Dinkes: Difteri Bukan Kasus Baru, Warga Jakarta Jangan Panik
A
A
A
JAKARTA - Penyebaran virus difteri di sejumlah daerah, termasuk DKi Jakarta bukan kasus baru. Oleh karena itu, virus difetri tidak perlu ditakuti dan warga Jakarta tidak perlu panik.
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) DKI Jakarta, Koesmedi Priharto, mengatakan, kasus difteri hampir ditemukan setiap bulan dengan korban sekitar satu-dua orang. "Ini penyakit lama muncul kembali. Penyakit itu memang belum sepenuhnya hilang dari Jakarta dan sekitarnya," ujar Koesmedi ketika dihubungi Minggu (10/12/2017).
Koesmedi menjelaskan, penyakit akibat virus difetri itu sebenarnya tidak akan dialami bagi anak yang telah diimunisasi sejak usia 2 bulan, 4, 6, 18 bulan, 6 tahun, dan 12 tahun. Anak yang telah diimuniasi pada usia tersebut akan diberi vaksin difteri paratusis tetanus (DPT).
Sedangkan untuk orang dewasa, lanjut Koesmedi, pemberiannya lebih longgar, yakni sekali 10 tahun. Efeknya juga lebih ringan ketimbang vaksin DPT di usia anak yang umumnya mengalami peningkatan suhu tubuh lebih hangat selama 1-2 hari. "Kalau dewasa paling efeknya hanya di sekitar otot lokasi suntikan saja," ucapnya.
Koesmedi menyebutkan, imunisasi DPT maupun DT bisa dilakukan di puskesmas kecamatan maupun kelurahan. Vaksin DPT diberikan gratis dan saat ini sebanyak 1,2 juta vaksin sudah disebar di Jakarta Barat dan Jakarta Utara. "Kalau untuk yang dewasa (vaksin DT), tak seluruhnya gratis. Tertentu saja," katanya.
Sementara itu, anggota Komisi E DPRD DKI Jakarta, Mety Magdalena meminta seluruh jajaran RT/RW, kelurahan hingga puskesmas kecamatan menjemput bola atau mendatangi warga yang belum divaksin, khususnya anak-anak.
Politisi PDIP berpendapat, viralnya penyakit difteri akibat minimnya sosialisasi akan pentingnya imunisasi sejak dini. Dia percaya bahwa masih banyak warga Jakarta yang anak-anaknya tidak diberi imunisasi. "Banyak sebab warga enggan imunisasi. Selain minimnya sosialisasi, pelayanan puskesmas dan RSUD belum dapat memudahkan warga, apalagi gratis," tegasnya.
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) DKI Jakarta, Koesmedi Priharto, mengatakan, kasus difteri hampir ditemukan setiap bulan dengan korban sekitar satu-dua orang. "Ini penyakit lama muncul kembali. Penyakit itu memang belum sepenuhnya hilang dari Jakarta dan sekitarnya," ujar Koesmedi ketika dihubungi Minggu (10/12/2017).
Koesmedi menjelaskan, penyakit akibat virus difetri itu sebenarnya tidak akan dialami bagi anak yang telah diimunisasi sejak usia 2 bulan, 4, 6, 18 bulan, 6 tahun, dan 12 tahun. Anak yang telah diimuniasi pada usia tersebut akan diberi vaksin difteri paratusis tetanus (DPT).
Sedangkan untuk orang dewasa, lanjut Koesmedi, pemberiannya lebih longgar, yakni sekali 10 tahun. Efeknya juga lebih ringan ketimbang vaksin DPT di usia anak yang umumnya mengalami peningkatan suhu tubuh lebih hangat selama 1-2 hari. "Kalau dewasa paling efeknya hanya di sekitar otot lokasi suntikan saja," ucapnya.
Koesmedi menyebutkan, imunisasi DPT maupun DT bisa dilakukan di puskesmas kecamatan maupun kelurahan. Vaksin DPT diberikan gratis dan saat ini sebanyak 1,2 juta vaksin sudah disebar di Jakarta Barat dan Jakarta Utara. "Kalau untuk yang dewasa (vaksin DT), tak seluruhnya gratis. Tertentu saja," katanya.
Sementara itu, anggota Komisi E DPRD DKI Jakarta, Mety Magdalena meminta seluruh jajaran RT/RW, kelurahan hingga puskesmas kecamatan menjemput bola atau mendatangi warga yang belum divaksin, khususnya anak-anak.
Politisi PDIP berpendapat, viralnya penyakit difteri akibat minimnya sosialisasi akan pentingnya imunisasi sejak dini. Dia percaya bahwa masih banyak warga Jakarta yang anak-anaknya tidak diberi imunisasi. "Banyak sebab warga enggan imunisasi. Selain minimnya sosialisasi, pelayanan puskesmas dan RSUD belum dapat memudahkan warga, apalagi gratis," tegasnya.
(thm)