Progres OK Otrip Naik Signifikan, Penumpang Tembus 27 Ribu Orang
A
A
A
JAKARTA - Program One Karcis One Trip (OK Otrip) terus mengalami progres yang cukup signifikan. Selain bertambahnya operator dan trayek berikut armada, penumpang OK Otrip pun menembus angka sebanyak 27.000 penumpang perhari.
Kepala Humas PT Transportasi Jakarta, Wibowo mengatakan, pada Rabu (1/8/2018), trayek OK Otrip kembali bertambah, yakni OK 31 (Blok M-Pondok Labu) dengan armada 24 unit operator Koperasi Wahana Kalpika (KWK). Menurutnya, dengan trayek baru tersebut, OK Otrip kini memiliki 11 trayek dengan jumlah armada 238 unit.
"Penumpang OK Otrip pada Selasa, 31 Juli 2018 lalu menembus angka 27. 522 orang," kata Wibowo melalui pesan singkatnya, Rabu (1/8/2018).
Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Andri Yansyah menuturkan, progres peningkatan OK Otrip itu akibat kerja sama yang baik antar- operator dan PT Transjakarta sebagai pihak yang menanungi OK Otrip. Termasuk bertambahnya operator dari sebelumnya dua menjadi lima operator saat ini.
Dinas Perhubungan, lanjut Andri, sebagai regulator hanya menjadi fasilitas kerja sama antara operator dan PT Transjakarta. Salah satu yang membuat bergabungnya operator adalah kesepakatan tarif rupiah per kilometer yang disesuaikan jarak.
"Jadi untuk jarak 175 kilometer itu hitungannya sekitar Rp3.700 dan Rp3.400 untuk jarak 195 kilometer. Operator yang setuju KWK, Budi Luhur, Kencana Sakti Transport, Puskopau Halim PK, dan Lestari Suryadarma Persada. Dari lima itu yang sudah tandatangan baru dua," ungkapnya.
Sementara itu, Ketua Organda DKI Jakarta, Shafruhan Sinungan menilai program OK Otrip yang diuji cobakan saat ini hanyalah asal dan hanya menyentuh sistem tapping saja. Padahal, untuk memindahkan pengendara pribadi ke angkutan umum sesuai program OK Otrip dan diatur dalam Permenhub 29/2015, angkutan umum harus memenuhi SPM fasilitas pelayanan.
Artinya, lanjut Shafruhan, selain menghitung bersama komponen rupiah perkilometer dan jarak tempuh, SPM menjadi sangat penting dalam program Ok Otrip yang menyentuh hingga ke pemukiman. "Nah kalau yang terjadi saat ini, apa bedanya dengan angkot yang ada? Cuma tapping doang kan. Naik dan turun penumpang saja sembarangan," ungkapnya.
Pada prinsipnya, kata Shafruhan, operator sangat siap mengikuti dan bahkan mendukung Ok otrip. Namun, dari masalah tarif saja, PT Transjakarta dan Dinas perhubungan tidak bisa memutuskanya dengan bijak. "Jadi ketimbang ikut asal-asalan, mending kita persiapkan sesuai aturan SPM. Tiga operator yang sudah mengusulkan tapi belum tandatangan kerja sama ya menunggu kejelasan," ujarnya.
Kepala Humas PT Transportasi Jakarta, Wibowo mengatakan, pada Rabu (1/8/2018), trayek OK Otrip kembali bertambah, yakni OK 31 (Blok M-Pondok Labu) dengan armada 24 unit operator Koperasi Wahana Kalpika (KWK). Menurutnya, dengan trayek baru tersebut, OK Otrip kini memiliki 11 trayek dengan jumlah armada 238 unit.
"Penumpang OK Otrip pada Selasa, 31 Juli 2018 lalu menembus angka 27. 522 orang," kata Wibowo melalui pesan singkatnya, Rabu (1/8/2018).
Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Andri Yansyah menuturkan, progres peningkatan OK Otrip itu akibat kerja sama yang baik antar- operator dan PT Transjakarta sebagai pihak yang menanungi OK Otrip. Termasuk bertambahnya operator dari sebelumnya dua menjadi lima operator saat ini.
Dinas Perhubungan, lanjut Andri, sebagai regulator hanya menjadi fasilitas kerja sama antara operator dan PT Transjakarta. Salah satu yang membuat bergabungnya operator adalah kesepakatan tarif rupiah per kilometer yang disesuaikan jarak.
"Jadi untuk jarak 175 kilometer itu hitungannya sekitar Rp3.700 dan Rp3.400 untuk jarak 195 kilometer. Operator yang setuju KWK, Budi Luhur, Kencana Sakti Transport, Puskopau Halim PK, dan Lestari Suryadarma Persada. Dari lima itu yang sudah tandatangan baru dua," ungkapnya.
Sementara itu, Ketua Organda DKI Jakarta, Shafruhan Sinungan menilai program OK Otrip yang diuji cobakan saat ini hanyalah asal dan hanya menyentuh sistem tapping saja. Padahal, untuk memindahkan pengendara pribadi ke angkutan umum sesuai program OK Otrip dan diatur dalam Permenhub 29/2015, angkutan umum harus memenuhi SPM fasilitas pelayanan.
Artinya, lanjut Shafruhan, selain menghitung bersama komponen rupiah perkilometer dan jarak tempuh, SPM menjadi sangat penting dalam program Ok Otrip yang menyentuh hingga ke pemukiman. "Nah kalau yang terjadi saat ini, apa bedanya dengan angkot yang ada? Cuma tapping doang kan. Naik dan turun penumpang saja sembarangan," ungkapnya.
Pada prinsipnya, kata Shafruhan, operator sangat siap mengikuti dan bahkan mendukung Ok otrip. Namun, dari masalah tarif saja, PT Transjakarta dan Dinas perhubungan tidak bisa memutuskanya dengan bijak. "Jadi ketimbang ikut asal-asalan, mending kita persiapkan sesuai aturan SPM. Tiga operator yang sudah mengusulkan tapi belum tandatangan kerja sama ya menunggu kejelasan," ujarnya.
(whb)