Kawasan Ganjil Genap Bakal Jadi Jalan Berbayar
A
A
A
JAKARTA - Kawasan ganjil genap selama 15 jam di Jakarta nantinya akan menjadi kawasan Electronic Road Pricing (ERP) atau jalan berbayar. Untuk tahap pertama, ERP berlaku di Jalan Sudirman dan Jalan H.R Rasuna Said, Jakarta Selatan pada Maret 2019.
Wakil Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Sigit Widjiatmoko mengatakan, sistem ganjil genap di sembilan ruas jalan protokol sejak pukul 06.00-21.00 WIB saat ini merupakan pengendalian lalu lintas jangka pendek. Menurutnya, banyak kekurangan sistem ganjil genap meski hasilnya cukup efektif tingkatkan kecepatan dan penambahan jumlah pelanggan bus Transjakarta.
"Kelemahan ganjil genap ini ada di pengawasan yang manual. Kemungkinan besar pengendara juga membeli kendaraan baru untuk hindari ganjil genap," kata Sigit saat dihubungi, Senin (3/9/2018).
Sigit menjelaskan, sistem pengendalian lalu lintas paling ideal itu adalah ERP yang kini sudah mengerucut pada tiga perusahaan pemenang lelang. Sebelum menentukan satu perusahaan, ketiga perusahaan tersebut akan mengujicoba teknologinya terlebih dahulu. Dia menargetkan akhir tahun ini, satu perusahaan lelang sudah bisa ditemukan.
Dalam lelang tersebut, lanjut Sigit, baru dua ruas jalan yang dilelang, yakni Jalan Sudirman dan Jalan H.R Rasuna Said, Jakarta Selatan. Nantinya, akan dibangun secara bertahap, khususnya di kawasan yang berlaku ganjil-genap selama 15 jam saat ini. Diantaranya yaitu, Jalan Medan Merdeka Barat, Thamrin, Sudirman, Gatot Subroto, S.Parman, MT Haryono, Panjaitan, H.R Rasuna Said dan Jalan Ahmad Yani.
"Kemungkinan bisa bertambah, terpenting kami harus meningkatkan layanan transportasinya terlebih dahulu," pungkasnya.
Kepala Unit Pelaksana Teknis ERP Dinas Perhubungan dan DKI Jakarta, Zulkifli mengatakan, dalam pola transportasi makro, ERP merupakan variabel dari pembatasan kendaraan dan menjadi langkah terakhir setelah peningkatan transportasi massal dan jalan. Dengan dipercepatnya penerapan ERP, dia berharap menjadi triger bagi percepatan infrastruktur pendukungnya, baik itu perbaikan angkutan umum dan parkir berbayar. Termasuk dengan sistem tilang elektronik milik kepolisian.
Zulkifli menjelaskan, secara aturan ERP sudah ada di Peraturan Daerah (Perda) No 5 tahun 2013 yang tertuang dalam Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) 2030. Selain mengadopsi dua ruas jalan yang dilelang, dalam Perda itu juga mengatur waktu pelaksaan ERP, yakni pukul 07.00 WIB-20.00 WIB. Sedangkan tarif yang diberlakukan bersifat dinamis. Artinya, apabila masih banyak kendaraan yang melintas di kawasan ERP, tarif ERP akan semakin mahal dan terus meningkat hingga standar kecepatan 35 kilometer per jam. Menurutnya, hal tersebut sedang diproses bersama dengan kepolisian.
Dari segi teknologi, lanjut Zulkifli, On Board Unit (OBU) yang digunakan adalah sistem oneface bukan twoface yang kerap digunakan dalam transaksi pintu masuk dan keluar tol. Artinya, ketika kendaraan melewati kawasan ERP 80 km/jam, secara otomatis OBU langsung terekam. Terlebih kamera yang digunakan adalah kamera aplikasi yang mampu mengidentifikasikan pelat nomor kendaraan.
"Jadi bila kendaraan tidak menggunakan OBU, kamera tersebut bisa langsung mendeteksi. Kepolisian melalui tilang elektronik langsung akan menindaknya. Ini pun memaksa Dinas Pelayanan Pajak (DPP) mengupdate data kendaraannya. Korlantas sudah memproses data kendaraannya," ujarnya.
Sementara itu, Anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta, Yuke Yurike meminta Pemprov DKI fokus terhadap perbaikan layanan angkutan umum terlebih dahulu. Sehingga, ketika masyarakat dipaksa untuk tidak boleh melintas, pilihannya sudah ada.
Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini menilai kawasan ganjil genap yang sudah dilayani angkutan umum baru koridor I (Blok M-Kota). Sedangkan di kawasan lainnya justru dihindari dengan cara mencari jalur alternatif ataupun mencari kelemahan pengawasan polisi.
"Coba dihitung kendaraan di jalur alternatif diluar koridor I. Kami harap DKI fokus dalam layanan transportasi," katanya.
Wakil Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Sigit Widjiatmoko mengatakan, sistem ganjil genap di sembilan ruas jalan protokol sejak pukul 06.00-21.00 WIB saat ini merupakan pengendalian lalu lintas jangka pendek. Menurutnya, banyak kekurangan sistem ganjil genap meski hasilnya cukup efektif tingkatkan kecepatan dan penambahan jumlah pelanggan bus Transjakarta.
"Kelemahan ganjil genap ini ada di pengawasan yang manual. Kemungkinan besar pengendara juga membeli kendaraan baru untuk hindari ganjil genap," kata Sigit saat dihubungi, Senin (3/9/2018).
Sigit menjelaskan, sistem pengendalian lalu lintas paling ideal itu adalah ERP yang kini sudah mengerucut pada tiga perusahaan pemenang lelang. Sebelum menentukan satu perusahaan, ketiga perusahaan tersebut akan mengujicoba teknologinya terlebih dahulu. Dia menargetkan akhir tahun ini, satu perusahaan lelang sudah bisa ditemukan.
Dalam lelang tersebut, lanjut Sigit, baru dua ruas jalan yang dilelang, yakni Jalan Sudirman dan Jalan H.R Rasuna Said, Jakarta Selatan. Nantinya, akan dibangun secara bertahap, khususnya di kawasan yang berlaku ganjil-genap selama 15 jam saat ini. Diantaranya yaitu, Jalan Medan Merdeka Barat, Thamrin, Sudirman, Gatot Subroto, S.Parman, MT Haryono, Panjaitan, H.R Rasuna Said dan Jalan Ahmad Yani.
"Kemungkinan bisa bertambah, terpenting kami harus meningkatkan layanan transportasinya terlebih dahulu," pungkasnya.
Kepala Unit Pelaksana Teknis ERP Dinas Perhubungan dan DKI Jakarta, Zulkifli mengatakan, dalam pola transportasi makro, ERP merupakan variabel dari pembatasan kendaraan dan menjadi langkah terakhir setelah peningkatan transportasi massal dan jalan. Dengan dipercepatnya penerapan ERP, dia berharap menjadi triger bagi percepatan infrastruktur pendukungnya, baik itu perbaikan angkutan umum dan parkir berbayar. Termasuk dengan sistem tilang elektronik milik kepolisian.
Zulkifli menjelaskan, secara aturan ERP sudah ada di Peraturan Daerah (Perda) No 5 tahun 2013 yang tertuang dalam Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) 2030. Selain mengadopsi dua ruas jalan yang dilelang, dalam Perda itu juga mengatur waktu pelaksaan ERP, yakni pukul 07.00 WIB-20.00 WIB. Sedangkan tarif yang diberlakukan bersifat dinamis. Artinya, apabila masih banyak kendaraan yang melintas di kawasan ERP, tarif ERP akan semakin mahal dan terus meningkat hingga standar kecepatan 35 kilometer per jam. Menurutnya, hal tersebut sedang diproses bersama dengan kepolisian.
Dari segi teknologi, lanjut Zulkifli, On Board Unit (OBU) yang digunakan adalah sistem oneface bukan twoface yang kerap digunakan dalam transaksi pintu masuk dan keluar tol. Artinya, ketika kendaraan melewati kawasan ERP 80 km/jam, secara otomatis OBU langsung terekam. Terlebih kamera yang digunakan adalah kamera aplikasi yang mampu mengidentifikasikan pelat nomor kendaraan.
"Jadi bila kendaraan tidak menggunakan OBU, kamera tersebut bisa langsung mendeteksi. Kepolisian melalui tilang elektronik langsung akan menindaknya. Ini pun memaksa Dinas Pelayanan Pajak (DPP) mengupdate data kendaraannya. Korlantas sudah memproses data kendaraannya," ujarnya.
Sementara itu, Anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta, Yuke Yurike meminta Pemprov DKI fokus terhadap perbaikan layanan angkutan umum terlebih dahulu. Sehingga, ketika masyarakat dipaksa untuk tidak boleh melintas, pilihannya sudah ada.
Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini menilai kawasan ganjil genap yang sudah dilayani angkutan umum baru koridor I (Blok M-Kota). Sedangkan di kawasan lainnya justru dihindari dengan cara mencari jalur alternatif ataupun mencari kelemahan pengawasan polisi.
"Coba dihitung kendaraan di jalur alternatif diluar koridor I. Kami harap DKI fokus dalam layanan transportasi," katanya.
(mhd)