Bupati Ditangkap KPK, Wabup Kumpulkan Semua Pejabat Pemkab Bekasi
A
A
A
JAKARTA - Setelah Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin ditangkap KPK, Wakil Bupati bekasi Eka Supriatmadja mengumpulkan seluruh pejabat. Wabup Bekasi ingin agar pemerintahan dan pelayanan masyarakat tetap berjalan seperti biasa.
"Pelayanan tetap berjalan, roda pemerintahan tetap berjalan seperti biasanya, dan saya pastikan tidak terganggu dengan adanya penyidikan KPK," ujar Wakil Bupati Bekasi, Eka Supriatmadja kepada wartawan, Selasa (16/10/2018).
Menyusul penangkapan Neneng Hasanah, Eka menyatakan tengah mengumpulkan seluruh pejabat dari eselon II (sekretaris daerah, asisten daerah, kepala dinas dan staf ahli) menggelar rapat bersama. Agenda rapat yang dibahas berkaitan dengan pasca penangkapan bupati dan sejumlah pejabat daerah setempat. (Baca: Bupati Bekasi dan Direktur Lippo Group Tersangka Suap Meikarta )
Senada diungkapkan Sekretaris Daerah Kabupaten Bekasi Uju. Birokrat tertinggi di Kabupaten Bekasi ini menyatakan aparatur tetap melaksanakan tugasnya dalam menyelenggarakan pemerintahan untuk masyarakat.
"Semua organisasi perangkat daerah (OPD) tetap melakukan tugas dan kewenangan sesuai dengan mekanisme dan prosedur yang berlaku. Dan kita pun masih menunggu, nanti langkah-langkah berikutnya akan seperti apa," katanya. Pantauan SINDO, gedung pemerintahan tampak sepi dan tidak banyak orang pasca kejadian tersebut.
KPK telah menetapkan empat penyelenggara negara di wilayah Kabupaten Bekasi sebagai tersangka atas kasus gratifikasi perizinan pembangunan properti Meikarta di Desa Cibatu, Kecamatan Cikarang Selatan pada Senin 15 Oktober 2018. Empat orang yang ditetapkan tersangka itu adalah Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin, Kepala Dinas PUPR Jamaludin.
Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu (DPMPTSP) Dewi Tisnawati, Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Sahat Maju Banjar Nahor, dan Kepala Bidang Tata Ruang Neneng Rahmi. Dalam proses penerbitan izin, Neneng dijanjikan mendapat fee sebesar Rp 13 miliar. Hingga penangkapan kemarin, Neneng disebut telah menerima dana sebesar Rp 7 miliar.
Adapun barang bukti yang diamankan penyidik dalam operasi tangkap tangan kemarin adalah uang 1 miliar dalam bentuk pecahan dolar Singapura dan rupiah serta uang tunai Rp 513 juta. Akibat perbuatannya, mereka dijerat pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 atau pasal 12 B undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto pasal 64 ayat (1) KUHP.
"Pelayanan tetap berjalan, roda pemerintahan tetap berjalan seperti biasanya, dan saya pastikan tidak terganggu dengan adanya penyidikan KPK," ujar Wakil Bupati Bekasi, Eka Supriatmadja kepada wartawan, Selasa (16/10/2018).
Menyusul penangkapan Neneng Hasanah, Eka menyatakan tengah mengumpulkan seluruh pejabat dari eselon II (sekretaris daerah, asisten daerah, kepala dinas dan staf ahli) menggelar rapat bersama. Agenda rapat yang dibahas berkaitan dengan pasca penangkapan bupati dan sejumlah pejabat daerah setempat. (Baca: Bupati Bekasi dan Direktur Lippo Group Tersangka Suap Meikarta )
Senada diungkapkan Sekretaris Daerah Kabupaten Bekasi Uju. Birokrat tertinggi di Kabupaten Bekasi ini menyatakan aparatur tetap melaksanakan tugasnya dalam menyelenggarakan pemerintahan untuk masyarakat.
"Semua organisasi perangkat daerah (OPD) tetap melakukan tugas dan kewenangan sesuai dengan mekanisme dan prosedur yang berlaku. Dan kita pun masih menunggu, nanti langkah-langkah berikutnya akan seperti apa," katanya. Pantauan SINDO, gedung pemerintahan tampak sepi dan tidak banyak orang pasca kejadian tersebut.
KPK telah menetapkan empat penyelenggara negara di wilayah Kabupaten Bekasi sebagai tersangka atas kasus gratifikasi perizinan pembangunan properti Meikarta di Desa Cibatu, Kecamatan Cikarang Selatan pada Senin 15 Oktober 2018. Empat orang yang ditetapkan tersangka itu adalah Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin, Kepala Dinas PUPR Jamaludin.
Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu (DPMPTSP) Dewi Tisnawati, Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Sahat Maju Banjar Nahor, dan Kepala Bidang Tata Ruang Neneng Rahmi. Dalam proses penerbitan izin, Neneng dijanjikan mendapat fee sebesar Rp 13 miliar. Hingga penangkapan kemarin, Neneng disebut telah menerima dana sebesar Rp 7 miliar.
Adapun barang bukti yang diamankan penyidik dalam operasi tangkap tangan kemarin adalah uang 1 miliar dalam bentuk pecahan dolar Singapura dan rupiah serta uang tunai Rp 513 juta. Akibat perbuatannya, mereka dijerat pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 atau pasal 12 B undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto pasal 64 ayat (1) KUHP.
(ysw)