Banyak Program Tak Jalan, BPTJ Tetap Rajin Sosialisasi RITJ di Bogor
A
A
A
BOGOR - Kendati banyak program penataan transportasi di Kota Bogor masih jalan di tempat, Badan Pengelola Transportasi Jabobedetabek (BPTJ) tetap fokus mensosialisasikan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 55/2018 tentang Rencana Induk Transportasi Jabodetabek (RITJ). Konsep moda transportasi di wilayah Jabodetabek ke depan adalah saling terintegrasi.
"Saat ini angkutan umum terintegrasi menghubungkan dari satu kota ke kota lainnya di wilayah Jabodetabek berjalan masing-masing. Misalnya, bus jurusan Bogor-Kalideres atau Bogor-Bekasi. Ke depan kita ingin angkutan umum dibuat saling terintegrasi untuk memudahkan para pengguna jasa angkutan umum," ujar Kepala Sub Direktorat Angkutan Transportasi Jabodetabek BPTJ, Solihin Purwantara, seusai rapat sosialisasi RITJ, di Baranangsiang, Kota Bogor, Rabu (13/2/2019).
Nantinya, kata dia, angkutan dari terminal bus ke stasiun kereta apai akan lebih mudah. Maka dari itu, bagaimana ke depan masyarakat bisa melakukan perjalanan menggunakan transportasi secara terintegrasi. Ke depan seluruh angkutan kota juga akan terhubung dengan bus Transjabodetabek. Bahkan untuk semakin memudahkann masyarakat, jadwal dan alat pembayaran akan dibuat terintegrasi.
"Malah ke depannya akan semakin baik lagi, karena ada integrasi tarifnya, ada integrasi jadwal. Jadi misalnya saya ingin naik mobil ke arah sana, mobilnya sudah datang dan sudah tersedia, jadi saya tidak harus nunggu lagi," jelasnya. (Baca juga: Integrasi Transportasi Jabodetabek Butuh Rp600 Triliun)
Sementara itu, Kepala Seksi Angkutan Dalam Trayek Dinas Perhubungan Kota Bogor, Ari Priyono, mengatakan, permaslahan program penataan transportasi di Kota Bogor disebabkan adanya beberapa trayek yang masih belum mengetahui adanya operasional angkot modern terkait program rerouting.
"Iya, trayek 21 ada beberapa sopir 09. Artinya kan gini, di trayek 21 inikan belum diinformasikan secara masif yang awalnya hanya satu badan hukum sekarang ada lima badan hukum. Jadi ini sebenarnya rerouting yang baru jalan hanya TPK (Trans Pakuan Koridor) 4," ucapnya. (Baca juga: Transjakarta dan MRT Rumuskan Integrasi Transportasi Antarmoda)
Ari melanjutkan, dari lima badan hukum yang melayani TPK 4, satu diantaranya yakni badan hukum Koperasi Duta Jasa Angkutan Mandiri (Kodjari) selaku leader dengan angkot modernnya yang sudah siap. Sedangkan terkait sarana dan prasarana, pihaknya mengklaim sudah menyiapkan seluruh sarana pendukung terkait program rerouting ini.
"Prasarana itu sudah siap. Di jalur-jalur utama di Kota Bogor, Dishub sudah memasang rambu untuk mengarahkan jalur rute mana saja yang dilewati oleh jalur tersebut," katanya. (Baca juga: Didemo Sopir, Program Penataan Angkot Terancam Gagal)
Ia mengaku kesulitan melakukan sosialisasi karena jumlah sopir angkot di Bogor mencapai 2.000 orang. Untuk itu, pihaknya meminta agar badan hukum membantu menginformasikan kepada anggota masing-masing. "Kita sosialisasi di media sudah, tapi kalau person to person kan sulit, karena jumlah sopir angkot di Kota Bogor itu ribuan," pungkasnya.
"Saat ini angkutan umum terintegrasi menghubungkan dari satu kota ke kota lainnya di wilayah Jabodetabek berjalan masing-masing. Misalnya, bus jurusan Bogor-Kalideres atau Bogor-Bekasi. Ke depan kita ingin angkutan umum dibuat saling terintegrasi untuk memudahkan para pengguna jasa angkutan umum," ujar Kepala Sub Direktorat Angkutan Transportasi Jabodetabek BPTJ, Solihin Purwantara, seusai rapat sosialisasi RITJ, di Baranangsiang, Kota Bogor, Rabu (13/2/2019).
Nantinya, kata dia, angkutan dari terminal bus ke stasiun kereta apai akan lebih mudah. Maka dari itu, bagaimana ke depan masyarakat bisa melakukan perjalanan menggunakan transportasi secara terintegrasi. Ke depan seluruh angkutan kota juga akan terhubung dengan bus Transjabodetabek. Bahkan untuk semakin memudahkann masyarakat, jadwal dan alat pembayaran akan dibuat terintegrasi.
"Malah ke depannya akan semakin baik lagi, karena ada integrasi tarifnya, ada integrasi jadwal. Jadi misalnya saya ingin naik mobil ke arah sana, mobilnya sudah datang dan sudah tersedia, jadi saya tidak harus nunggu lagi," jelasnya. (Baca juga: Integrasi Transportasi Jabodetabek Butuh Rp600 Triliun)
Sementara itu, Kepala Seksi Angkutan Dalam Trayek Dinas Perhubungan Kota Bogor, Ari Priyono, mengatakan, permaslahan program penataan transportasi di Kota Bogor disebabkan adanya beberapa trayek yang masih belum mengetahui adanya operasional angkot modern terkait program rerouting.
"Iya, trayek 21 ada beberapa sopir 09. Artinya kan gini, di trayek 21 inikan belum diinformasikan secara masif yang awalnya hanya satu badan hukum sekarang ada lima badan hukum. Jadi ini sebenarnya rerouting yang baru jalan hanya TPK (Trans Pakuan Koridor) 4," ucapnya. (Baca juga: Transjakarta dan MRT Rumuskan Integrasi Transportasi Antarmoda)
Ari melanjutkan, dari lima badan hukum yang melayani TPK 4, satu diantaranya yakni badan hukum Koperasi Duta Jasa Angkutan Mandiri (Kodjari) selaku leader dengan angkot modernnya yang sudah siap. Sedangkan terkait sarana dan prasarana, pihaknya mengklaim sudah menyiapkan seluruh sarana pendukung terkait program rerouting ini.
"Prasarana itu sudah siap. Di jalur-jalur utama di Kota Bogor, Dishub sudah memasang rambu untuk mengarahkan jalur rute mana saja yang dilewati oleh jalur tersebut," katanya. (Baca juga: Didemo Sopir, Program Penataan Angkot Terancam Gagal)
Ia mengaku kesulitan melakukan sosialisasi karena jumlah sopir angkot di Bogor mencapai 2.000 orang. Untuk itu, pihaknya meminta agar badan hukum membantu menginformasikan kepada anggota masing-masing. "Kita sosialisasi di media sudah, tapi kalau person to person kan sulit, karena jumlah sopir angkot di Kota Bogor itu ribuan," pungkasnya.
(thm)