Depok Memburu Penghasilan dari Sisi Jalan Raya
A
A
A
DEPOK - Dalam rangka meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), Pemerintah Kota Depok menggali portensi dari sektor parkir. Bahkan, diperkirakan PAD Depok bisa melonjak 25% jika sektor parkir dimaksimalkan mengingat geliat ekonomi Depok saat ini sedang melonjak. Pemerintah Kota Depok sendiri telah menetapkan seluruh pelaku usaha di Depok wajib membayar parkir sebesar 20% dari total omzet.
Kepala Badan Keuangan Daerah (BKD) Nina Suzana mengatakan, saat ini pihaknya masih menggali potensi sektor parkir yang mungkin masih bisa digali. Dengan demikian, PAD Depok akan meningkat dan bisa berdampak pada pembangunan Depok yang mumpuni dan sejahtera.
"Saat ini yang sudah menjadi wajib pajak (WP) tentunya pihak swasta seperti mal, apartemen, dan semacamnya. Yang kedua, saat ini kami sedang menggali usaha-usaha lainnya seperti restoran dan ritel. Jadi selain pajak usaha, mereka juga membayar pajak parkir sebesar 20%," katanya. Potensi ini sudah tergarap sejak 2017. Hanya, saat ini mulai lebih dioptimalkan agar hasilnya maksimal.
Aturan soal pajak ini didasarkan pada Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2010 tentang Pajak Daerah. Diakui dia, untuk memaksimalkan potensi pajak maka harus ada dasar hukumnya sehingga wajib pajak tidak dapat mengelak. "Pajak memang sifatnya memaksa karena itu ada dalam aturan. Dari aturan tersebutlah kita bisa melakukan pemungutan pajak," tukasnya.
Hal lain yang dilakukan pihaknya adalah dengan melakukan kajian soal revisi penyesuaian tarif parkir di Depok. Karena tarif parkir Depok saat ini terendah dibandingkan wilayah penyangga Jakarta lainnnya. Soal besarannya Nina belum bisa memperkirakan. "Saat ini Depok memang terendah tarif parkirnya. Nanti kita akan ada rencana penyesuaian kalau memungkinkan pada 2019," ucapnya.
Menurutnya, kesadaran warga Depok membayar pajak cukup tinggi. Terlihat dari realisasi yang selalu melampaui target setiap tahun. "Depok wajib pajaknya cukup bagus kesadarannya. Ini tak terlepas dari informasi yang mereka dapatkan sehingga mereka sadar untuk mau membayar pajak demi pembangunan kota ini," katanya.
Berdasarkan data yang didapat pada 2013, realisasi pajak parkir yang didapat sebesar Rp3.637.427.416 dari target Rp 3.182.590.662. Pada 2014 targetnya naik sebesar Rp5.907.489.924 dengan nilai realisasi Rp7.154.318.942. Sedangkan pada 2015 nilai target sektor pajak parkir sebesar Rp7.060.560.000 dan realisasi Rp 9.162.477.803. Tahun 2016 nilai target sebesar Rp8.776.784.000 dan nilai realisasi Rp9.860.316.499. Sedangkan pada 2017 nilai target Rp10.340.983.439 dengan nilai realisasi Rp10.803.749.214. "Untuk 2018 ini kami menargetkan pajak parkir senilai Rp11 miliar," ujar Nina.
Wakil Ketua Komisi B DPRD Depok Rienova mengatakan, Depok sudah sepatutnya memiliki lahan parkir bersama yang dikelola pihak ketiga. Ini menjadi solusi mengatasi tata ruang di Depok. "Depok harus punya kantong parkir. Caranya bisa dengan bekerja sama dengan swasta agar pengelolaan lebih baik," katanya.
Dia pun berpandangan jika Pemkot mampu maka bisa dikelola sendiri. Hanya, kerja sama dengan swasta juga bisa dilakukan jika dirasa lebih baik. "Lebih baik pemerintah kota yang menjalankan semuanya jika mampu atau boleh bekerja sama dengan swasta asal sahamnya lebih besar pemerintah kota dari pada swasta," paparnya.
Dikatakannya, sejak awal dirinya selalu mendorong pemkot depok memiliki BUMD baru selain BUMD seperti PDAM. BUMD baru ini salah satu tugasnya mengelola pajak retribusi parkir. Untuk mengatasi persoalan parkir di pinggir jalan, dia setuju dengan dibuatkan larangan parkir di bahu jalan sesuai dengan daerahnya.
"Karena tentu berbeda daerah bisnis dengan non bisnis. Saya secara pribadi mendorong pemkot merencanakan dan membangun gedung parkir yang terintegrasi antar gedung/mal dengan menyiapkan pedestrian yang ramah lingkungan sehingga pengguna merasa nyaman dan aman. Dan yang terakhir khususnya jalur-jalur bisnis seperti Margonda dan Juanda setidaknya disiapkan atau diberikan alat atau mesin parkir di bahu jalan dengan tetap memperhatikan pedestrian yang ramah lingkungan," pungkasnya.
Kepala Badan Keuangan Daerah (BKD) Nina Suzana mengatakan, saat ini pihaknya masih menggali potensi sektor parkir yang mungkin masih bisa digali. Dengan demikian, PAD Depok akan meningkat dan bisa berdampak pada pembangunan Depok yang mumpuni dan sejahtera.
"Saat ini yang sudah menjadi wajib pajak (WP) tentunya pihak swasta seperti mal, apartemen, dan semacamnya. Yang kedua, saat ini kami sedang menggali usaha-usaha lainnya seperti restoran dan ritel. Jadi selain pajak usaha, mereka juga membayar pajak parkir sebesar 20%," katanya. Potensi ini sudah tergarap sejak 2017. Hanya, saat ini mulai lebih dioptimalkan agar hasilnya maksimal.
Aturan soal pajak ini didasarkan pada Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2010 tentang Pajak Daerah. Diakui dia, untuk memaksimalkan potensi pajak maka harus ada dasar hukumnya sehingga wajib pajak tidak dapat mengelak. "Pajak memang sifatnya memaksa karena itu ada dalam aturan. Dari aturan tersebutlah kita bisa melakukan pemungutan pajak," tukasnya.
Hal lain yang dilakukan pihaknya adalah dengan melakukan kajian soal revisi penyesuaian tarif parkir di Depok. Karena tarif parkir Depok saat ini terendah dibandingkan wilayah penyangga Jakarta lainnnya. Soal besarannya Nina belum bisa memperkirakan. "Saat ini Depok memang terendah tarif parkirnya. Nanti kita akan ada rencana penyesuaian kalau memungkinkan pada 2019," ucapnya.
Menurutnya, kesadaran warga Depok membayar pajak cukup tinggi. Terlihat dari realisasi yang selalu melampaui target setiap tahun. "Depok wajib pajaknya cukup bagus kesadarannya. Ini tak terlepas dari informasi yang mereka dapatkan sehingga mereka sadar untuk mau membayar pajak demi pembangunan kota ini," katanya.
Berdasarkan data yang didapat pada 2013, realisasi pajak parkir yang didapat sebesar Rp3.637.427.416 dari target Rp 3.182.590.662. Pada 2014 targetnya naik sebesar Rp5.907.489.924 dengan nilai realisasi Rp7.154.318.942. Sedangkan pada 2015 nilai target sektor pajak parkir sebesar Rp7.060.560.000 dan realisasi Rp 9.162.477.803. Tahun 2016 nilai target sebesar Rp8.776.784.000 dan nilai realisasi Rp9.860.316.499. Sedangkan pada 2017 nilai target Rp10.340.983.439 dengan nilai realisasi Rp10.803.749.214. "Untuk 2018 ini kami menargetkan pajak parkir senilai Rp11 miliar," ujar Nina.
Wakil Ketua Komisi B DPRD Depok Rienova mengatakan, Depok sudah sepatutnya memiliki lahan parkir bersama yang dikelola pihak ketiga. Ini menjadi solusi mengatasi tata ruang di Depok. "Depok harus punya kantong parkir. Caranya bisa dengan bekerja sama dengan swasta agar pengelolaan lebih baik," katanya.
Dia pun berpandangan jika Pemkot mampu maka bisa dikelola sendiri. Hanya, kerja sama dengan swasta juga bisa dilakukan jika dirasa lebih baik. "Lebih baik pemerintah kota yang menjalankan semuanya jika mampu atau boleh bekerja sama dengan swasta asal sahamnya lebih besar pemerintah kota dari pada swasta," paparnya.
Dikatakannya, sejak awal dirinya selalu mendorong pemkot depok memiliki BUMD baru selain BUMD seperti PDAM. BUMD baru ini salah satu tugasnya mengelola pajak retribusi parkir. Untuk mengatasi persoalan parkir di pinggir jalan, dia setuju dengan dibuatkan larangan parkir di bahu jalan sesuai dengan daerahnya.
"Karena tentu berbeda daerah bisnis dengan non bisnis. Saya secara pribadi mendorong pemkot merencanakan dan membangun gedung parkir yang terintegrasi antar gedung/mal dengan menyiapkan pedestrian yang ramah lingkungan sehingga pengguna merasa nyaman dan aman. Dan yang terakhir khususnya jalur-jalur bisnis seperti Margonda dan Juanda setidaknya disiapkan atau diberikan alat atau mesin parkir di bahu jalan dengan tetap memperhatikan pedestrian yang ramah lingkungan," pungkasnya.
(amm)