Ada Biaya Urus Sertifikat Tanah, Ketua DPRD Tangsel Anggap Wajar
A
A
A
TANGERANG SELATAN - Praktik pungutan liar (Pungli) terus mewarnai proses program nasional Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) di Kota Tangerang Selatan (Tangsel). Masing-masing warga menyebutkan telah dimintai tarif mulai dari Rp500 ribu hingga Rp2,5 juta perbidang tanah.
Padahal baru-baru ini, Presiden Joko Widodo yang didampingi Wali Kota Airin Rachmi Diany berulang kali menegaskan, jika program PTSL tak dipungut biaya alias gratis. Hal itu disampaikan Presiden saat membagikan sekira 40 ribu sertifikat tanah di Pondok Cabe, Pamulang, 25 Januari 2019.
Namun sikap relatif berbeda ditunjukkan oleh Ketua DPRD Kota Tangsel Muhamad Ramlie. Dia mengutarakan, bahwa permintaan uang saat kepengurusan PTSL dapat dimaklumi. Mengingat ada kebutuhan yang harus dikeluarkan oleh petugas di lapangan.
"Ada juga yang menyampaikan ke saya, ya artinya materai kan perlu dibeli, orang ngukur segala macem masa nggak ada itu sama sekali. Wajar dong, kalau yang batas kewajaran," katanya kepada wartawan usai menghadiri Musrembang di Kelurahan Pondok Cabe Ilir, Pamulang, Kamis (7/2/2019).
Selain itu menurut Ramlie, jika ada pemohon yang dibebankan biaya hingga jutaan rupiah saat mengurus PTSL bisa jadi disebabkan keberadaan tanah tersebut tengah bermasalah dengan ahli waris atau semacamnya. Sehingga dia menilai, rumitnya penyelesaian tersebut sangat memungkinkan petugas menerima 'Uang Tanda Tangan'. (Baca: Airin Minta Warganya Hargai Perbedaan dan Jangan Ikutan Sebar Hoaks )
"Bisa jadi (uang) untuk menyelesaikan masalah, apalagi kalau itu tanah yang waris segala macam, mungkin ada uang tanda tangan. Itu kan lain, secara kebetulan dia kena uang itu untuk biaya ini biaya itu, bukan buat administrasi," jelas Ramlie.
"Tergantung persoalannya, tapi kalau umpama persoalannya dia belum balik nama surat. Nah kemudian, dia (pemohon) minta tanda tangan (petugas), dimintain uang buat tanda tangan itu dua juta, ya wajar. Apalagi tanahnya dia luas," tambahnya lagi.
Lebih lanjut, Ramlie membeberkan perbedaan adanya permintaan sejumlah uang dalam pengurusan sertifikat tanah melalui PTSL. Kata dia, ada yang bisa dikategorikan Pungli dan ada pula yang diluar itu, karena dalam batas kewajaran.
"Begini contohnya, kamu beli tanah sama saya sudah lama. Nah kemudian kamu butuh tanda tangan saya, saya nggak mau tanda tangan kalau nggak dikasih duit. Kan itu persoalan bukan PTSL, persoalannya bagi uang ke orang yang mau tanda tangan," pungkasnya. (Baca juga: PNS Tangsel Deklarasi Bersama Kurangi Penggunaan Produk Plastik )
Sebelumnya, warga di Kecamatan Pamulang mengeluhkan tingginya permintaan biaya saat mengurus sertifikat tanah melalui PTSL. Disebutkan, oknum pegawai Kelurahan melalui pengurus RT dan RW meminta biaya di kisaran Rp500 ribu hingga Rp2,5 juta untuk menyelesaikan sertifikat sebidang tanah.
"Saya diminta bayar Rp2 juta, awalnya saya bayar Rp1,5 juta, terus saya lunasi saya bayar lagi Rp500 ribu. Alasannya, buat biaya ke Kelurahan, sama urus di BPN juga," ungkap warga Pondok Cabe Ilir, Pamulang, yang tak mau disebutkan namanya.
Sayangnya, saat hal itu dikonfirmasi ke Kelurahan Pondok Cabe Ilir tak ada pihak yang mau meluruskan dugaan adanya Pungli tersebut. Para pegawai yang ditemui, menolak memberikan keterangan. Mereka mengaku tak tahu-menahu siapa yang berwenang mengurus berkas-berkas PTSL.
"Jangan saya ya pak, saya soalnya nggak ngerti juga siapa yang punya wewenang. Kalau saya yang jawab, nanti takut salah," ucap Nawiri, Kasie Ekonomi dan Pembangunan Kelurahan Pondok Cabe Ilir.
Padahal baru-baru ini, Presiden Joko Widodo yang didampingi Wali Kota Airin Rachmi Diany berulang kali menegaskan, jika program PTSL tak dipungut biaya alias gratis. Hal itu disampaikan Presiden saat membagikan sekira 40 ribu sertifikat tanah di Pondok Cabe, Pamulang, 25 Januari 2019.
Namun sikap relatif berbeda ditunjukkan oleh Ketua DPRD Kota Tangsel Muhamad Ramlie. Dia mengutarakan, bahwa permintaan uang saat kepengurusan PTSL dapat dimaklumi. Mengingat ada kebutuhan yang harus dikeluarkan oleh petugas di lapangan.
"Ada juga yang menyampaikan ke saya, ya artinya materai kan perlu dibeli, orang ngukur segala macem masa nggak ada itu sama sekali. Wajar dong, kalau yang batas kewajaran," katanya kepada wartawan usai menghadiri Musrembang di Kelurahan Pondok Cabe Ilir, Pamulang, Kamis (7/2/2019).
Selain itu menurut Ramlie, jika ada pemohon yang dibebankan biaya hingga jutaan rupiah saat mengurus PTSL bisa jadi disebabkan keberadaan tanah tersebut tengah bermasalah dengan ahli waris atau semacamnya. Sehingga dia menilai, rumitnya penyelesaian tersebut sangat memungkinkan petugas menerima 'Uang Tanda Tangan'. (Baca: Airin Minta Warganya Hargai Perbedaan dan Jangan Ikutan Sebar Hoaks )
"Bisa jadi (uang) untuk menyelesaikan masalah, apalagi kalau itu tanah yang waris segala macam, mungkin ada uang tanda tangan. Itu kan lain, secara kebetulan dia kena uang itu untuk biaya ini biaya itu, bukan buat administrasi," jelas Ramlie.
"Tergantung persoalannya, tapi kalau umpama persoalannya dia belum balik nama surat. Nah kemudian, dia (pemohon) minta tanda tangan (petugas), dimintain uang buat tanda tangan itu dua juta, ya wajar. Apalagi tanahnya dia luas," tambahnya lagi.
Lebih lanjut, Ramlie membeberkan perbedaan adanya permintaan sejumlah uang dalam pengurusan sertifikat tanah melalui PTSL. Kata dia, ada yang bisa dikategorikan Pungli dan ada pula yang diluar itu, karena dalam batas kewajaran.
"Begini contohnya, kamu beli tanah sama saya sudah lama. Nah kemudian kamu butuh tanda tangan saya, saya nggak mau tanda tangan kalau nggak dikasih duit. Kan itu persoalan bukan PTSL, persoalannya bagi uang ke orang yang mau tanda tangan," pungkasnya. (Baca juga: PNS Tangsel Deklarasi Bersama Kurangi Penggunaan Produk Plastik )
Sebelumnya, warga di Kecamatan Pamulang mengeluhkan tingginya permintaan biaya saat mengurus sertifikat tanah melalui PTSL. Disebutkan, oknum pegawai Kelurahan melalui pengurus RT dan RW meminta biaya di kisaran Rp500 ribu hingga Rp2,5 juta untuk menyelesaikan sertifikat sebidang tanah.
"Saya diminta bayar Rp2 juta, awalnya saya bayar Rp1,5 juta, terus saya lunasi saya bayar lagi Rp500 ribu. Alasannya, buat biaya ke Kelurahan, sama urus di BPN juga," ungkap warga Pondok Cabe Ilir, Pamulang, yang tak mau disebutkan namanya.
Sayangnya, saat hal itu dikonfirmasi ke Kelurahan Pondok Cabe Ilir tak ada pihak yang mau meluruskan dugaan adanya Pungli tersebut. Para pegawai yang ditemui, menolak memberikan keterangan. Mereka mengaku tak tahu-menahu siapa yang berwenang mengurus berkas-berkas PTSL.
"Jangan saya ya pak, saya soalnya nggak ngerti juga siapa yang punya wewenang. Kalau saya yang jawab, nanti takut salah," ucap Nawiri, Kasie Ekonomi dan Pembangunan Kelurahan Pondok Cabe Ilir.
(ysw)