Pedagang Pasar Induk Tanah Tinggi Mogok Jualan, Harga Bahan Pokok Naik
A
A
A
TANGERANG - Hari ini, Rabu (14/11/2017), ratusan pedagang di Pasar Induk Tanah Tinggi, Tangerang, Banten, masih melanjutkan aksi mogok berjualan. Buntut dari aksi itu, harga sejumlah bahan pokok di pasar sekitar Banten dan Jakarta Barat mengalami kenaikan.
Suhaemi, salah satu pedagang di Pasar Induk Tanah Tinggi mengatakan, jumlah pedagang yang ikut aksi mogok berjualan hari ini bertambah banyak. “Jumlahnya yang pasti hari ini bertambah,” ujar dia.
Menurut dia, bahan pokok seperti bawang merah dan cabai sudah mengalami kenaikan di sejumlah pasar di sekitar Pasar Induk Tanah Tinggi. “Bawang merah menjadi Rp40 ribu, cabai rawit jadi Rp50 ribu. Sebelum ada aksi mogok berjualan harga enggak segitu,” kata dia.
Parahnya, pihak pengelola yang dituntut untuk menghentikan distribusi "Rp100 per kilogram" sayur dan perpanjangan kontrak yang belum waktunya, malah tidak merespons aksi pedagang itu.
“Jadi, sampai hari ini belum ada perwakilan dari pengelola untuk menemui kami, padahal imbas dari aksi ini sudah terasa,” imbuh dia.
Sebelumnya, ratusan pedagang Pasar Induk Tanah Tinggi, Tangerang menggelar aksi unjuk rasa dan mogok berdagang. Hal tersebut menyusul kebijakan pengelola pasar yang dianggap sangat tidak menguntungkan pedagang.
Ketua Pedagang Pasar Induk Tanah Tinggi Luster P Siregar mengatakan, kebijakan yang mereka tolak adalah paksaan ke pedagang untuk membuat kontrak sewa baru tahun 2021 hingga 2026. “Padahal kontrak lama masih berjalan hingga 2021 atau 4 tahun lagi ke depan,” ujarnya.
Apabila para pedagang tidak mau membuat kontrak baru, maka akan mendapat sanksi atau lapaknya dialihkan ke pendatang baru oleh pengelola. Hal itu tentu akan sangat merugikan para pedagang lama.
Selain itu, ada sejumlah poin permasalahan yang membuat resah para pedagang. Di antaranya, kata dia, pihak pengelola pasar memberlakukan aturan baru, yaitu distribusi sebesar Rp 100 per kilogram setiap sayur mayur dan buah yang masuk ke Pasar Induk.
“Mereka (pengelola) juga melakukan pungutan ke pedagang dengan berbagai dalih, dan nilainya sangat memberatkan,” tandasnya.
Tak hanya itu, situasi pengangkutan atau transportasi di dalam maupun luar pasar semrawut sehingga memacetkan lalu lintas. “Pengelola juga melarang para pedagang membentuk organisasi, paguyuban, atau perkumpulan,” pungkas Luster.
Suhaemi, salah satu pedagang di Pasar Induk Tanah Tinggi mengatakan, jumlah pedagang yang ikut aksi mogok berjualan hari ini bertambah banyak. “Jumlahnya yang pasti hari ini bertambah,” ujar dia.
Menurut dia, bahan pokok seperti bawang merah dan cabai sudah mengalami kenaikan di sejumlah pasar di sekitar Pasar Induk Tanah Tinggi. “Bawang merah menjadi Rp40 ribu, cabai rawit jadi Rp50 ribu. Sebelum ada aksi mogok berjualan harga enggak segitu,” kata dia.
Parahnya, pihak pengelola yang dituntut untuk menghentikan distribusi "Rp100 per kilogram" sayur dan perpanjangan kontrak yang belum waktunya, malah tidak merespons aksi pedagang itu.
“Jadi, sampai hari ini belum ada perwakilan dari pengelola untuk menemui kami, padahal imbas dari aksi ini sudah terasa,” imbuh dia.
Sebelumnya, ratusan pedagang Pasar Induk Tanah Tinggi, Tangerang menggelar aksi unjuk rasa dan mogok berdagang. Hal tersebut menyusul kebijakan pengelola pasar yang dianggap sangat tidak menguntungkan pedagang.
Ketua Pedagang Pasar Induk Tanah Tinggi Luster P Siregar mengatakan, kebijakan yang mereka tolak adalah paksaan ke pedagang untuk membuat kontrak sewa baru tahun 2021 hingga 2026. “Padahal kontrak lama masih berjalan hingga 2021 atau 4 tahun lagi ke depan,” ujarnya.
Apabila para pedagang tidak mau membuat kontrak baru, maka akan mendapat sanksi atau lapaknya dialihkan ke pendatang baru oleh pengelola. Hal itu tentu akan sangat merugikan para pedagang lama.
Selain itu, ada sejumlah poin permasalahan yang membuat resah para pedagang. Di antaranya, kata dia, pihak pengelola pasar memberlakukan aturan baru, yaitu distribusi sebesar Rp 100 per kilogram setiap sayur mayur dan buah yang masuk ke Pasar Induk.
“Mereka (pengelola) juga melakukan pungutan ke pedagang dengan berbagai dalih, dan nilainya sangat memberatkan,” tandasnya.
Tak hanya itu, situasi pengangkutan atau transportasi di dalam maupun luar pasar semrawut sehingga memacetkan lalu lintas. “Pengelola juga melarang para pedagang membentuk organisasi, paguyuban, atau perkumpulan,” pungkas Luster.
(thm)