Gadis 17 Tahun Dijual Rp1 Juta ke Pria Hidung Belang
A
A
A
TANGERANG - Seorang gadis berinisial SR (17), dijual ke pria hidung belang, di Hotel Amaris Citra Raya, Kampung Nalagati, Kelurahan Mekar Bakti, Panongan, Kabupaten Tangerang, seharga Rp1 juta.
Warga Curug, Kabupaten Tangerang, itu dijadikan Pekerja Seks Komersial (PSK) oleh seorang remaja berinisial MN alias Nov (22), melalui jejaring sosial media.
Kanit Reskrim Polsek Panongan Ipda M Tommy Franata mengatakan, kasus ini terungkap setelah ada laporan warga yang mengatakan, ada transaksi PSK online di Hotel Amaris Citra Raya, Panongan.
Informasi itu kemudian ditelusuri petugas dengan menyamar sebagai pelanggan. Setelah melakukan tawar menawar harga, akhirnya mereka sepakat untuk bertemu.
"Anggota Reskrim Polsek Panongan lalu melakukan undercover sebagai tamu yang memesan teman wanita kepada pelaku melalui akun Facebook," kata Tommy di Mapolsek Panongan, Selasa (10/4/2018).
Setelah disepakati tarif sewanya Rp1 juta, lalu anggota yang menyamar itu bertemu dengan tersangka MN, dan korban SR, ke Hotel Amaris Citra Raya. Setelah uang diberikan, MN langsung diciduk petugas.
"Selanjutnya, pelaku dan korban dibawa ke Polsek Panongan, untuk dilakukan pemeriksaan lebih dalam. Saat ini, petugas masih melakukan pemeriksaan dan mendalami keterangan pelaku," jelasnya.
Sementara itu, Kapolsek Panongan AKP Trisno Tahan Uji menambahkan, tersangka MN sudah berulangkali melakukan tindak pidana perdagangan anak di bawah umur.
"Tidak ada hubungan keluarga, pengakuan baru pertama, dan masih kita dalami. Tidak arah ke sana. Sesuai kesepakatan saja. Korban tidak bekerja mas. Motifnya ekonomi," sambung Trisno.
Dijelaskan dia, pelaku MN dan korban SR, sama-sama tidak bekerja. Mereka biasa melakukan transaksi seksual melalui jejaring sosial Facebook. Sekali transaksi seksual, pelaku mematok harga Rp1 juta.
"Itu semua sudah bersih, berikut harga sewa kamar hotel. Itu untuk sekali kencan saja. Korban dan pelaku bekerjasama. Keuntungan dari transaksi dibagi dua, antara pelaku MN dan korban," jelasnya.
Terpisah, Ketua Indonesia Child Protection Watch (ICPW) Erlinda berharap, polisi tidak hanya menghukum MN yang menjadi germo PSK remaja online. Tetapi juga para pelanggan yang memakai jasa korban.
"Untuk memutus mata rantai, kita harus kuat terhadap edukasi masyarakat. Juga harus ada efek jera terhadap pelanggan. Dia juga harus dihukum. Sejauh ini belum pernah. Ini yang sangat miris," jelasnya.
Dijelaskan dia, selama ini polisi hanya fokus pada pelaku atau germo. Sedang kepada pelanggan prostitusi anak, masih belum tersentuh. Padahal, tanpa ada pelanggan, prostitusi anak tidak laku.
"Kita akan dorong polisi untuk menindak pelanggannya juga. Jika sanksi hukum tidak ada, harus ada sanksi sosial, misal bekerja di panti jompo atau bila perlu, buka identitasnya dan sebarkan," tegasnya.
Diungkapkan dia, dari sejumlah kasus prostitusi online, rata-rata korban terjerat karena desakan ekonomi. Namun, tidak jarang, para korban mendapat intimidasi dan ancaman pembunuhan dari germo.
"Harus ada upaya lebih lanjut. Misal, faktor penyebab banyak anak menjadi korban perdagangan orang, karena iming-iming, diancam, dan diintimidasi. Harus ada penanganan serius," sambung Erlinda.
Terkait seringnya transaksi seksual di Hotel Amaris, Erlinda juga mendesak agar pihak managemen hotel diperiksa. Meskipun, sering kali pemesanan kamar hotel juga dilakukan melalui online.
"Besok aku ke Polresta Tangerang. Apakah ada kerja sama dengan hotel, ini harus dicek lagi. Apakah hotel dapat fee dan lain-lain. Tapi biasanya, hotel tidak terlibat. Sebab transaksinya juga online," tukasnya.
Warga Curug, Kabupaten Tangerang, itu dijadikan Pekerja Seks Komersial (PSK) oleh seorang remaja berinisial MN alias Nov (22), melalui jejaring sosial media.
Kanit Reskrim Polsek Panongan Ipda M Tommy Franata mengatakan, kasus ini terungkap setelah ada laporan warga yang mengatakan, ada transaksi PSK online di Hotel Amaris Citra Raya, Panongan.
Informasi itu kemudian ditelusuri petugas dengan menyamar sebagai pelanggan. Setelah melakukan tawar menawar harga, akhirnya mereka sepakat untuk bertemu.
"Anggota Reskrim Polsek Panongan lalu melakukan undercover sebagai tamu yang memesan teman wanita kepada pelaku melalui akun Facebook," kata Tommy di Mapolsek Panongan, Selasa (10/4/2018).
Setelah disepakati tarif sewanya Rp1 juta, lalu anggota yang menyamar itu bertemu dengan tersangka MN, dan korban SR, ke Hotel Amaris Citra Raya. Setelah uang diberikan, MN langsung diciduk petugas.
"Selanjutnya, pelaku dan korban dibawa ke Polsek Panongan, untuk dilakukan pemeriksaan lebih dalam. Saat ini, petugas masih melakukan pemeriksaan dan mendalami keterangan pelaku," jelasnya.
Sementara itu, Kapolsek Panongan AKP Trisno Tahan Uji menambahkan, tersangka MN sudah berulangkali melakukan tindak pidana perdagangan anak di bawah umur.
"Tidak ada hubungan keluarga, pengakuan baru pertama, dan masih kita dalami. Tidak arah ke sana. Sesuai kesepakatan saja. Korban tidak bekerja mas. Motifnya ekonomi," sambung Trisno.
Dijelaskan dia, pelaku MN dan korban SR, sama-sama tidak bekerja. Mereka biasa melakukan transaksi seksual melalui jejaring sosial Facebook. Sekali transaksi seksual, pelaku mematok harga Rp1 juta.
"Itu semua sudah bersih, berikut harga sewa kamar hotel. Itu untuk sekali kencan saja. Korban dan pelaku bekerjasama. Keuntungan dari transaksi dibagi dua, antara pelaku MN dan korban," jelasnya.
Terpisah, Ketua Indonesia Child Protection Watch (ICPW) Erlinda berharap, polisi tidak hanya menghukum MN yang menjadi germo PSK remaja online. Tetapi juga para pelanggan yang memakai jasa korban.
"Untuk memutus mata rantai, kita harus kuat terhadap edukasi masyarakat. Juga harus ada efek jera terhadap pelanggan. Dia juga harus dihukum. Sejauh ini belum pernah. Ini yang sangat miris," jelasnya.
Dijelaskan dia, selama ini polisi hanya fokus pada pelaku atau germo. Sedang kepada pelanggan prostitusi anak, masih belum tersentuh. Padahal, tanpa ada pelanggan, prostitusi anak tidak laku.
"Kita akan dorong polisi untuk menindak pelanggannya juga. Jika sanksi hukum tidak ada, harus ada sanksi sosial, misal bekerja di panti jompo atau bila perlu, buka identitasnya dan sebarkan," tegasnya.
Diungkapkan dia, dari sejumlah kasus prostitusi online, rata-rata korban terjerat karena desakan ekonomi. Namun, tidak jarang, para korban mendapat intimidasi dan ancaman pembunuhan dari germo.
"Harus ada upaya lebih lanjut. Misal, faktor penyebab banyak anak menjadi korban perdagangan orang, karena iming-iming, diancam, dan diintimidasi. Harus ada penanganan serius," sambung Erlinda.
Terkait seringnya transaksi seksual di Hotel Amaris, Erlinda juga mendesak agar pihak managemen hotel diperiksa. Meskipun, sering kali pemesanan kamar hotel juga dilakukan melalui online.
"Besok aku ke Polresta Tangerang. Apakah ada kerja sama dengan hotel, ini harus dicek lagi. Apakah hotel dapat fee dan lain-lain. Tapi biasanya, hotel tidak terlibat. Sebab transaksinya juga online," tukasnya.
(mhd)