pusat perdagangan internasional yang ramai.
Sedangkan area yang paling tua di Jakarta adalah bagian utara pantai barat Jawa dimana Sungai Ciliwung mengaliri teluk-teluk di Jakarta.
Pengetahuan awal mengenai Jakarta terkumpul melalui berbagai prasasti yang ditemukan di kawasan bandar kecil di Sungai Ciliwung itu. Keterangan mengenai Kota Jakarta sampai dengan awal kedatangan para penjelajah Eropa dapat dikatakan sangat sedikit.
Foto/Dok/sibokpranoto.wordpress.com
Berdasarkan laporan para penulis Eropa abad ke-16 menyebutkan, sebuah kota bernama Kalapa, yang tampaknya menjadi bandar utama bagi sebuah kerajaan Hindu bernama Sunda, beribukota Pajajaran, terletak sekitar 40 kilometer di pedalaman, dekat dengan kota Bogor sekarang.
Bangsa Portugis merupakan rombongan besar orang-orang Eropa pertama yang datang ke bandar Kalapa. Kota ini kemudian diserang oleh seorang anak muda, bernama Fatahillah, dari sebuah kerajaan yang berdekatan dengan Kalapa.
Kota pelabuhan ini pada mulanya bernama Sunda Kelapa, namun pada 22 Juni 1527, Pangeran Fatahillah menghancurkan Sunda Kelapa dan sebagai gantinya mendirikan kota Jayakarta di area tersebut. Tanggal inilah yang kemudian ditetapkan sebagai tanggal lahirnya Kota Jakarta yang hingga saat ini diperingati sebagai Hari Ulang Tahun (HUT) Kota Jakarta.
Orang-orang Belanda datang pada akhir abad ke-16 dan kemudian menguasai Jayakarta. Tahun 1619, Pemerintahan Belanda (VOC) di bawah kepemimpinan Jan PieterszoonCoen menghancurkan Jayakarta dan dengan serta merta membangun kota baru yang terletak di bagian barat Sungai Ciliwung, yang dinamakan Batavia, nama yang diambil dari Batavieren, nenek moyang bangsa Belanda.
Foto/Dok/sibokpranoto.wordpress.com
Setelah berganti nama, keadaan alam Batavia yang berawa-rawa mirip dengan negeri Belanda, Tanah Air mereka. Kemudian mereka membangun kanal-kanal untuk melindungi Batavia dari ancaman banjir. Kegiatan pemerintahan kota dipusatkan di sekitar lapangan yang terletak 500 meter dari bandar.
Batavia ini selesai dibangun pada 1650. Batavia tua adalah tempat tinggal bangsa Eropa, sementara bangsa Cina, Jawa dan penduduk asli lainnnya disingkirkan ke tempat lainnya.
Mereka membangun balai kota yang anggun, yang merupakan kedudukan pusat pemerintahan kota Batavia. Lama-kelamaan kota Batavia berkembang ke arah selatan. Pertumbuhan yang pesat mengakibatkan keadaan lilngkungan cepat rusak, sehingga memaksa penguasa Belanda memindahkan pusat kegiatan pemerintahan ke kawasan yang lebih tinggi letaknya. Wilayah ini dinamakan Weltevreden.
Di masa-masa kejayaannya Batavia yang terkenal sebagai 'Permata dari timur', diduduki oleh VOC dan kemudain akhirnya diduduki pemerintah Belanda yang terbentang luas di kepulauan Hindia timur.
Kemudian pada masa penjajahan Jepang di tahun 1942, nama Batavia diganti menjadi Jakarta.
Mengamati Kota Jakarta bagaikan membaca catatan panjang yang merekam berbagai kejadian masa lalu. Berbagai bangunan dan lingkungan di Jakarta menyimpan jejak-jejak perjalanan masyarakatnya, bagaimana mereka bersikap menghadapi tantangan zamannya, memenuhi kebutuhan hidupnya dan menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Ia menyimpan suka-duka dan pahit-manisnya perkembangan, di mana kita dapat menyerap pelajaran yang berharga.
Jakarta, Ibu Kota Republik Indonesia, memiliki banyak rekaman sejarah. Antara lain dalam bentuk bangunan maupun lingkungan. Di dalamnya tercermin upaya masyarakat masa lalu dalam membangun kotanya yang tak luput dari berbagai masalah dari zaman ke zaman.
Jika kita memandang kota Jakarta sekarang, mungkin sulit terbayang bahwa ribuan tahun yang lalu kawasan ini masih baru terbentuk dari endapan lumpur sungai-sungai yang mengalir ke Jakarta. Misalnya Kali Ciliwung, Kali Angke, Kali Marunda, Kali Cisadane, Kali Besar, Kali Bekasi dan Kali Citarum. Usia dataran Jakarta kini diperkirakan 500 tahun berdasarkan geomorfologi, ilmu lapisan tanah.
"Endapan ini membentuk dataran dengan alur-alur sungai yang menyerupai kipas. Dataran ini setelah mantap lama kelamaan dihuni orang dan terbentuklah beberapa kelompok pemukiman, di mana salah satunya kemudian berkembang menjadi pelabuhan besar," kata Muhammad Isa Ansyari SS, Sejarawan Terkemuka di Dinas Kebudayaan dan Permuseuman Pemda DKI Jakarta.
Dia menuturkan, Kota Jakarta merupakan kota yang berkembang dengan cepat sejak mendapat peran sebagai Ibukota Rl. Perkembangan itu disebabkan oleh faktor-faktor sosial, ekonomi dan budaya yang saling menjalin satu sama lain.
Bermula dari sebuah lingkungan pemukiman kecil dengan kegiatan hidup terbatas, dan kemudian berkembang menjadi lingkungan pemukiman megapolitan dengan berbagai kegiatan yang amat kompleks.
Dalam paparan sejarah pertumbuhannya, di mana pemerintah kotanya silih berganti dan kondisi masyarakatnya sangat majemuk, baik dari suku bangsa, ras dan agama berikut berbagai aspek kehidupannya, warga kotanya tetap membangun tempat bermukim dan berkehidupan mereka sesuai dengan kemampuan dana, daya dan teknologi yang mereka miliki.
Tulisan ini diolah dari website jakarta-tourism.go.id, historysander.blogspot.com, wikipedia dan dolandolen.com.
Sedangkan area yang paling tua di Jakarta adalah bagian utara pantai barat Jawa dimana Sungai Ciliwung mengaliri teluk-teluk di Jakarta.
Pengetahuan awal mengenai Jakarta terkumpul melalui berbagai prasasti yang ditemukan di kawasan bandar kecil di Sungai Ciliwung itu. Keterangan mengenai Kota Jakarta sampai dengan awal kedatangan para penjelajah Eropa dapat dikatakan sangat sedikit.
Foto/Dok/sibokpranoto.wordpress.com
Berdasarkan laporan para penulis Eropa abad ke-16 menyebutkan, sebuah kota bernama Kalapa, yang tampaknya menjadi bandar utama bagi sebuah kerajaan Hindu bernama Sunda, beribukota Pajajaran, terletak sekitar 40 kilometer di pedalaman, dekat dengan kota Bogor sekarang.
Bangsa Portugis merupakan rombongan besar orang-orang Eropa pertama yang datang ke bandar Kalapa. Kota ini kemudian diserang oleh seorang anak muda, bernama Fatahillah, dari sebuah kerajaan yang berdekatan dengan Kalapa.
Kota pelabuhan ini pada mulanya bernama Sunda Kelapa, namun pada 22 Juni 1527, Pangeran Fatahillah menghancurkan Sunda Kelapa dan sebagai gantinya mendirikan kota Jayakarta di area tersebut. Tanggal inilah yang kemudian ditetapkan sebagai tanggal lahirnya Kota Jakarta yang hingga saat ini diperingati sebagai Hari Ulang Tahun (HUT) Kota Jakarta.
Orang-orang Belanda datang pada akhir abad ke-16 dan kemudian menguasai Jayakarta. Tahun 1619, Pemerintahan Belanda (VOC) di bawah kepemimpinan Jan PieterszoonCoen menghancurkan Jayakarta dan dengan serta merta membangun kota baru yang terletak di bagian barat Sungai Ciliwung, yang dinamakan Batavia, nama yang diambil dari Batavieren, nenek moyang bangsa Belanda.
Foto/Dok/sibokpranoto.wordpress.com
Setelah berganti nama, keadaan alam Batavia yang berawa-rawa mirip dengan negeri Belanda, Tanah Air mereka. Kemudian mereka membangun kanal-kanal untuk melindungi Batavia dari ancaman banjir. Kegiatan pemerintahan kota dipusatkan di sekitar lapangan yang terletak 500 meter dari bandar.
Batavia ini selesai dibangun pada 1650. Batavia tua adalah tempat tinggal bangsa Eropa, sementara bangsa Cina, Jawa dan penduduk asli lainnnya disingkirkan ke tempat lainnya.
Mereka membangun balai kota yang anggun, yang merupakan kedudukan pusat pemerintahan kota Batavia. Lama-kelamaan kota Batavia berkembang ke arah selatan. Pertumbuhan yang pesat mengakibatkan keadaan lilngkungan cepat rusak, sehingga memaksa penguasa Belanda memindahkan pusat kegiatan pemerintahan ke kawasan yang lebih tinggi letaknya. Wilayah ini dinamakan Weltevreden.
Di masa-masa kejayaannya Batavia yang terkenal sebagai 'Permata dari timur', diduduki oleh VOC dan kemudain akhirnya diduduki pemerintah Belanda yang terbentang luas di kepulauan Hindia timur.
Kemudian pada masa penjajahan Jepang di tahun 1942, nama Batavia diganti menjadi Jakarta.
Mengamati Kota Jakarta bagaikan membaca catatan panjang yang merekam berbagai kejadian masa lalu. Berbagai bangunan dan lingkungan di Jakarta menyimpan jejak-jejak perjalanan masyarakatnya, bagaimana mereka bersikap menghadapi tantangan zamannya, memenuhi kebutuhan hidupnya dan menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Ia menyimpan suka-duka dan pahit-manisnya perkembangan, di mana kita dapat menyerap pelajaran yang berharga.
Jakarta, Ibu Kota Republik Indonesia, memiliki banyak rekaman sejarah. Antara lain dalam bentuk bangunan maupun lingkungan. Di dalamnya tercermin upaya masyarakat masa lalu dalam membangun kotanya yang tak luput dari berbagai masalah dari zaman ke zaman.
Jika kita memandang kota Jakarta sekarang, mungkin sulit terbayang bahwa ribuan tahun yang lalu kawasan ini masih baru terbentuk dari endapan lumpur sungai-sungai yang mengalir ke Jakarta. Misalnya Kali Ciliwung, Kali Angke, Kali Marunda, Kali Cisadane, Kali Besar, Kali Bekasi dan Kali Citarum. Usia dataran Jakarta kini diperkirakan 500 tahun berdasarkan geomorfologi, ilmu lapisan tanah.
"Endapan ini membentuk dataran dengan alur-alur sungai yang menyerupai kipas. Dataran ini setelah mantap lama kelamaan dihuni orang dan terbentuklah beberapa kelompok pemukiman, di mana salah satunya kemudian berkembang menjadi pelabuhan besar," kata Muhammad Isa Ansyari SS, Sejarawan Terkemuka di Dinas Kebudayaan dan Permuseuman Pemda DKI Jakarta.
Dia menuturkan, Kota Jakarta merupakan kota yang berkembang dengan cepat sejak mendapat peran sebagai Ibukota Rl. Perkembangan itu disebabkan oleh faktor-faktor sosial, ekonomi dan budaya yang saling menjalin satu sama lain.
Bermula dari sebuah lingkungan pemukiman kecil dengan kegiatan hidup terbatas, dan kemudian berkembang menjadi lingkungan pemukiman megapolitan dengan berbagai kegiatan yang amat kompleks.
Dalam paparan sejarah pertumbuhannya, di mana pemerintah kotanya silih berganti dan kondisi masyarakatnya sangat majemuk, baik dari suku bangsa, ras dan agama berikut berbagai aspek kehidupannya, warga kotanya tetap membangun tempat bermukim dan berkehidupan mereka sesuai dengan kemampuan dana, daya dan teknologi yang mereka miliki.
Tulisan ini diolah dari website jakarta-tourism.go.id, historysander.blogspot.com, wikipedia dan dolandolen.com.
(mhd)