DPRD Sebut Anggaran Daerah Kota Bekasi Defisit Rp900 Miliar

Kamis, 30 Agustus 2018 - 21:50 WIB
DPRD Sebut Anggaran...
DPRD Sebut Anggaran Daerah Kota Bekasi Defisit Rp900 Miliar
A A A
BEKASI - Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi dituding terlalu boros dalam mengelola Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) 2018. Sebab, anggaran daerah tahun ini tersebut mengalami defisit hingga Rp900 miliar.

Penyebabnya, tingginya nilai defisit karena belanja yang dilakukan pemerintah terlalu besar, tanpa melihat jaminan pendapatan yang akan diperoleh."Pemerintah terlalu lemah dalam melakukan perencanaan dan penganggaran keuangan daerah, jadi anggaran tahun ini mengalami defisit mendekati Rp1 triliun," ujar Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPRD Kota Bekasi, Chairoman J Putro.

Menurutnya, ada empat penyebab yang memicu tingginya defisit APBD murni 2018 dari alokasi Rp5,6 triliun saat ini.Pertama, tunjangan penambahan penghasilan (TPP) di kalangan aparatur yang dianggap terlalu besar sehingga membebani postur keuangan daerah.
Kedua, pemerintah terlalu memaksakan pengerjaan proyek tahun jamak (multiyears), yang merupakan janji politik kepala daerah. Ketiga, pembiayaan Kartu Sehat berbasis Nomor Induk Kependudukan (KS NIK) senilai Rp200 miliar untuk menutupi biaya kesehatan.

Terakhir, penambahan jumlah tenaga kerja kontrak (TKK) di seluruh organisasi perangkat daerah (OPD) setempat. "Pemerintah sekarang sedang mati suri, karena dana yang tersisa saat ini hanya untuk keperluan gaji pegawai seperti honor tenaga kerja kontrak (TKK) dan tunjangan aparatur, namun untuk kebutuhan lainya tidak ada," ujarnya.

Saat ini, TPP paling besar diterima oleh Sekretaris Daerah Kota Bekasi atau pegawai eselon II A mencapai Rp75 juta. Jumlah itu terdiri dari tunjangan statis Rp45 juta dan tunjangan dinamis Rp30 juta. Sedangkan pegawai eselon II B setingkat Asisten Daerah, Kepala Dinas dan Staf Ahli mendapat TPP mencapai Rp43 juta. Rinciannya tunjangan statis Rp26.100.000 dan tunjangan dinamis Rp17.400.000.

Penambahan TKK di seluruh OPD juga menjadi beban keuangan daerah, karena selain memperoleh gaji Rp3,9 juta per bulan, mereka juga mendapat TPP dikisaran Rp1- Rp 2,5 juta per bulan. Pada tahun lalu jumlah TKK sekitar 4.000 orang, namun 2018 naik sekitar 9.000 menjadi 13.000 orang. Otomatis, alokasi dana yang sebelumnya Rp350 miliar untuk menggaji TKK, kini naik menjadi Rp 740 miliar.

Choiruman mengatakan, fenomena ini bisa diantisipasi bila pemerintah melakukan pemangkasan terhadap beberapa poin pemicu terjadinya defisit. Misalnya, nilai TPP di kalangan aparatur dipotong menyesuaikan keuangan daerah dan menghentikan sementara proyek multiyears. Misalnya, yang dilakukan oleh Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan (Disperkimtan).

Kemudian Dinas Bina Mirga dan Sumber Daya Air (BMSDA) disebut paling besar menelan anggaran. Komposisinya sekitar Rp600 miliar kegiatan di Disperkimtan dan Rp400 miliar di Dinas BMSDA. Sehingga, fostur anggaran bisa terselamatkan dan dialihkan untuk kebutuhan masyarakat lainya."Karena defisit, pengerjaan proyek infrastruktur harus dihentikan sementara," tegasnya.

Asisten Daerah (Asda) III Kota Bekasi, Dadang Hidayat tidak menampik adanya defisit anggaran di Pemerintah Kota Bekasi, namun dia enggan menyebut nilainya. "Itu angkanya (Rp 900 miliar) belum pasti karena masih dihitung, tapi yang jelas akan ada pemangkasan kegiatan yang sifatnya tidak prioritas, masih kita lakukan penghitungan," katanya.

Menurut dia, segala kemungkinan seperti pemotongan TPP di kalangan dan penundaaan pembayaran proyek multiyears bisa saja terjadi. Apalagi pemerintah sedang mengedepankan kebijakan fiskal untuk menstablikan perekonomian keuangan daerah."Untuk sementara waktu yang mungkin dilakukan adalah penundaan pembayaran proyek ke pihak ketiga di tahun 2019," ucapnya.
(whb)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8117 seconds (0.1#10.140)