Sandiaga Beberkan Kunci Keberhasilan DKI Bisa Kembali Meraih WTP
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta tahun ini mendapatkan predikat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Tahun Anggaran 2017.
Predikat WTP yang diberikan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) itu tak lepas dari upaya Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Wakilnya Sandiaga Uno. Selama enam bulan memimpin DKI, Anies-Sandi mampu mengurangi aset tak tercatat sebesar Rp170 triliun.
Sandiaga mengatakan, predikat WTP merupakan salah satu rencana kerja dirinya bersama Anies yang tertuang dalam butir nomor 8. Untuk itu, pada pekan pertama menjabat sebagai wakil gubernur, dirinya langsung melakukan assesment dengan mendatangi langsung ruang WTP yang berada di dekat ruangan Kepala Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) DKI.
Ruang WTP tersebut, kata Sandi, sengaja dibuat dengan alasan ingin mendapatkan WTP yang terakhir diraih pada 2011-2012. Namun, ruangan tersebut jarang dipakai. Dia pun langsung membentuk team task force yang langsung ditindaklanjuti oleh Kepala BPKD dan Kepala Badan Pengelola Aset Daerah (BPAD) yang dikomandoi langsung waktu itu oleh Sekda DKI, Saefullah dan bekerja rutin di ruang WTP tersebut.
"Setelah itu kita melakukan beberapa assesment dan memang banyak sekali tumpukan permasalahan berkaitan dengan tindak lanjut temuan-temuan BPK," ujar Sandiaga di Balai Kota DKI Jakarta, Rabu (30/5/2018). (Baca juga: Pemprov DKI Raih Opini WTP dari BPK)
Sandi menjelaskan, dalam rapat yang dilakukan setiap pekan di ruang WTP, pihaknya bersama para Satuan Peringkat Kerja Daerah (SKPD) hampir pesimis mendapatkan WTP tahun ini. Pasalnya, dari total aset DKI Jakarta sebesar Rp500 triliun, hampir sepertiganya belum jelas keberadaan atau data-datanya.
Sandi pun meminta semua pihak untuk bekerja lebih keras agar bisa mencapai target. "Saya minta perpanjangan waktu, saya mohon-mohon, saya cium tangan teman-teman BPK. Saya kumpulkan teman-teman dinas. Saya bilang di ruangan ini, saya minta pak sekda hadir juga. Saya sampaikan mau enggak kita WTP? Dijawab mau, WTP pasti bisa," ungkapnya. (Baca juga: DKI Dapat WTP, Prasetyo Enggan Mengakui Itu Prestasi Anies-Sandi)
Sandi menuturkan, WTP sesungguhnya berpulang kepada masing-masing dinas atau SKPD. Semua elemen di SKPD harus memiliki kemauan mencapai target WTP, yaitu dengan menyelesaikan semua instruksi BPK. Setelah itu, dia melihat banyak perbaikan terjadi. Dinas-dinas bekerja sesuai tupoksi dan target kerja masing-masing.
"Singkat kata, alhamdulillah, itu kayak nonton bola. Dari Rp170 triliun turun menjadi Rp100 triliun, lalu menjadi Rp50 triliun. Di menit-menit terakhir itu angkanya masih Rp3 triliun-Rp4 triliun," jelasnya. (Baca juga: DKI Raih WTP, Sandi: Ini Hasil Kerja Tim dan Andil Empat Gubernur)
Sementara itu, Kepala BPAD DKI Jakarta Achmad Firdaus mengatakan, salah satu permasalahan aset yang setiap kali menjadi temuan BPK adalah pendataan fasilitas sosial (fasos) dan fasilitas umum (fasum) yang diserahkan pengembang kepada Pemprov DKI.
"Terkait fasos-fasum, ada sekitar Rp13 triliun yang tidak diketahui lokasinya," ungkapnya. (Baca juga: Tindaklanjut Rekomendasi BPK Jadi Poin WTP untuk DKI)
Berangkat dari data tersebut, Firdaus berkoordinasi dengan suku badan aset di lima wilayah untuk melakukan penyisiran di lapangan. Dia juga menggandeng SKPD terkait dan wali kota-wali kota untuk mencari lokasi-lokasi fasos-fasum yang telah dibangun oleh pengembang.
Proses ini harus dibereskan lantaran menjadi pertanyaan BPK. Pasalnya, pengembang mengaku telah menyerahkan fasos-fasum berupa pembangunan jalan atau ruang terbuka hijau, tetapi lokasinya belum bisa dipastikan secara jelas.
"Kami mencari titik kordinat yang jelas mengacu dokumen-dokumen perjanjian kerja sama. Setelah menemukan titiknya di lapangan, tim kami langsung mendata, memotret, lalu memasukkannya ke dalam sistem aset elektronik atau e-Aset," jelasnya.
Firdaus menuturkan fasos-fasum tersebut sebagian besar merupakan aset yang timbul akibat penerbitan Surat Persetujuan Prinsip Pembebasan Lahan atau Lokasi (SP3L) dan Surat Izin Penunjukan Penggunaan Tanah (SIPPT).
Saat ini, pihaknya masih terus melakukan penyisiran lantaran masih banyak fasos-fasum yang asetnya belum tercatat dengan baik. Pihaknya memperkirakan jumlah total aset fasos-fasum yang belum diserahkan oleh pengembang masih sangat besar.
"Tupoksi BPAD mencari dan mencatat aset. Namun, untuk penagihan ada di wali kota. Setelah berhasil ditagih, baru datanya diberikan kepada kami untuk dimasukkan ke dalam e-Aset," pungkasnya.
Predikat WTP yang diberikan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) itu tak lepas dari upaya Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Wakilnya Sandiaga Uno. Selama enam bulan memimpin DKI, Anies-Sandi mampu mengurangi aset tak tercatat sebesar Rp170 triliun.
Sandiaga mengatakan, predikat WTP merupakan salah satu rencana kerja dirinya bersama Anies yang tertuang dalam butir nomor 8. Untuk itu, pada pekan pertama menjabat sebagai wakil gubernur, dirinya langsung melakukan assesment dengan mendatangi langsung ruang WTP yang berada di dekat ruangan Kepala Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) DKI.
Ruang WTP tersebut, kata Sandi, sengaja dibuat dengan alasan ingin mendapatkan WTP yang terakhir diraih pada 2011-2012. Namun, ruangan tersebut jarang dipakai. Dia pun langsung membentuk team task force yang langsung ditindaklanjuti oleh Kepala BPKD dan Kepala Badan Pengelola Aset Daerah (BPAD) yang dikomandoi langsung waktu itu oleh Sekda DKI, Saefullah dan bekerja rutin di ruang WTP tersebut.
"Setelah itu kita melakukan beberapa assesment dan memang banyak sekali tumpukan permasalahan berkaitan dengan tindak lanjut temuan-temuan BPK," ujar Sandiaga di Balai Kota DKI Jakarta, Rabu (30/5/2018). (Baca juga: Pemprov DKI Raih Opini WTP dari BPK)
Sandi menjelaskan, dalam rapat yang dilakukan setiap pekan di ruang WTP, pihaknya bersama para Satuan Peringkat Kerja Daerah (SKPD) hampir pesimis mendapatkan WTP tahun ini. Pasalnya, dari total aset DKI Jakarta sebesar Rp500 triliun, hampir sepertiganya belum jelas keberadaan atau data-datanya.
Sandi pun meminta semua pihak untuk bekerja lebih keras agar bisa mencapai target. "Saya minta perpanjangan waktu, saya mohon-mohon, saya cium tangan teman-teman BPK. Saya kumpulkan teman-teman dinas. Saya bilang di ruangan ini, saya minta pak sekda hadir juga. Saya sampaikan mau enggak kita WTP? Dijawab mau, WTP pasti bisa," ungkapnya. (Baca juga: DKI Dapat WTP, Prasetyo Enggan Mengakui Itu Prestasi Anies-Sandi)
Sandi menuturkan, WTP sesungguhnya berpulang kepada masing-masing dinas atau SKPD. Semua elemen di SKPD harus memiliki kemauan mencapai target WTP, yaitu dengan menyelesaikan semua instruksi BPK. Setelah itu, dia melihat banyak perbaikan terjadi. Dinas-dinas bekerja sesuai tupoksi dan target kerja masing-masing.
"Singkat kata, alhamdulillah, itu kayak nonton bola. Dari Rp170 triliun turun menjadi Rp100 triliun, lalu menjadi Rp50 triliun. Di menit-menit terakhir itu angkanya masih Rp3 triliun-Rp4 triliun," jelasnya. (Baca juga: DKI Raih WTP, Sandi: Ini Hasil Kerja Tim dan Andil Empat Gubernur)
Sementara itu, Kepala BPAD DKI Jakarta Achmad Firdaus mengatakan, salah satu permasalahan aset yang setiap kali menjadi temuan BPK adalah pendataan fasilitas sosial (fasos) dan fasilitas umum (fasum) yang diserahkan pengembang kepada Pemprov DKI.
"Terkait fasos-fasum, ada sekitar Rp13 triliun yang tidak diketahui lokasinya," ungkapnya. (Baca juga: Tindaklanjut Rekomendasi BPK Jadi Poin WTP untuk DKI)
Berangkat dari data tersebut, Firdaus berkoordinasi dengan suku badan aset di lima wilayah untuk melakukan penyisiran di lapangan. Dia juga menggandeng SKPD terkait dan wali kota-wali kota untuk mencari lokasi-lokasi fasos-fasum yang telah dibangun oleh pengembang.
Proses ini harus dibereskan lantaran menjadi pertanyaan BPK. Pasalnya, pengembang mengaku telah menyerahkan fasos-fasum berupa pembangunan jalan atau ruang terbuka hijau, tetapi lokasinya belum bisa dipastikan secara jelas.
"Kami mencari titik kordinat yang jelas mengacu dokumen-dokumen perjanjian kerja sama. Setelah menemukan titiknya di lapangan, tim kami langsung mendata, memotret, lalu memasukkannya ke dalam sistem aset elektronik atau e-Aset," jelasnya.
Firdaus menuturkan fasos-fasum tersebut sebagian besar merupakan aset yang timbul akibat penerbitan Surat Persetujuan Prinsip Pembebasan Lahan atau Lokasi (SP3L) dan Surat Izin Penunjukan Penggunaan Tanah (SIPPT).
Saat ini, pihaknya masih terus melakukan penyisiran lantaran masih banyak fasos-fasum yang asetnya belum tercatat dengan baik. Pihaknya memperkirakan jumlah total aset fasos-fasum yang belum diserahkan oleh pengembang masih sangat besar.
"Tupoksi BPAD mencari dan mencatat aset. Namun, untuk penagihan ada di wali kota. Setelah berhasil ditagih, baru datanya diberikan kepada kami untuk dimasukkan ke dalam e-Aset," pungkasnya.
(thm)