Pasangan Cabup Gugat KPU dan Bawaslu Bogor ke PN Cibinong
A
A
A
JAKARTA - Pasangan Ade Ruhandi (Jaro Ade)-Inggrid Kansil, Herdiyan melaporkan KPU dan Bawaslu Kabupaten Bogor ke Pengadilan Negeri Kelas 1A Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Pelaporan tersebut didasari belum selesainya permasalahan Daftar Pemilih Tetap (DPT) baru yang jumlahnya belum jelas dalam Pilkada Kabupaten Bogor 2018.
Menurut Herdiyan, pihaknya menempuh jalur hukum dengan harapan pelanggaran dalam Pilbup Bogor 2018 bisa diselesaikan. Pasalnya, saat menggugat ke Mahkamah Konstitusi (MK) permohonan mereka tidak diterima karena melampaui ambang batas selisih suara 0,5 persen.
"Tapi kan tetap saja harus ada institusi yang menyelesaikan pelanggaran yang berkategori melawan hukum dengan dilakukan secara sistematis, terstruktur dan massif," ujar salah satu Kuasa Hukum JADI, Herdiyan dalam keterangan tertulisnya, Kamis (29/11/2018).
Pihak JADI pun meminta DPRD Kabupaten Bogor menarik berita acara pengumuman penetapan calon terpilih pada 19 Agustus lalu. Sekaligus meminta Menteri Dalam Negeri menunda pelantikan Bupati dan Wakil Bupati Terpilih 2018-2023.
Dia mengatakan, pelaporan ini didasari amanah partai koalisi pengusung JADI, untuk terus memperjuangkan dan menempuh jalur hukum.
"Berdasarkan putusan Dewan Kewenangan Penyelenggara Pemilu (DKPP) soal kesalahan KPU dan Bawaslu yang sudah diberi sanksi perihal DPT Pilkada 2018," jelasnya.
Dalam pokok perkaranya, menyatakan menurut Hukum bahwa Tergugat I KPU Kabupaten Bogor dan Tergugat II Panitia/Badan Pengawas Pemilihan Umum Kabupaten Bogor telah terbukti melakukan Perbuatan Melawan Hukum.
"Kami meminta Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Bogor untuk membuka seluruh kotak suara dan menghitung ulang 77.602 pengguna hak pilih dalam DPTb yang tertulis dalam Model ATb-KWK di 7.635 TPS, di 435 Desa/Kelurahan, dan 40 (empat puluh) kecamatan se-Kabupaten Bogor," bebernya.
Tak hanya itu, Herdiyan berharap, Tergugat I dan II untuk secara tanggung renteng membayar kepada Penggugat sebesar Rp2.225.562.000. Menghukum Tergugat I dan Tergugat II untuk membayar kerugian immateriil kepada Penggugat sebesar Rp100.000.000.
"Kami minta Badan Pengawas Pemilihan Umum Kabupaten Bogor, Komisi Pemilihan Umum Provinsi Jawa Barat, Badan Pengawas Pemilihan Umum Provinsi Jawa Barat, Komisi Pemilihan Umum, dan Badan Pengawas Pemilihan Umum, untuk mengawasi pelaksanaan pembukaan kotak suara dan penghitungan 77.602 pemilih tertulis dalam Model Atb-KWK sebagaimana diktum angka 3," ucapnya.
Herdiyan menerangkan, Bawaslu Kabupaten Bogor, KPU Jawa Barat, Bawaslu Jawa Barat, KPU, dan Bawaslu, untuk melaporkan pelaksanan pengawasan atas pelaksanaan pembukaan kotak suara 77.602 pemilih tertulis dalam Model ATb-KWK sebagaimana diktum angka 3 kepada Pengadilan Negeri Cibinong.
"Dan apabila Majelis Hakim berpendapat lain mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono)," tegasnya.
Terpisah, Ade Ruhandi alias Jaro Ade mengaku, semua partai koalisi yang mendukung pencalonannya seperti Partai Golkar, Demokrat, PAN, PKS, PKPI dan Berkarya meminta untuk memperjuangkannya sesuai hukum yang berlaku.
"Karena di Mahkamah Konstitusi itu sengketa baru bisa di proses berdasarkan selisih 0,5%, jadi kami menempuh jalur lain seperti ke DKPP maupun pengadilan tinggi," ujarnya.
Pelaporan tersebut didasari belum selesainya permasalahan Daftar Pemilih Tetap (DPT) baru yang jumlahnya belum jelas dalam Pilkada Kabupaten Bogor 2018.
Menurut Herdiyan, pihaknya menempuh jalur hukum dengan harapan pelanggaran dalam Pilbup Bogor 2018 bisa diselesaikan. Pasalnya, saat menggugat ke Mahkamah Konstitusi (MK) permohonan mereka tidak diterima karena melampaui ambang batas selisih suara 0,5 persen.
"Tapi kan tetap saja harus ada institusi yang menyelesaikan pelanggaran yang berkategori melawan hukum dengan dilakukan secara sistematis, terstruktur dan massif," ujar salah satu Kuasa Hukum JADI, Herdiyan dalam keterangan tertulisnya, Kamis (29/11/2018).
Pihak JADI pun meminta DPRD Kabupaten Bogor menarik berita acara pengumuman penetapan calon terpilih pada 19 Agustus lalu. Sekaligus meminta Menteri Dalam Negeri menunda pelantikan Bupati dan Wakil Bupati Terpilih 2018-2023.
Dia mengatakan, pelaporan ini didasari amanah partai koalisi pengusung JADI, untuk terus memperjuangkan dan menempuh jalur hukum.
"Berdasarkan putusan Dewan Kewenangan Penyelenggara Pemilu (DKPP) soal kesalahan KPU dan Bawaslu yang sudah diberi sanksi perihal DPT Pilkada 2018," jelasnya.
Dalam pokok perkaranya, menyatakan menurut Hukum bahwa Tergugat I KPU Kabupaten Bogor dan Tergugat II Panitia/Badan Pengawas Pemilihan Umum Kabupaten Bogor telah terbukti melakukan Perbuatan Melawan Hukum.
"Kami meminta Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Bogor untuk membuka seluruh kotak suara dan menghitung ulang 77.602 pengguna hak pilih dalam DPTb yang tertulis dalam Model ATb-KWK di 7.635 TPS, di 435 Desa/Kelurahan, dan 40 (empat puluh) kecamatan se-Kabupaten Bogor," bebernya.
Tak hanya itu, Herdiyan berharap, Tergugat I dan II untuk secara tanggung renteng membayar kepada Penggugat sebesar Rp2.225.562.000. Menghukum Tergugat I dan Tergugat II untuk membayar kerugian immateriil kepada Penggugat sebesar Rp100.000.000.
"Kami minta Badan Pengawas Pemilihan Umum Kabupaten Bogor, Komisi Pemilihan Umum Provinsi Jawa Barat, Badan Pengawas Pemilihan Umum Provinsi Jawa Barat, Komisi Pemilihan Umum, dan Badan Pengawas Pemilihan Umum, untuk mengawasi pelaksanaan pembukaan kotak suara dan penghitungan 77.602 pemilih tertulis dalam Model Atb-KWK sebagaimana diktum angka 3," ucapnya.
Herdiyan menerangkan, Bawaslu Kabupaten Bogor, KPU Jawa Barat, Bawaslu Jawa Barat, KPU, dan Bawaslu, untuk melaporkan pelaksanan pengawasan atas pelaksanaan pembukaan kotak suara 77.602 pemilih tertulis dalam Model ATb-KWK sebagaimana diktum angka 3 kepada Pengadilan Negeri Cibinong.
"Dan apabila Majelis Hakim berpendapat lain mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono)," tegasnya.
Terpisah, Ade Ruhandi alias Jaro Ade mengaku, semua partai koalisi yang mendukung pencalonannya seperti Partai Golkar, Demokrat, PAN, PKS, PKPI dan Berkarya meminta untuk memperjuangkannya sesuai hukum yang berlaku.
"Karena di Mahkamah Konstitusi itu sengketa baru bisa di proses berdasarkan selisih 0,5%, jadi kami menempuh jalur lain seperti ke DKPP maupun pengadilan tinggi," ujarnya.
(mhd)